I've got thoughts
more tangled
than my earphones.***
—Flora
Aku menghela napas setelah membaca pesan Papa.
"Bokap lo ya?" Anya terkekeh sambil menguncir rambutnya.
"Gue nggak kebayang gimana reaksi Om Yusuf kalo lo sampe dugem terus pulang Subuh hahaha."
"Jangan ketawa!" Aku buru-buru membalas pesan Papa dan mulai memasukkan laptop ke dalam tas sebelum Papa menelepon ke rumah Anya seperti yang udah-udah.
"Flo, seumuran kita tuh udah pantes gendong bayi, bukannya dicariin karena kelamaan main. Astaga, bahkan ini tuh masih Ashar!" Aku nggak menanggapi omongan Anya, karena emang begitu adanya.
"Aku pulang ya, dah Anya!" Aku mencium pipi kirinya kemudian bangkit dari tempat tidurnya yang super nyaman.
"Dadah dedekkkkk!" Aku mendengus ke arahnya yang sibuk tertawa meledek kemudian menutup pintu kamarnya.
***
Flora manja.
Flora kayak anak kecil.
Flora nggak asik.
Itu tiga kalimat dari sekian banyak kalimat serupa yang sering aku dengar sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. Saking seringnya, aku jadi terbiasa dan menganggap itu hal yang lumrah. Tapi waktu aku udah SMA, aku risih juga, bahkan nggak jarang teman-temanku mulai ngomongin Papa.
Aku suka iri sama teman-temanku yang bisa nonton konser, liburan sendiri, pergi ke mana-mana sendiri tanpa harus lapor dan dipantau. Aku sering kesel, tapi protesnya cuma berani sama Mama. Terus nanti Mama yang bilang ke Papa dan itu nggak pernah berakhir baik. Lagi-lagi aku cuma bisa nurut daripada Mama sama Papa berantem.
Kadang aku ngerasa kayak Rapunzel yang dikurung di menara tinggi selama 18 tahun. But no, Papa bukan Mother Gothel. Papa nggak jahat, Papa cuma terlalu baik dan terlalu berlebihan aja nunjukin kasih sayangnya, yang kadang bikin aku nggak nyaman. But I love him so much no matter what.
Sampai akhirnya aku ketemu Flynn Rider-ku di Bandung. Tetangga baru yang rumahnya tepat di depan rumah baruku. Namanya Doni, penyuka kucing yang telinganya berubah merah kalau lagi malu. Layaknya Flynn Rider yang membantu Rapunzel keluar dari menara tinggi Mother Gothel, Kak Doni juga sedikit demi sedikit mengeluarkan aku dari menara tak kasat mata yang dibuat Papa. Kak Doni menunjukkan banyak hal di luar sana yang belum pernah aku lihat sebelumnya, ngajak aku mencoba hal-hal baru yang belum pernah aku coba sebelumnya. Kak Doni yang kaku, pemalu dan serba tahu adalah kombinasi menarik. Sama kayak Flynn Rider yang mencuri mahkota, Kak Doni juga berhasil mencuri hatiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] The Book of Us: FINALE
General Fiction[Completed] [Seri ke-dua The Book of Us] Kalau ada masalah, yang diselesaikan itu masalahnya. Bukan hubungannya.