Mi Eunsoo masih bertelanjang kaki, keluar dari kantor polisi dengan sang suami mengikuti langkah di belakang. Becek jalan sehabis hujan deras tidak lagi terasa dingin bagi Eunsoo, karena sejatinya hati sudah lebih dulu membeku.
Im Ha Jin yang letih mengekor, terlebih ada banyak pertanyaan yang menggumpal dalam pikiran, segera menyamakan langkah Eunsoo.
"Katakan, dari mana kau mendapatkan uang untuk menebusku?"
"Apakah itu penting?" Pandangan Eunsoo tetap lurus ke depan. Rasanya napas yang keluar tidak lagi punya makna, ia ingin mati saja.
Ha Jin menarik lengan Eunsoo, menghentikan gerak si wanita yang masih enggan menatap mukanya. "Eunsoo-ya, sekalipun kau tidak menebusku, tidak akan jadi masalah. Bedebah sialan itu yang sengaja membuatku masuk dalam perkelahian. Dengan aku keluar dari penjara pakai uang tebusan, sama saja aku mengaku salah dan memberikan bedebah itu uang."
"Menyerang membabi buta menggunakan benda tumpul, mencekik hampir merenggut nyawa, kau pikir itu perkelahian biasa?" Eunsoo akhirnya menatap Ha Jin, tapi tidak terdapat sorot kasih sayang di dalamnya, hanya ada kebencian meresap.
"Mengapa kau selalu membuat masalah? Kau hanya tinggal mengasuh Hyunsik di rumah, dan aku bekerja sebagai pramusiwinya Junsuk. Lalu kau bilang, kau mendapatkan pekerjaan. Buktinya? Justru kau hampir membunuh orang! Pengangguran saja sudah cukup bagimu mendapat penilaian tidak patut dariku, sekarang karena kau... karena dirimu Hyunsik tidak bisa kembali!"
Mulut laki-laki itu terbuka, tapi tidak ada satu pun kata yang keluar. Rambut berantakan dan pakaian kusut, Ha Jin semakin terlihat kacau.
"Bukan cuma aku, kau mengenal betul bagaimana ketua Lim Geun Suk, bukan? Betapa tidak mau rugi dan keras kepalanya dia. Ketika aku memutuskan berhenti, dia memiliki syarat untuk aku tidak lagi kembali bekerja di sana. Aku menyetujuinya, karena kupikir kau sungguh-sungguh bekerja, dan aku hanya mengurus Hyunsik. Tapi, aku mesti kembali lagi ke rumah itu untuk menitipkan anak kita." Sedikit terengah akibat isak, dalam dada Eunsoo kian sesak. Gerimis kembali meramaikan bumi dengan suara duka.
"Kau tahu apa yang dikatakan Ketua Lim? 'Jangan mengambilnya lagi'. Aku menitip Hyunsik agar aku bisa bekerja di tempat lain dan menghasilkan uang guna menebusmu, lalu bisa memenuhi kebutuhan hidup yang sudah menipis meski harus perlu waktu, lantas secara mudah aku menukar Hyunsik dengan lima ratus Won ketika mengetahui Ketua Lim menginginkan Hyunsik."
"Me-mengapa...." Suara itu memberat, Ha Jin tidak kuasa untuk menahan segala perih yang menggarang dalam relung.
"Sudah kubilang karenamu, ini semua karenamu!" teriakan Eunsoo mewakili petir yang bergemuruh. Dari tetes gerimis, beralih menderas. Hujan kembali turun. "Kau yang tidak becus mengurus keluarga sendiri, kau yang senang bermabuk-mabukan dan aku selalu menjadi samsak tinjumu kala kau mabuk. Bukankah Hyunsik lebih baik di sana? Dia akan mendapatkan apa yang tidak bisa kita berikan. Pendidikan, baju bagus, mainan, seorang kakak, dan—"
"Kasih sayang?" tukas Ha Jin. Ia ingin mengetahui, ingin melihat keyakinan dari sang istri. "Apakah jika Hyunsik di sana, akan mendapatkan kasih sayang seperti yang kau dan aku berikan?" Sebab sebusuk-busuknya seorang Im Ha Jin sebagai laki-laki, ia tetap sosok ayah, punya tingkat kasih sayang yang tidak bisa tergambar hanya dengan kata 'besar' kepada anaknya.
Bungkam. Mi Eunsoo kian hancur, hujan yang membasahi tubuhnya menjadi pertanda kalau dunia penuh kekejaman dan dendam teramat. Karena ketika dirimu telah memilih keputusan, kau tidak akan bisa menarik ulang waktu, dan dunia tidak pernah mau membantu.
Mungkin, di masa depan Hyunsik akan mendapatkan standar duniawi yang memuaskan. Hanya saja, tidak ada yang bisa menjamin, bahkan Eunsoo sekalipun bahwa kekayaan batin Hyunsik akan terpenuhi juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Lim Hyunsik [√]
FanficPernahkah, sekali saja di sudut malam kau berterima kasih atas segala usaha yang telah kau lakukan tiap hari? Paling tidak, setiap kau melakukan sesuatu yang terbaik, pernahkah kau berpikir betapa hebatnya dirimu? Lim Hyunsik tidak pernah tahu bahwa...