Si Pria Mesum

9 0 0
                                    



Aktivitas padat pada pagi hari mulai terlihat di Seoul yang merupakan ibu kota Korea. Halte bus, stasiun bawah tanah, dan alat transportasi lainnya tetap beroperasi seperti biasa. Orang-orang kembali melakukan kegiatan harian mereka dengan penuh semangat seterik matahari musim panas, tetapi ada juga yang merasa tidak semangat karena waktu liburan yang dirasa cukup singkat.

“O, Song! Aku pikir kau mendapatkan jatah liburan lebih panjang karena masalah kemarin,” ucap gadis berkemeja merah muda di depannya.

“Aku juga mengharapkannya,” ucap Song Yiekyung dengan nada lesu penuh harap.

Song Yiekyung meletakkan pelan tas selempang berwarna abu-abu di atas meja, menarik kursi putar berwarna hitam, dan mengambil posisi duduk. Tangannya bergerak meraih tumpukan map dengan warna berbeda yang sudah tersusun rapi kemudian ia menganggukkan pelan kepalanya saat tidak menemukan kesalahan dalam laporan yang tengah dibaca.

“Timjangnim, bukankah sore nanti ada jadwal kunjungan lapangan?” tanya Lee Taeri.

Song Yiekyung menyandarkan kasar tubuhnya pada punggung kursi putar. “Kunjungan lapangan di hari pertama masuk kerja dan pada musim panas? Aku benar-benar tidak menyukainya,” ucap Yiekyung mengeluh sambil memainkan kursi putar.

“Kau bisa mengantikanku, ‘kan, Lee Taeri Daerinim ?” tanya Yiekyung dengan mata berbinar penuh harap.

“Ei, Timjangnim.”

“Kau bisa meminta bantuan pada Cha-Daeri jika memang tidak bisa sendiri,” usul Yiekyung.

“Kenapa aku? Itu tanggung jawabmu, Song Yiekyung Timjangnim!” seru Cha Hyerim menolak ide yang diberikan Yiekyung.

Song Yiekyung mendengkus lalu melemparkan tatapan tajam pada salah satu asistennya yang baru saja menolak perintah. “Itu juga bagian dari pekerjaanmu, Cha Hyerim Daerinim. Apa salahnya sedikit membantuku!”

Cha Hyerim hanya mengangkat kedua pundaknya, dia sama sekali tidak merasa terintimidasi dengan nada bicara dan tatapan tajam Song Yiekyung saat ini. “Minta Yoon-Daeri saja! Lagi pula, ini minggu terakhirnya bekerja,” ucap Hyerim mencoba memberikan saran pada sang atasan.

“Karena ini adalah minggu terakhirku, aku ingin sedikit bersantai. Oke,” ucap Sena ikut melakukan penolakan atas perintah yang diberikan Song Yiekyung.

“Bunbujangnim  memintaku untuk memastikan jika Timjangnim sendiri yang akan pergi,” ucap Taeri seakan memberi penegasan kepada Song Yiekyung. Bukan tidak percaya akan kemampuan diri sendiri, tetapi mereka hanya akan menolak pekerjaan yang memang seharusnya ditangani langsung oleh Song Yiekyung—ketua tim mereka.

Song Yiekyung kembali mendengkus. Dia melupakan jika ketiga rekannya adalah sekutu terkuat dalam menolak perintah, terlebih Yoon Sena dan Cha Hyerim. Kedua gadis itu sering memanfaatkan kelonggaran aturan yang diberikan Song Yiekyung kepada divisinya. Salah satunya adalah saling berbicara nonformal jika tidak ada petinggi selain Song Yiekyung, menurut Yiekyung sikap formal rekan divisinya hanya akan membuat dia semakin stres saja. Mereka juga teman baik dan satu perjuangan saat masih menjadi pegawai magang di SJ Group beberapa tahun lalu.

“Kenapa tidak katakan saja jika proyek ini sepenuhnya tugasku! Dasar pengkhianat.” Song Yiekyung melemparkan tatapan tajam pada ketiga gadis di hadapannya secara bergantian.

Yoon Sena, Lee Taeri,  dan Cha Hyerim mengangkat kedua pundak secara bersamaan diiringi kekehan dengan melakukan high five sebagai tanda keberhasilan karena sudah membuat Song Yiekyung terlihat seperti gunung merapi yang siap untuk mengeluarkan lava panas.


***


“Eii Sajangnim, jangan seperti ini!” Yiekyung berusaha memprotes orang di depannya.

“Song Timjang, lagi pula, gedung ini hanya akan berdiri tiga lantai, bukan? Seharusnya tidak masalah,” ucap sang pria yang merupakan konsultan pengawas dengan nada tenang. Selain mengawasi jalannya proyek, konsultan pengawas juga memberikan usulan, menyetujui, atau menolak usulan proyek dari kontraktor.

Song Yiekyung menghela napas sebelum kembali memfokuskan pandangan matanya pada beberapa lembaran kertas putih berukuran sedang, itu adalah cetak biru dan laporan bahan bangunan yang menjadi proyek kerja sama antara SJ Group dan juga Cho Corp.

“Cho Hyun Hwijangnim sudah memastikannya sendiri dan ia setuju menggunakan bahan itu,” ucap sang konsultan untuk memastikan keabsahan data yang tengah dibaca Song Yiekyung.

Song Yiekyung memijat pelan pelipisnya setelah nama Hyun disebut, otaknya seakan bereaksi tanpa perintah, memutar kembali memori tentang ucapan Hyun kepadanya beberapa hari lalu yang selalu membuatnya sakit kepala.

Yiekyung mengedarkan pandangan ke tanah lapang yang cukup luas di hadapannya, matanya sedikit menyipit saat sosok pria dengan kemeja biru dan celana hitam panjang tengah mendekat. Pria itu melangkah santai di bawah terik matahari bak model yang tengah berjalan di karpet merah, dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana. Kacamata hitam yang digunakannya semakin membuat pria itu benar-benar seperti idol yang melakukan peragaan busana musim panas.

Tanda tanya besar muncul dalam otak Song Yiekyung. Dia sudah memastikan sebelum mendatangi lapangan proyek jika Hyun  tidak memiliki agenda untuk megunjungi lapangan karena perjalanan bisnis lalu bagaimana mungkin pria itu ada di hadapannya saat ini?

“O, Hwijangnim. Annyeonghaseyo,” sapa ramah sang konsultan kepada Hyun saat pria itu sudah ada di hadapan mereka.

Song Yiekyung sedikit menundukkan kepala sebagai sapaan hormat kepada Hyun, matanya masih menyipit menatap curiga pada Hyun yang memasang wajah tanpa ekspresi. Apa pria itu sedang mencoba kembali mempermainkanku? batin Yiekyung bertanya.

“Apa ada masalah?” tanya Hyun.

“Tidak ada, saya sudah menjelaskan pada Song Timjangnim. Tidak perlu khawatir Hwijangnim,” jawab sang konsultan dengan senyum ramah.

Cho Hyun menganggukkan pelan kepalanya, bibirnya sedikit tertarik sebelah ujungnya mendapati ekspresi ketidaksukaan Song Yiekyung atas kehadirannya di sana.

“Kalau begitu saya permisi dulu,” pamit sang konsultan sedikit membungkukkan badan sebelum meninggalkan keduanya.

Kemudian Cho Hyun sedikit berdeham untuk memecah keheningan. “Mau berkencan?” Hyun sedikit terkekeh mendengar pertanyaan yang diajukan oleh dirinya sendiri.

Song Yiekyung melemparkan tatapan tajam kepada Hyun, memutar tubuhnya untuk mengambil langkah jauh dari Hyun karena merasa muak dengan omong kosong yang dilontarkan pria itu. Namun, langkahnya terhenti saat tangan kekar Hyun meraih lengannya, tubuhnya sedikit terhuyung ke belakang, bola mata cokelatnya sedikit melebar saat merasakan tubuhnya menyentuh dada bidang Hyun.

“Lima menit. Biarkan seperti ini lima menit saja,” pinta Hyun memeluk Yiekyung.

Song Yiekyung masih terlalu kaget hanya untuk mengeluarkan kata atas tindakan yang dilakukan Hyun. Dengan tubuh mematung, ia merasakan pelukan Hyun semakin mengerat. Mulutnya seakan terkunci saat pria Cho itu mengusap lembut punggungnya, entah apa yang dirasakan Yiekyung saat ini sehingga membuat ia berangsur-angsur menjadi tenang dalam pelukan Hyun.

Cho Hyun mendorong pelan tubuh Song Yiekyung, menatap lekat wajah cantik Yiekyung. Bulu mata lentik, hidung mancung, dan bibir merah bak delima yang selalu membuatnya tergoda, semakin membuat iblis dalam hatinya seakan mendominasi. Perlahan ia memajukan wajahnya sebelum akhirnya mendaratkan sebuah ciuman pada bibir Song Yiekyung.

Song Yiekyung membulatkan sempurna bola matanya, tatapan tajamnya kembali dilemparkan pada Hyun yang masih tersenyum.

“Akh!” Cho Hyun meringis saat bagian bawahnya secara tiba-tiba mendapat sapaan kasar dari kaki Song Yiekyung. Dia menatap tak percaya dengan tindakan balasan yang diberikan gadis itu untuknya.

“Ya!” bentak Hyun saat tubuhnya semakin nyeri dan hanya kaum pria yang tahu rasa sakit yang menyiksa itu.

“Dasar pria mesum!” hardik Yiekyung menatap penuh amarah kepada Hyun yang masih meringis.

Song Yiekyung mengambil langkah dengan hentakkan kasar untuk meninggalkan Hyun tanpa memedulikan pekikan tajam yang tengah dikeluarkan Hyun, sumpah serapahnya meluncur sempurna bak roket.

Sedangkan tubuh yang masih merasakan sakit itu tidak menghalangi bibir Hyun untuk membentuk senyum lebar penuh kemenangan karena berhasil mencium bibir Song Yiekyung. Apa itu harga yang pantas karena sudah merasakan buah delima yang seharusnya tidak boleh untuk dinikmati?

-=-

Song Yiekyung masih bergumam penuh penekanan dengan umpatan kasar yang terlontar, jemarinya mencengkeram setir mobil sebelum kakinya menginjak pedal gas untuk meninggalkan tempat proyek.

“Apa dia sudah tidak waras?” tanya Yiekyung pada diri sendiri. “Jika saja bukan orang penting, aku akan membunuhnya!” lanjutnya dengan napas menggebu.

Bola mata Yiekyung berubah merah, ia semakin mencengkeram kuat setir dengan kaki terus menginjak pedal gas membuat mobilnya melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Beruntung gadis itu ahli dalam menyetir dan kondisi jalanan sepi sehingga tindakan ugal-ugalan yang dilakukannya saat ini tidak cukup membahayakan—menurutnya.

Hot SummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang