Bagian 02 | Sekeping Alasan 'Jika'

192 18 13
                                    

"Lim Hyunsik kena!"

Anak-anak berbaju rupa warna berbeda itu kemudian berlari, tapi yang tadi diserukan namanya diam, melihat teman-temannya menjauh.

"Aku tidak mau." Hyunsik menjatuhkan diri ke tanah berumput, menekuk lutut hingga menyentuh dagunya seolah merajuk.

"Aku tidak mau, tidak mauu!"

Lima teman yang sudah berlari menjauh, kembali mengarah Hyunsik ketika teriakannya berhasil terdengar.

"Kenapa tidak mau? Kau tadi kena sama Jaehyun, harus mau dong!" Anak baju kuning itu protes, gelombang suaranya kencang, sampai yang Hyunsik lihat berbentuk bola-bola.

"Pokoknya aku tidak mau." Lim Hyunsik masih kukuh mempertahankan ketidakinginan, rautnya muram. Dia benar merajuk ternyata.

Salah satu dari mereka akhirnya memutuskan melakukan permainan yang lain.

"Petak umpet!"

"Horeee!"

Hyunsik berdiri, kembali ceria sedia kala sambil berjingkrak mengikuti teman-temannya.

"Karena tadi Hyunsik tidak mau jadi perampok, sekarang kau jaga ya, hitung satu sampai sepuluh sementara kami bersembunyi, oke?"

Anak berpipi gemuk itu mengangguk paham. Kwon, anak berbaju kuning memang sering memberi arahan.

"Satu, dua, tiga, empat..." Lim Hyunsik menutup mata menggunakan kedua tangan yang sengaja ditempelkan ke badan pohon, menghitung secara berurut.

"....tujuh, delapan, sembilan, sepuluh! Siap atau tidak, aku akan menca..."

Kosong.

Angin terasa menusuk-nusuk kulit wajahnya yang memanas usai memutar tubuh. Air mata mengalir, Hyunsik kembali menjatuhkan diri seperti tadi, lalu menangis keras.

Tidak ada yang mendekatinya. Satu saja, teman yang menghampiri, tidak ada.

Intensitas tangis anak tujuh tahun itu semakin kencang. Menyembunyikan wajah di antara kedua lutut, lama-kelamaan tangan yang dipakai untuk menopang dahi terlepas.

Lim Hyunsik lemas, tumbang ke arah samping bersama tangis yang tidak lagi terdengar.

•••

Hyunsik terbangun di depan pintu kamarnya. Kepala bagian belakang berdenyut sakit, menuntun ingatan Hyunsik atas adegan mengapa bisa berada di lantai.

"Astaga... Tuhan...." Hyunsik menyipit, tangan kanan memegang kepala, titik yang nyeri. Dia sedang meniru kalimatnya kemarin.

"Oh, anak itu!" Telah tersusun semua puzzle ingatan; dari dirinya membuka pintu kamar, saking terkejut berteriak histeris, mundur dengan langkah lebar dan terkena dinding.

Oke, akan terasa miris untuk diulang kembali ingatannya. Lebih baik mencari anak, yang entah datang dari mana itu.

Mencari ke dalam kamar, toilet dan dapur. Ruang tengah juga. Tidak ditemukan anak kemarin.

Bermimpi, mungkinkah? Sekarang Hyunsik berpikir demikian, bisa saja hanya...

"Ahjussi, Ahjussi... ayo bangun, Ahjussi...."

Suara itu.

Rasanya perut Hyunsik berat.

Lim Hyunsik membuka mata, kemudian langsung duduk tegang dari baring hingga anak yang tadi berada di atas perutnya tersingkir ke samping. Demikian sudah jatuh, si anak tetap menampilkan cengiran.

"Nu-nugu...." Hyunsik kemudian bangkit, lalu mengaduh sebab perih di bagian telapak kaki.

Tidak, itu bukan mimpi. Justru ketiadaan anak ini yang mimpi. Hyunsik ketakutan sekarang, bingung sekaligus penasaran, bagaimana bisa anak itu di sini?

Hai, Lim Hyunsik [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang