Rekan Bisnis Yang Menyebalkan.

7 1 0
                                    


Keesokan harinya, Song Yiekyung mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kafetaria yang terletak di lantai dasar Hotel Pohang. Bola matanya melirik arloji putih yang melingkar di pergelangan tangan. Bibirnya sudah siap mengeluarkan sumpah serapah saat otaknya mulai berpikir buruk tentang keterlambatan rekan bisnisnya. Yiekyung sudah menunggu selama dua puluh menit, tetapi sang rekan bisnis belum juga menampakkan batang hidung di hadapannya.

“Maaf membuat Anda menunggu, Song Yiekyung Timjangnim.”

Mendengar suara tersebut, bola mata Song Yiekyung membulat sempurna. “Seolma? (Mungkinkah?)”

Sudut bibir Song Yiekyung terangkat sebelah, perasaannya mengatakan jika pria yang memiliki rahang tegas dengan tubuh proporsional di hadapannya saat ini tengah membodohinya. Otaknya mulai menanggapi pertemuan antara dirinya dan juga Hyun saat makan malam kemarin, juga saat pertemuannya pertama kali di Festival Lotus. Sekarang ia baru tahu jika pria itu adalah rekan bisnisnya.

“Bisa kita mulai?” tanya Hyun melemparkan senyum simpul dan mengambil posisi duduk.

Song Yiekyung menghela napas diiringi anggukan kepala sebagai jawaban pertanyaan Hyun. Jika saja pria itu bukan orang penting mungkin umpatan kasar sudah terlontar dari bibir merah Song Yiekyung.


-=-


Pandangan Hyun memang terlihat terkunci pada lembaran kertas putih yang tengah dibacanya, tetapi ekor matanya berkali-kali melirik Song Yiekyung yang juga terlihat memfokuskan pandangan pada beberapa lembar kertas yang tengah dibacanya.

Riasan tipis tak mengurangi kecantikan Song Yiekyung, dengan bibir berukuran sedang yang dipoles lipstik berwarna merah alami serta rambut cokelat panjangnya diikat menyerupai ekor kuda. Penampilan sederhana yang mampu membuat orang terpesona.

“Apa wajahku lebih menarik dari kertas itu?”

Cho Hyun tersentak saat Song Yiekyung meluruskan pandangan, mata mereka bertemu membuat Hyun dilanda rasa canggung karena malu. Hyun seperti orang yang terlihat tengah tertangkap basah melakukan tindakan yang seharusnya tidak dilakukan.

Cho Hyun berdeham dengan mengibaskan pelan kertas bacaannya untuk mengurangi kecanggungan, bibirnya yang tidak terlalu tebal terangkat sebelah salah satu sudutnya. Bagaimana mungkin Song Yiekyung bisa membuatnya salah tingkah dan penuh ketidaknyamanan seperti ini?


Song Yiekyung kembali menghela napas dan memicingkan mata kepada pria berhidung mancung yang menjadi rekan bisnisnya. “Katakan sebenarnya, apa kita saling mengenal?” tanya Yiekyung.

“Bagaimana menurutmu?” Cho Hyun berbalik mengajukan pertanyaan.
Song Yiekyung memutar paksa ingatan dalam otaknya, tetapi yang teringat lagi hanya pertemuan pertama mereka di festival. Yiekyung yakin jika mereka pernah bertemu sebelum acara festival tersebut dan percakapan nonformal yang dilakukan keduanya menguatkan dugaan karena Song Yiekyung bukan tipe orang yang akan berbicara nonformal kepada orang asing.

Namun, bagaimana mungkin ingatan dalam otaknya sama sekali tidak menampilkan wajah atau bahkan nama Hyun? Apa Song Yiekyung menderita penyakit alzheimer yang membuat sebagian ingatannya menghilang tanpa jejak dan sebab?

“Song Yiekyung, narang sagija! (Berkencanlah denganku!)”

“Apa!”

Mata Song Yiekyung kembali terbelalak sempurna, bahkan mulutnya sedikit terbuka. Kalimat yang baru saja dilontarkan Hyun benar-benar membuat pergerakan otak dan sarafnya terhenti seketika. Yiekyung ingin sekali mengeluarkan umpatan yang sudah tersusun rapi di dalam otaknya, tetapi dia sadar jika mereka masih dalam pertemuan bisnis.

“Berhenti bercanda! Mari kita bekerja, Cho Hyun Hwijangnim!”

Cho Hyun melipat kedua tangan di depan dada, mengambil posisi nyaman dalam duduknya dengan sedikit bersandar pada punggung kursi. “Neongdam aninde. (Aku sedang tidak bercanda.)”

“Wah!” Seru takjub lolos begitu saja dari bibir merah Song Yiekyung, wajah tanpa ekspresi dengan tatapan terkesan serius yang tengah ditunjukkan Hyun benar-benar membuatnya tak bisa berkata-kata.

“Kau bisa berpikir lebih dulu, aku akan menunggu.”

“Yang benar saja!”

Song Yiekyung menggigit pelan bibirnya untuk menahan kekesalan, keadaan seperti ini tidak bisa dibiarkan berlanjut lebih lama. Tangan Yiekyung kembali meraih kertas yang sempat dibacanya beberapa detik lalu dan memberikan coretan tinta merah pada kertas putih itu.

“Kurasa, kita tidak akan bisa melanjutkan pekerjaan ini,” ucap Hyun. Ia melepaskan lipatan tangannya dengan tatapan yang masih tertuju kepada Yiekyung. “Apa sebaiknya kita pergi berkencan?” Jemari Hyun saling bertautan menunggu jawaban Song Yiekyung untuk ide yang baru saja didapatkannya.

Song Yiekyung mengepalkan kuat tangannya diiringi menutup kedua mata untuk tidak meledakkan amarah yang sudah mencapai ubun-ubun. “Saya sudah menandai bagian yang perlu diperbaiki, untuk selebihnya Anda bisa menghubungi Park Sajang  sebagai ketua proyek di lapangan,” jelas Yiekyung.

Tangan Yiekyung bergerak cepat memasukkan notebook putih dan beberapa dokumen lainnya ke dalam tas jinjing berwarna hitam. Yang harus dia lakukan saat ini adalah pergi dari hadapan Hyun secepatnya sebelum dia benar-benar hilang kendali dan mengumpat, bahkan mungkin melakukan kekerasan kepada Hyun yang merupakan orang penting dalam bisnisnya.

“Kau belum makan siang, Nona,” ucap Hyun meraih pergelangan tangan Yiekyung untuk menghentikan langkah kaki yang akan diambil gadis Song.

Song Yiekyung melemparkan senyum penuh paksaan. “Terima kasih atas perhatian Anda, tetapi saya tidak bernafsu makan saat ini. Permisi,” ucap Yiekyung menepis pelan tangan kekar Hyun dari lengannya dan kembali melanjutkan langkah meninggalkan lelaki itu.

Sebelah sudut bibir Hyun kembali terangkat dengan pandangan masih tertuju pada punggung Song Yiekyung yang semakin menjauh. Hyun baru mengetahui jika sikap angkuh yang dimiliki Song Yiekyung termasuk dalam daya tarik yang dimiliki oleh gadis berbola mata cokelat itu.


***


“Ah, benar-benar menyebalkan!”

Song Yiekyung melemparkan tas jinjing ke atas ranjang kamar hotelnya, menatap tajam penuh amarah pada pintu kamar yang baru saja ditutupnya dengan sangat kasar.

“Aish!” umpat Yiekyung menarik kasar ikat rambutnya untuk menguraikan rambut cokelat panjangnya kemudian ia mengalihkan pandangan mendengar nada dering ponselnya.


Ije wahonjamariya
Neon jeongmal michil deut saranghaewaddago
Naman meonjo sijakhaeso mianhandago

Masih dengan ekspresi kesal, tangan Yiekyung merogoh kasar kantong jas merah yang dipakainya, lalu mengatur napas sebelum menyentuh tombol terima untuk panggilan masuk dari ponselnya. “Iya, saya Song Yiekyung.”

“Song Timjang, apa kau sudah menyelesaikan masalah dengan Cho Hwijangnim?”

“Belum sepenuhnya, tetapi saya sudah memberikan perubahan yang harus dilakukan untuk lapangan,” jawab Yiekyung kepada sang penelepon.

“Baiklah, aku percayakan hal ini padamu. Terima kasih untuk kerja kerasnya, sampai jumpa di kantor lusa nanti.”


Menghela napas kembali dilakukan oleh Song Yiekyung, ia melemparkan kasar ponsel miliknya yang sudah mati ke atas ranjang diikuti tubuhnya sendiri. Ia memaksakan kedua matanya untuk tertutup, mencoba mendapatkan ketenangan.


“Cho Hyun,” gumam Yiekyung dengan mata tertutup, mencoba kembali menggerakkan memori dalam otaknya. “Cho Hyun, apa aku benar-benar mengenalnya?” tanya Yiekyung kepada diri sendiri.

“Ah,molla! (Ah, tidak tahu!)”

Song Yiekyung mengentakkan kasar kedua tangannya pada kasur empuk yang tengah ditempati, mencoba mengingat siapa Hyun hanya membuatnya semakin kesal.


 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Hot SummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang