Dua // Karakter

771 69 33
                                    

Di sebuah sekolah tua terdapat sebuah lorong panjang bercat putih sedikit kotor, dengan penerangan yang sangat minim membuat siapa saja yang melewati lorong ini akan merasa seperti sedang berjalan di sebuah terowongan gelap tanpa cahaya.

Lorong ini tertutupi oleh bangunan lantai atas. Derap langkah kaki bahkan akan terdengar sampai ke lorong ketika seseorang melintasi lantai atas tersebut.

Sekolah tua ini termasuk ke dalam sekolah elite. Gedung sekolah yang terlihat sedikit tua ketika dari depan sana, ternyata memiliki fasilitas yang baik, yang jelas tidak tertinggal oleh pergantian zaman yang silih berganti.

Gedung bercat coklat tua itu menjadi sekolah yang diimpikan oleh sekian banyak orang dari setiap penjuru kota. Namun, tidak banyak orang yang mengetahui mengenai sejarah kelam sekolah tersebut.

Mungkin, terhitung hanya dua atau tiga orang dari beratus-ratus siswa yang ada di sekolah ini yang mengetahui tentang sejarah kelam sekolah tersebut.

Sekolah ini terletak di pusat kota, tetapi di belakang kantin terlihat sebuah danau asli yang cukup memakan tempat, juga cukup menjadi pemandangan menarik bersamaan dengan menakutkan.

Seperti saat ini.

Seseorang duduk di sudut kantin sambil menatap ke luar jendela. Layaknya sebuah cafe mewah, kantin di sekolah ini tidak jauh berbeda dari segi dekorasi, juga penempatan. Cukup menegaskan bahwa hanya orang-orang beruntung yang bisa masuk ke sekolah ini.

Viny menghembuskan napas kasar. Sesekali dia memainkan kemampuannya, seperti mengeluarkan asap ungunya dan membentuk seutas tali. Dia merasa beruntung karena hanya orang-orang yang sama sepertinya saja yang bisa melihat kemampuannya.

Keisengan Viny terhadap kemampuannya menarik perhatian seseorang. Dia berjalan menuju meja makan Viny, kemudian duduk di hadapan gadis itu tanpa izin dari sang empunya. Viny yang menyadari itu menghilangkan asapnya.

"Ada apa?" tanya Viny dingin.

"Kamu gabut ya?" Shani menarik segelas jus mangga yang Viny pesan kemudian meminumnya. "Kita belum kenalan," ucap Shani setelah selesai meminum jus milik Viny.

Viny menghela napas, "Gak perlu kenalan, aku udah tau siapa kamu," sahut Viny tanpa menoleh ke arah Shani.

"Baik, Kapten," ucap Shani berbisik yang tidak terdengar oleh Viny. Dia kemudian menatap kesekitar, mencari Ibu kantin untuk memesan sesuatu. Setelah menemukan keberadaannya, Shani segera berjalan menghampiri.

"Bu, aku pesen satu cappucino sama jus mangganya, ya. Di meja sana," tunjuk Shani ke arah meja yang masih ditempati Viny.

"Oke, tunggu ya."

Setelah pergi memesan, dia kembali duduk dihadapan Viny.

"Kamu anak dari keluarga Higuno, kan?" Viny bersuara. Membangunkan Shani yang sibuk dengan sebuah sedotan karena sedang membentuk sesuatu menggunakan benda itu.

Kalau dilihat-lihat oleh Viny, Shani ini seperti anak kecil. Terlihat jelas dari berbagai tingkah Shani yang seperti tidak punya etika. Dari sejak pertama mereka dipertemukan, juga saat seperti sekarang ini.

Mendapatkan pertanyaan dari Viny, jelas Shani langsung mengangguk mantap. Tersenyum lebar layaknya anak kecil yang sedang merasa senang. Dengan mata berbinar dia menatap Viny.

"Kamu tau?" tanya Shani.

Viny mengangguk pelan dengan tatap matanya yang masih menatap ke luar jendela. Memperhatikan danau yang diujung sana terdapat sebuah rawa yang entah ada apa di dalam rawa tersebut.

"Aku bisa liat nama kamu cuma dari menyentuh," ucap Viny pelan.

"Wah! Sama dong?" kembali Shani memamerkan senyuman lebarnya.

Enigma // [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang