Bagian 07 | Stereotip Masyarakat

188 17 46
                                    

Alunan instrumental begitu lembut menyapa telinga, itu hanya bagi orang-orang yang memasang wajah tanpa kepura-puraan. Bagi Hyunsik, nada lembut menyentak-nyentak pendengaran sampai menimbulkan dengung. Terasa seperti orang yang kebanyakan makan obat sakit jantung kalau begini.

Selarik senyum tetap bertahan untuk menanti balasan senyum lain. Lim Hyunsik menaati perkataan ayahnya untuk selalu di samping beliau, menyalami orang-orang berbaju formal, dengan basa-basi yang berujung pada keingintahuan.

"Aku memang memberinya kebebasan untuk meraih cita-cita yang dia inginkan." Lim Geun Suk bernada ramah, menyahuti salah seorang wanita karier kala ia memuji Hyunsik yang berhasil meraih predikat spesialis di belakang namanya sebagai dokter mata.

Lim Hyunsik senang dengan keadaan begitu?

Jelas, tidak. Tingkatan pekerjaan yang hanya untuk dipamerkan, sama sekali tidak pernah terpikir oleh Hyunsik. Kalimat ayahnya memang tidak salah, beliau tidak pernah memaksa Hyunsik untuk menjadi apa, tapi untuk 'menjadi apa', itu harus sebuah jabatan tinggi, seni sudah seperti alergi bagi sang ayah. Satu yang terpenting bagi keluarga Lim adalah mengejar angka.

"Buatlah dirimu tidak bisa dipandang rendah oleh orang lain dengan kepintaran."

Potongan kalimat itu seakan masih baru kemarin terdengar. Mungkin benar, saat ini Hyunsik berhasil tidak dipandang rendah oleh orang-orang, tapi dia selalu memandang rendah diri sendiri.

"Lalu, bagaimana Lim Junsuk? Kau tidak mengajaknya, apakah dia masih di luar negeri?"

Pertanyaan keingintahuan sekali lagi meluncur bebas, dan sejujurnya Hyunsik telah muak akan keadaan di mana dirinya terimpit. Di sini terasa lebih menyesakkan dibanding menghirup udara kotor jalanan kala jam sibuk.

"Ye. Junsuk masih harus menyelesaikan studinya di Amerika. Karena dia yang akan bertanggung jawab atas perusahaan, terus belajar dan berlatih sebelum benar-benar ke lapangan dia jadikan itu yang utama."

Ada sekelumit geli yang menggelitik diri Hyunsik. Menyelesaikan studi, ya? Ini mengapa Hyunsik benci jadi orang paling tahu tentang hal-hal yang terjadi dalam rumah, termasuk bagaimana kondisi sang kakak.

Lim Junsuk tidak di Amerika, ia ada di rumah, terbaring mengajak seribu mimpi semu sebagai teman. Obat-obatan terlarang yang ia konsumsi sebelumnya membuat Junsuk terus hidup bersama mimpi. Kadang-kadang jika melihat sang kakak, timbul rasa iri dalam relung Hyunsik; Kak, apa kau menikmati ketidaksadaran? Aku ingin sepertimu.

Tawa si orang penting yang tadi menyambi wartawan dadakan menggema bersama Geun Suk. Lontaran kebohongan yang bertujuan menutupi kehancuran kembali diperdengarkan. Haruskah sebaiknya Hyunsik tutup mata dan telinga? Bisa mendengar sekaligus melihat kenyataan, lantas ditipu oleh kata-kata palsu rasanya Hyunsik akan meledak.

Sehabis dari sini, Hyunsik pastikan berdiri di atas kedua kaki sendiri, dalam ruang tinggal sendiri, tanpa mendengar kebohongan, atau melihat kepalsuan.

Dia akan memberitahu ayahnya, bahwa akan menyewa tempat tinggal untuk dihuni sendirian. Selama ini, Hyunsik belum pernah bertindak melewati batas. Dirinya ingin melangkahi tali tak kasatmata yang ayahnya ciptakan, sekali saja.

Sekali saja, dan Hyunsik akan berjalan menjauh dari kedua orang tuanya, juga Lim Junsuk.

Lantas kata hati Hyunsik bergumam lirih kala wajah pucat sang kakak membayang pikiran.

Maafkan aku, Hyung. Aku juga ingin bebas.

•••

Bayangan hitam semakin dekat kepada Hyunsik yang kini berjalan cepat. Orang-orang di trotoar seakan lenyap oleh ketakutan Hyunsik yang kian banyak.

Hai, Lim Hyunsik [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang