Second Chance

25 8 5
                                    

Note:
Tanda ~~°~~ artinya flashback.

Happy reading y'all!!~~

~~°~~
"Sakit..sakit sekali Reinn!!"
"Sebentar lagi kita sampai Amel..sebentar yaa..", hibur Rein sambil mengelus kepala Amel.
"A-aku tidak mau kehilangan anak ini Rein!!"
"Tidak akan Amel! Dokter pasti bisa menyelamatkannya!"
~~°~~

"-mel, Amel, sudah giliran kita"
"Oh, iya, Rein"

Lamunan Amel dibuyarkan oleh suara lembut Rein. Bau ruangan yang begitu tidak asing, suara orang-orang berbincang, dan banyak sekali pintu.

Suasana ini, mengingatkan Amel di hari ia kehilangan anak pertamanya.

Tanpa ragu-ragu, Amel dan Rein melangkah masuk ke ruang dokter.

"Hmm..hasil tes mu keluar Amel..", ujar seorang pria berjas putih yang berjalan ke arah meja.
"Ke-kenapa dok?"
"Ini sedikit susah untuk dikatakan, tapi kamu memiliki kelainan rahim, Amel"
"A-apa.."
"Akan susah untuk memiliki anak dalam kondisi seperti ini..", kata dokter sambil melepas kacamatanya dan memijat pelipisnya.

Amel menangis dalam pelukan Rein.
Tentu saja itu mengguncang mereka, sangat sangat dahsyat.

1 tahun telah berlalu sejak berita menggemparkan itu.

Rein dan Amel tidak ingin tergesa-gesa. Mereka tak ingin nyawa seorang bayi, yang bahkan belum lahir, melayang.

Tapi keinginan mereka akan kehadiran buah hati tidak menghentikan mereka sampai disini saja. Perjuangan mereka belum berakhir.

"REIN!! REIN!!"
"Haduh mengagetkan saja, ada apa Amel?", Rein yang sedang berkutat dengan pekerjaannya di ruang kerja, bergegas ke Amel.
"INI! LIHAT LAHH!!", teriak Amel semangat sambil menyodorkan alat tes kehamilan pada Rein.
"Po-positif?!"

Rein memandang wajah istrinya lekat-lekat dan memeluknya dengan erat.

Mereka berdua dipenuhi oleh kebahagian dan tangisan.

"Tuhan memberi kita kesempatan kedua Rein!"
"Terima kasih Tuhan.."

Dengan sepenuh hati, mereka menjaga kehamilan Amel. Mereka juga rajin konsultasi dengan dokter.

Tentu saja dokter menganggap ini adalah mujizat. Hal yang nyaris tak mungkin, terjadi pada Amel.

Amel dan Rein hanya berdoa pada Tuhan untuk menjaga bayi di dalam rahim Amel ini dan menjalani masa kehamilan dengan bahagia.

5 bulan mereka menunggu, akhirnya Amel dan Rein mengetahui.

Their baby is a girl.
She survives.

Tak terasa, telah berselang 10 bulan sejak berita kehamilan Amel.

"Rein, aku ingin melakukan hal yang spesial malam ini.."
"Apakah itu sayang?"
"A-aku.."
"Tidak perlu malu kok", goda Rein sambil merangkul Amel.
"A-aku tau ini aneh.."
"Katakan saja.."
"A-aku, aku ingin NASI KUNING!!"

Rein langsung melepaskan rangkulannya di Amel sangking terkejutnya.

"Sudah malam begini kamu masih ingin makan?"
"I-iya! Aku ingin makan es krim!!"
"Kamu yakin Mel?", tanya Rein sambil tertawa kecil.
"Iyaa! Lagian, aku sudah gendut kan ini!", sambil menunjukkan perut besarnya.
"Hmm baiklah, anything for my wife."
"Yeyyyy!!!", teriak Amel sambil memeluk mesra Rein.

Malam itu, setelah kenyang makan nasi kuning, Amel bermimpi aneh. Ada sesosok anak kecil, laki-laki, memeluk dirinya dari belakang.

"I ---- you"

Anak kecil itu berbisik sesuatu pada Amel, tapi tidak sampai ke telinga Amel..

"Morning my dear!", sapa Rein sambil membuka gorden di samping kasur mereka.

Mimpi itu sirna dalam sekejap. Amel pun bangun sambil mengucek-ngucek matanya.

"Hoammm..pagi Rein.."
"Sarapan yuk, aku membuat pancake untukmu!"

Tiba-tiba saja, lantai yang dipijak Amel basah.

"Uhh, Rein, air ketubanku sudah pecah! Perutku sangat sakit!!"
"Ehh?! Kita harus segera ke rumah sakit!"

Seperti flashback, Rein dengan sigap menggendong Amel.

Seperti pembalap mobil profesional, Rein memacu mobilnya dengan cepat dan hati-hati.

Pandangan Amel mulai kabur ketika Rein menggendongnya ke arah rumah sakit.

Seketika, semuanya menjadi gelap bagi Amel.

"Oaaaa"

Samar-samar, ditelinga Amel, terdengar suara tangisan bayi.

Air mata kebahagiaan, mengucur jatuh di pipi Amel.

Every life matters, even a baby in a mother's womb.

My Invisible BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang