11. Kejujuran yang menyakitkan.

7.2K 717 70
                                    

Satu minggu kemudian..

Untuk pertama kalinya Celine lepas dari bantuan selang oksigen di hidung serta mulut. Tubuhnya hanya telentang saja, tak sedikitpun bicara, bahkan sejak dua hari lalu dirinya tak selemah kala baru kekuar dari ruang ICU.

"Makan, kakak sayang. Atau kakak ga suka makanan dadi rumah sakitnya? Hmm?" Ujar Sara mengusap lembut pada lengan anaknya.

"Kakak nungguin papih? Papih ada rapat penting. Tadi sebelumnya papih ada disini, baru aja setengah jam pergi dari sini."

Tak sedikitpun Celine berminat menggubris ucapan lembut nan penuh kasih sayang itu. Kepercayaannya terhadap Sara turun drastis.

Sara dengan sabar merayu, namun tetap saja hasilnya nihil. Biasanya Celine sudah tiba-tiba saja disuapi oleh Fira atau suster kala Sara mandi di pagi hari, itu membuat Sara sedih. Sara merasa bingung kenapa anaknya selalu makan kala tak ada dirinya.

"Cepet sembuh, kakak cantik. Dedek pasti kangen sama kakak." Sara tersenyum berat, diusapnya sisi wajah dingin itu dengan lembut.

"I want to be alone."

"Ap-ap-apa?" Ucap Sara berpura-pura tak mendengar suara anaknya yang pelan juga cepat itu.

Tak ada jawaban lagi, bahkan anaknya tak sedikitpun berminat tuk menatap. Sungguh Sara sedih, Sara takut anaknya merasakan sakit di tubuh, namun menutupinya.

Sara dengan berat hati menutup pintu kamar rawat inap anaknya. Perlahan tatapannya beralih pada Wira serta Sukma yang duduk berdampingan di kursi depan kamar ini. Semuanya seolah sudah paham saja jikalau tak ada hal yang berubah dari hari kemarin.

"Aku udah hubungin Kenan. But, i think,.."

"Mending ga usah dulu, mbak. Aku ga tahu sebenernya Celine kenapa. Biar kita tunggu mas Yuda." Sara menggeleng lembut. Bukan, bukan dirinya tak sopan, justru ini demi kebaikan semua.

"Okay, it's up to you. Tapi Kenan pasti kesini, meskipun dia ga bisa masuk ke dalem." Fira menjawab dengan dewasa.

"Mamah mau ke dalem, boleh?" Ucap Sukma berjalan perlahan mendekat pada Sara. Diraihnya tangan sang menantu, tak lupa ia usap tuk menguatkan.

"Maaf, mah. Sara ga maksud larang kalian semua, tapi—."

Ibu dari Celina itu tak sanggup melanjutkan ucapannya kala nenek dari anaknya ini mengangguk begitu memahami dirinya sebagai ibu dari Celine. Keduanya lalu berpelukan hangat, menguatkan satu sama lain.

Gadis ramaja bernama Celine itu mencengkeram rambut kepalanya dengan kuat. Bayang-baya dimana sebuah fakta besar terungkap ituembuat dirinya merasa pusing, perlahan jantungnya berdenyut sakit, sangat menyakitkan.

"I'm sorry, i'm late. I don't mean to,.."

"Stop!" Sanggah Celine segera membelakangi Yuda yang datang dari arah pintu.

"Maksud papih apa? Papih anggap wanita yang ngelahirin aku itu sebagai apa? Hiks. Papih pilih wanita bernama Sara itu? Hmm?"

Yuda sontak menggeleng tak habis pikir. Apa maksud anaknya ini?

"Karena dia cantik? Iya? Dia cantik, like an angel, bahkan jarang ada yang secantik Sara! Haa?" Desis Celine tak bisa berucap terlalu lama. Suaranya jauh dari kata kencang, bahkan cenderung pelan.

My lovely sweet Celine [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang