Pesta Kembang Api

12 2 0
                                    


“Mau pergi?” tanya ibu Yiekyung ketika melihat anaknya sudah rapi di pagi hari padahal kemarin mereka masih lelah sehabis berkunjung ke Festival Lotus.

“Ada pekerjaan yang harus kuselesaikan di Pohang,” jawab Yiekyung yang sibuk merapikan penampilan yang sama sekali tidak berantakan.

“Pohang?” Sang ibu menatap anaknya dengan dahi berkerut. “Bukankah ini masih hari liburmu?”

“Eum, Jaldanyeo ogeseumnida. (Aku pergi dulu, akan kembali lagi nanti.)”

Senyum simpul terukir di wajah cantik Nyonya Song yang sudah dihiasi lipatan mata mengiringi kepergian sang putri. Sesekali ia merasa miris dengan kehidupan putrinya yang selalu terlihat begitu menggilai pekerjaan. Mereka termasuk dalam keluarga berkecukupan, tetapi kenapa Song Yiekyung bertindak  seakan mereka selalu membutuhkan dana cepat?

Itu karena Yiekyung memiliki sebuah pemikiran seperti ini, “Tidak perlu menunggu uluran tangan orang lain jika kau mampu melakukan semuanya seorang diri dan bertanggung jawab dengan apa yang sudah diputuskan.”


***


“Song Yiekyung Timjangnim ?”

“Ne? (Iya?)” Bibir merah Yiekyung membentuk senyum simpul, sedikit menundukkan kepala sebagai sapaan hormat kepada gadis berjas hitam yang juga tengah tersenyum.

“Hwijangnim  menyampaikan permintaan maaf, karena sudah membuat Song Timjang kemari di jadwal libur Anda,” ucap gadis berjas hitam dengan nada menyesal.

“Ah, tidak apa-apa. Lagi pula, ini masalah pekerjaan,” ucap Yiekyung masih menarik kedua sudut bibirnya.

“Saya akan mengantar Timjangnim ke kamar,” ucapnya sedikit membungkukkan badan dan mengulurkan tangan sebagai isyarat untuk mengikuti langkahnya. “Mungkin Hwijangnim akan sedikit terlambat karena pesawatnya mengalami delay,” lanjut sang gadis.

“Terima kasih,” ucap Yiekyung seraya mengangguk pelan setelah memasuki kamar yang akan menjadi tempatnya bermalam.

“Timjangnim bisa menghubungi saya jika ada yang diperlukan. Saya permisi.”

Song Yiekyung kembali menundukkan kepalanya sekadar membalas sikap santun yang ditunjukkan gadis berjas hitam itu kepadanya, kemudian mengedarkan pandangan untuk mengamati seisi ruangan hotel berbintang yang terletak di Pohang, Provinsi Gyeongsang.

Beberapa jam lalu, General Manager SJ Group—tempat Song Yiekyung bekerja─memerintahkannya untuk segera bertolak ke Pohang karena ada sedikit masalah yang harus diselesaikan langsung oleh Song Yiekyung yang merupakan penanggung jawab proyek. Pohang bukanlah lokasi proyek yang sedang ditangani, melainkan lokasi yang diagendakan menjadi tempat berkunjung rekan bisnis mereka.

Karena suatu alasan yang tidak dijelaskan secara rinci, mengharuskan Song Yiekyung menemui langsung sang rekan bisnis ke Pohang. Mengingat betapa pentingnya rekan bisnis saat ini, mau tidak mau, Song Yiekyung harus menemuinya di Pohang pada waktu liburannya.

Song Yiekyung melemparkan tubuhnya ke atas ranjang berukuran besar, mencoba menutup kedua mata untuk sedikit menghilangkan rasa lelah. Jika saja perjalanan bisnisnya tidak berfasilitas mewah, mungkin bibirnya sudah bergerak dengan cepat mengeluarkan sumpah serapah yang lebih terdengar seperti sebuah lagu.

Yiekyung membangkitkan tubuhnya untuk mengambil posisi duduk, jemarinya bergerak lembut mengusap layar tablet putih berukuran 10 inci. Ia mengangguk-anggukkan kepala mengerti akan isi dari tulisan dalam laporan yang tengah dibaca.

“Ah, yang benar saja!” Song Yiekyung mendengkus saat menerima surel dari sang rekan bisnis, mengentakkan kuat kakinya pada lantai putih sebelum melemparkan kembali tubuhnya ke atas ranjang dengan kasar. Sumpah serapah yang sempat tertahan kini meluncur bak air terjun yang bergemuruh, mundurnya jadwal pertemuan dengan sang rekan bisnis adalah isi dari surel yang baru saja diterima.

“Jika sibuk, kenapa memaksakan diri untuk turun langsung!” ucap Yiekyung dengan nada kesal.

Memang rekan bisnisnya kali ini sangat penting, bukan hanya karena mereka adalah Cho Corporation—salah satu perusahaan terbesar di Korea yang cukup memengaruhi kestabilan ekonomi negara. Penanggung jawab proyek kali ini dipimpin langsung oleh sang direktur utama, kasus yang jarang terjadi dalam dunia bisnis sebelumnya. Jika biasanya perusahaan akan mengirimkan manager atau ketua tim dalam sebuah proyek, Cho Corp. justru mengirimkan direktur utama mereka langsung untuk menangani proyek kali ini.

Terasa aneh memang.

-=-

Gemerlap cahaya kecil menghiasi langit malam Pohang. Bukan hanya bintang yang muncul cukup banyak malam ini, melainkan gemerlap kembang api juga ikut menghiasi langit. Pohang memang terkenal dengan keindahan pesta kembang api saat musim panas, mungkin itu alasan Song Yiekyung menyempatkan diri untuk melihat acara yang sama sekali tidak ada dalam agendanya. Tidak ada salahnya mengikuti acara tahunan di Pohang selama menunggu pergantian hari.


“Cantiknya ....” Song Yiekyung mengulum senyum simpul, matanya mulai berbinar merasa tersentuh oleh keindahan cahaya kembang api. Otaknya masih belum mengerti kenapa pemandangan menakjubkan itu bisa dihasilkan oleh benda yang bisa berbahaya bagi sebagian orang.


“Kau menyukainya?”

Song Yiekyung dengan cepat mengalihkan pandangannya kepada sosok pria berkulit putih susu yang sudah duduk di sampingnya. Ia menyipitkan mata, mencoba mengingat pria yang tengah memamerkan senyum simpul itu.

“Ah, Buyeo!” ucap Yiekyung saat otaknya berhasil memutar memori tentang pria di sampingnya. “Bagaimana bisa di sini?”

“Ilreul ttemune. (Karena masalah pekerjaan.)”

Song Yiekyung menganggukkan pelan kepalanya, ia kembali melemparkan pandangan pada langit malam yang masih dihiasi cahaya. Otaknya seakan tidak ingin berpikir lebih jauh tentang pertemuan tak terduganya dengan Hyun—hanya sebuah kebetulan, pikirnya.


Cho Hyun tersenyum, tatapan matanya tertuju kepada Song Yiekyung yang terlihat begitu tenang. Keindahan cahaya di langit malam Pohang nampaknya tidak membuat Hyun mengalihkan pandangan dari wajah Song Yiekyung. Kekehan ringan yang tertahan membuat Hyun mengalihkan pandangannya ke sisi lain, bibir merah Song Yiekyung terlihat begitu menggoda seperti buah delima yang sudah siap untuk dinikmati.

“Sudah makan malam?” tanya Hyun berusaha menyingkirkan pikiran kotor dari otaknya.

Cho Hyun memberanikan diri meraih tangan Song Yiekyung setelah gadis itu menggelengkan kepala sebagai jawaban dari pertanyaannya. Ia menuntun Song Yiekyung untuk masuk ke dalam mobil hitam miliknya tanpa memedulikan tatapan bingung yang tengah dilemparkan oleh Yiekyung.

Terlalu fokus memikirkan siapa Hyun membuat Yiekyung tidak menyadari jika Hyun mulai melajukan mobilnya. Gadis itu bahkan tidak melakukan aksi protes atas tindakan Hyun yang mungkin kurang sopan.

“Apa kita saling mengenal?” tanya Yiekyung.

Pandangan mata Hyun masih lurus ke jalan raya Pohang, bibirnya kembali melengkung ke atas menanggapi pertanyaan yang diajukan Song Yiekyung. Sedikit terkekeh saat ekor matanya mendapati alis yang terangkat sebelah menghiasi wajah cantik Song Yiekyung, menggemaskan menurutnya.

“Kita hanya akan makan malam,” ucap Hyun.

Mobil Hyundai milik Hyun berhenti di area salah satu restoran Pohang. Yiekyung masih melemparkan tatapan penuh selidik untuk Hyun, tetapi pria Cho itu justru menaikkan kedua sudut bibirnya dan memberikan isyarat agar Song Yiekyung ikut ke luar dari dalam mobilnya.

Setelah sampai di dalam restoran, decak kagum Yiekyung terdengar saat bola mata cokelatnya mendapati pemandangan mewah Kota Pohang dari posisi duduknya saat ini, mulutnya sedikit terbuka mengagumi desain tempat yang dikunjunginya. Berbagai bentuk kerajinan dengan bahan dasar kayu, meja kaca dengan berbagai ukuran, dan kursi yang lebih menyerupai sofa membuat tempat mewah itu memiliki kesan sederhana serta romantis. Song Yiekyung baru mengetahui jika ada tempat menakjubkan seperti itu di Pohang yang dijadikan sebagai restoran.

“Mau makan apa?” tanya Hyun.

“Eh?”

Kekehan Hyun kembali terdengar saat Yiekyung mengedipkan matanya beberapa kali seperti bocah kebingungan. Gadis berbola mata cokelat itu benar-benar membuat Hyun semakin jatuh hati.

Hot SummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang