Setelah mendengar pintu apartemennya tertutup, Dokyeom segera melepaskan rangkulannya pada wanita yang bahkan ia tidak ingat namanya. Ia langsung meninggalkan tempat tidurnya dan memilih untuk duduk di atas sofa.
“Kalian bisa tinggalkan aku.” Ucap Dokyeom pelan tanpa menatap mereka.
Tanpa protes, dua wanita itu langsung bersiap untuk pergi. Ia membutuhkan teman bicara, karena itulah ia menyewa wanita-wanita itu untuk datang ke apartemennya.
Dan yang mereka lakukan dari tadi hanyalah berbagi cerita sambil sesekali dua wanita itu menggodanya. Namun saat Miyeon datang, Dokyeom terpaksa berpura-pura mesra dengan mereka agar Miyeon segera itu pergi.
Terlalu menyakitkan melihat Miyeon di apartemennya. Apalagi setelah mendengar pernyataan cinta dari wanita itu. Dokyeom merasa dunianya seolah berputar.
“Aku harap kau mau mempercayai ucapan mantan calon istrimu tadi, Dokyeom-ssi.” Kata salah satu wanita yang membela Miyeon tadi.
“Dia benar-benar terlihat jujur dan tulus. Ia juga terlihat terluka ketika melihat kau bersama kami. Aku pikir dia benar-benar mencintaimu.” Lanjutnya.
Dokyeom hanya diam saja sambil menundukkan kepalanya. Ia juga mengabaikan wanita-wanita itu yang berpamitan padanya.
Bohong jika Dokyeom tidak terpengaruh dengan pernyataan cinta dari Miyeon. Nyatanya ungkapan cinta dari wanita itu mampu membuat jantungnya berdebar dengan kencang.
Saat melihat air mata di wajah Miyeon, Dokyeom ingin sekali mendekatinya dan menyeka air matanya. Memeluknya dengan erat seraya berkata ‘semuanya akan baik-baik saja’.
Hanya saja Dokyeom terlalu takut untuk mempercayai Miyeon lagi. Bukan hanya Miyeon, Dokyeom terlalu takut untuk mempercayai orang lain. Ia tidak mau mengalami hal yang menyakitkan seperti ini untuk kedua kalinya.
Bagaimana jika Miyeon hanya bersandiwara? Bagaimana jika Miyeon belum selesai dengan balas dendamnya? Bagaimana jika Miyeon memanfaatkannya lagi karena rasa benci wanita itu pada ayahnya?
Dokyeom mengusap wajah dan rambutnya dengan kasar. Ia tidak bisa mengabaikan rasa bersalahnya karena telah membuat Miyeon menangis. Ia ingin sekali berteriak kencang dan melupakan semua masalah yang terjadi.
——
Kangmin menuruni taksi setelah sampai di depan rumahnya. Ia menatap jam di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul satu malam. Ia tidak bisa berkonsentrasi bekerja karena rasa bersalahnya pada Miyeon. Karena telah mengacuhkan kakaknya itu selama dua hari ini.
Kangmin menghela napas dan masuk ke dalam rumahnya. Rumah dalam keadaan gelap karena hari memang sudah malam. Miyeon mungkin sudah tidur dengan lelap di kamarnya saat ini. Namun ketika Kangmin menunduk, ia terpaku melihat sandal rumah Miyeon yang berada di samping sandal rumahnya.
Jika Miyeon ada di rumah, seharusnya sandal itu berada di kamar wanita itu, kan? Kenapa sandal ini masih berada di dekat pintu rumah?
Kangmin membuka sepatunya dan menggantinya dengan sandal rumah. Ia menaruh tasnya di atas sofa dan menghampiri kamar Miyeon. Tangannya terulur untuk mengetuk pintu kamar Miyeon.
“Noona?” Panggil Kangmin dengan pelan.
Tidak ada tanggapan apapun dari dalam.
“Miyeon noona?” Kangmin mengetuk pintu semakin kuat. Masih tidak ada tanggapan apapun.
Kangmin memutuskan untuk membuka pintunya yang ternyata tidak dikunci. Tangannya meraba dinding untuk menghidupkan lampu kamar. Dan apa yang dipikirkan Kangmin memang benar. Miyeon tidak berada di rumah. Kamarnya dalam keadaan kosong.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Hurt, and Revenge [✔]
RomanceCho Miyeon berusaha dengan keras agar dapat diterima bekerja di Diamond Group. Mulai dari belajar dengan bersungguh-sungguh dari sekolah menengah hingga menerima predikat cumlaude di salah satu Universitas ternama di Korea. Semua itu Miyeon lakukan...