"Udah gi, udah jan nangis lagi ih,"
Bodoh, dari tadi kalian hanya bicara begitu. Tangisku tidak akan berhenti hanya dengan perkataan itu. Jika ingin menghiburku seharusnya kalian membawakanku taeyong, tangisku pasti akan berhenti jika ada taeyong jongkok di depanku dan mengelus rambutku.
Baiklah, aku tahu itu mustahil terjadi. Gantinya, seharusnya kalian membelikanku chocholate atau ice cream agar tangisku reda. Cewek yang menangis itu suka makanan manis, wahai para sahabat yang tidak pengertian.
"Lu tau sendiri kan, jinyoung belakangan ini emang bad mood karena putus sama jisoo kunti,"
Yang tadi ngomong itu joy. Well, perkataan joy memang ada benarnya. Jinyoung memang habis putus sama kak jisoo karena—karena, ya mana aku tahu. Kenapa kalian tanya kepadaku? Memangnya aku orang tua si jisoo itu. Tapi seperti katanya, dia putus itu masalahnya, mengapa dia melampiaskannya kepadaku? Walaupun awalnya memang salahku yang berisik, tidak, tidak, tetap saja, aku tidak salah, aku tidak akan pernah salah!
Tapi sebenarnya, aku tidak terlalu bermasalah dengan bentakan jinyoung tadi. Aku memang kesal dengan jinyoung, rasanya tak puas dengan hanya menjambak rambutnya tadi, tapi bukannya menangis sesenggukan seperti ini berlebihan? Ditambah lagi, tangisan ini tak bisa kukendalikan, walaupun aku sudah mengerahkan segala tenagaku untuk membuatnya berhenti, tangisan ini benar-benar tidak mau berhenti. Aku sangat bingung dengan netra bodohku ini.
"Gue—gg–ue gabisa berenti nangid huaaa, gim—gimanaaa,"
"Lah anjir begimana caranya gi? Lis, joy, ros gimana ini atuh?" kata Wendy sambil menatap ketiga temanku yang lain karena bingung menghadapiku. Joy dan rose hanya mengangkat bahu, tanda tidak tahu. Sedangkan lisa yang sedari tadi duduk di sebelahku sambil menepuk bahuku, kini sudah beralih mengikuti wendy berjongkok untuk lebih jelas melihatku. Membuat salah satu temanku, rose yang sedari tadi duduk di sebelahnya bergeser ke sebelahku sambil menenangkanku dengan mengelus-elus rambut hitamku. Hhh, andai itu taeyong, aku pasti akan super duper senang.
"Gi, mau dibeliin es krim?" ucap lisa yang langsung membuat kepalaku menengeladah ke arahnya.
Tepat sekali, sekali lagi kau memang paling mengerti aku lisa.
Aku mengangguk mengiyakan, dilanjutkan dengan lisa dan wendy yang langsung berjalan pergi meninggalkanku yang masih menangis sesenggukan bersama joy dan rose. Tidak, joy dan rose tidak ikut menangis bersamaku, maksudku wendy dan lisa meninggalkanku, joy, dan rose, tapi yang menangis hanya aku. Cih, sebenarnya untuk apa aku menjelaskan ini.
Saat ini kami sedang duduk jejer bertiga di kursi kayu depan kelas. Ya, tidak usah bertanya. Memang membingungkan. Orang yang sedang menangis mengapa malah dituntun ke koridor depan kelas yang notabene banyak dilewati orang, bukannya di iring ke tempat yang sepi seperti pojokan kelas. dan lagi, aku juga mengapa mau-mau saja dituntun ke luar kelas? ternyata aku yang bodoh.
Masih sambil terisak, aku berdiri karena sudah menyadari betapa bodohnya aku duduk menangis di depan orang ramai. Pikiranku ingin aku mencari tempat sepi untuk menangis. Agar aku bisa menangis sepuasnya, lalu air mataku kering, dan tidak bisa menangis lagi. Mission complete.
"Gi mau kem—Eh gi, elu bocor, liat rok lu darah semua,"
Satu suara menginterupsi kakiku yang baru ingin berjalan. Kuyakini itu suara rose. Aku refleks langsung menarik sedikit rok dan menolehkan kepalaku ke belakang untuk mengecek benar tidaknya ucapan rose tadi.
Setelah ku cek, ucapan rose memang benar, ada bercak darah yang terlihat menggumpal di rok milikku.
Hhh, pantas saja aku sangat sensitif hari ini, ternyata aku sedang didatangi oleh bulan.
- c h a s e r -
KAMU SEDANG MEMBACA
Chaser | Seulyong
Fanfiction"Lo bilang lo tau segalanya tentang gue, tapi sekarang buktinya lo gak tau kalo gue benci sama orang kaya lo!"