6. routinity

106 30 0
                                    

Apakah angka 96 yang didapat dengan susah payah hanya pantas berakhir di tempat sampah?

Merenung di depan tempat pembuangan dekat taman sekolah, bukanlah Yorim sama sekali. Itu terlihat seperti ia akan memulung. Namun, Kim Yonghee berhasil membuatnya terlihat sebagai orang yang dibuang. Yorim menyesal mempercayai penglihatannya. Senyum teduh Yonghee, semua adalah tipuan.

Kertas dengan hasil matematika nyaris sempurna sudah berubah bentuk menjadi bulatan. Siap dilayangkan bersama limbah lainnya sebelum sebuah tangan mencegah.

"Kertas apa? Kau tampak ragu. Kalau masih berharga, simpan saja." Seunghun tersenyum lebar saat Yorim menoleh. Diraihnya gumpalan kertas itu kala sang pemilik masih terdiam.

Terpampang angka fantastis saat Seunghun membongkar kertas lusuh itu. Ia menganga takjub. Ditariknya segera gadis itu menuju kursi terdekat di bawah pohon.
"Soal olimpiade tahun lalu? Yorim, kau mau ikut olimpiade?"

Yorim tersenyum menatap kakak kelas yang entah mengapa peduli padanya sejak tadi malam. "Tidak, Kak. Skor Kak Yonghee lebih tinggi dariku. Dia hebat, bukan?"

Gadis itu bohong. Ia hanya berpura-pura takjub dan tertawa riang. Seunghun merasa perih hatinya manakala kilat manik di sana hanya terdapat kekosongan. Tanpa sadar, ia tergerak mengusak surai legam kepunyaan Yorim.

"Tak ada yang tidak menyukai ini, kan?"

Yorim mengamati telapak tangan Seunghun yang tiba-tiba sudah menyodorkan susu pisang. Hati lemahnya menghangat tanpa Yorim sempat jaga.


༚✧───✺────✧༚

Ia menyimpan sebuah fakta. Teman-teman instannya baik—kalau Yorim menuruti permintaan mereka. Selalu ada yang membawakan sandwich, susu pisang, atau makanan lain. Apakah itu suatu bentuk bayaran?

Kwon Sena merangsek ke tempat duduk kosong di samping Yorim. Gadis cantik dengan mata bulat berbinar itu tersenyum manis—ceria sekali. "Yorim, pelajaran matematika aku duduk di sini, ya?"

Belum sempat Yorim menjawab, pemilik nama Kwon Sena yang sedang mengecek notifikasi di ponsel, sudah ditarik tangannya dengan tidak sabar. "Aish, Shilim sebentar ... Yorim, aku titip ponsel dan barang-barang. Shilim rewel sekali, datang bulan tak bawa pembalut."

Dua gadis itu berlalu. Dentingan notifikasi beruntun di ponsel Sena membuat Yorim nekat berlaku tak sopan. Pesan Kakao dari ID aneh penyebabnya. Ia terkejut mendapati kiriman foto yang tak lazim.

Apakah Yorim dipaksa berinisiatif?

Entahlah, namun pada akhirnya, ia merekam momen aneh tersebut di ponselnya. Foto-foto aneh di ponsel Sena.

Pada susu pisang pemberian di atas meja, Yorim merasa terluka.


༚✧───✺────✧༚


Rutinitas. Bisakah ia menyebut itu sebagai toxic?

Dominasi rasa lelah, sakit, dan segala hal lain yang disimpan sendiri, terlalu banyak disebabkan oleh satu kata yang disebut rutinitas. Yorim tidak lagi bodoh. Lagi dan lagi, setiap hari, ramai yang menghubungi hanya untuk meminta jawaban atas tugas mereka. Malam ini pun begitu. Yorim merasa rendah, karena pondasi pertemanan yang menyedihkan.

kwon.sena
|📷 Foto
|Yorim, aku tidak tahu kau dekat dengan Kim Seunghun?

Yorim percaya dengan prasangkanya kali ini. Rasa takut yang menjalar tiba-tiba kala membaca pesan dari Sena, ia terima. Dengan baik hati ia mengatakan "tidak", dan malah berujung pada balasan kelewat gila.

kwon.sena
|Ah benarkah kalian tidak dekat?
|Kalau begitu aku akan membuat kalian semakin seru dan tidak canggung. ㅋㅋㅋㅋ

Setelah membaca pesan terakhir, ia kelimpungan lagi. Yorim merasa diperhatikan dari suatu sudut kamar, entah apa, dan entah benar ada atau tidak. Dengan tergesa ia berlari ke luar, mencari tempat aman. Pandangannya mengabur, seperti ada beberapa bayangan hitam yang sedang mengejar. Nahas, Yorim tergelincir anak tangga. Tubuhnya terpelanting hingga mencapai anak tangga terbawah. Tulang pipinya terasa perih.

Sebelum kedua netranya memejam, ia teringat foto yang dikirimkan oleh Sena.

Foto dirinya dengan Seunghun di taman sekolah.




一一੭ु

manusia menggila
pada fatamorgana

一一੭ु

e x f i l t r a t e  [一kim yonghee ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang