EMPAT PULUH TUJUH

28.2K 1.6K 261
                                    

DIEM DIEM BAE. VOTE NAPA. UDAH ADA 48 PART NIH MASIH AJA PELIT NGEVOTE :( KOMENIN JUGA DONG BIAR AKU BISA TERHIBUR DENGAN SUARA GETARAN NOTIFIKASI WKWKWKW
😂 CAPSLOCK JEBOL NIH! 😂

PADA KANGEN GA SIH SAMA AKU?
😚😚
**

AKU UDAH BILANG KEMARIN KALAU AKU LAGI KETETERAN JADI GAK ADA DOUBLE UP YA, CHINGU WKWKWK.

❤NANTI AJA KALO AKU UDAH ADA WAKTU LUANG❤

Tahan dulu rasa gregetannya ya..
Malam ini aku kasih petunjuk, deh. Biar kalian gak mikir kemana-mana. Kasian juga beban idup udah membludak masa iya disuruh mikir juga di lapak ini 😅

Wokeh

'saatnya bilang'
|||
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Happy Reading
And
Stay with until the end
💖
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

~~

Berapa kali kamu pernah dikhianati oleh orang yang kamu percaya?

Ini sudah kali ke tiga setelah Felly dan Radit. Rasanya masih sama. Menyakitkan. Seolah hidupku berputar pada orang-orang yang sama saja. Bahkan ketika kita tidak tahu apa yang salah dari dalam diri. Siapa bilang orang-orang yang dijauhi itu pernah berbuat salah?

Kalau memang seperti itu. Bukankah tandanya aku pernah berbuat salah? Aku bahkan gak pernah tahu apa kesalahanku sampai bisa ada di titik ini. Terlalu baik bukan kesalahan.

Olivia bergeming. Ia terpaku di depan pintu gerbang sekolahnya setelah diantar ayah. Motor bebek usang milik ayah sudah kembali melesat membelah jalanan, tapi tubuh mungil itu enggan melangkah masuk. Ada sosok yang menghalangi langkahnya. Devano, laki-laki itu berdiri di sana dengan wajah dinginnya. Menunggu Olivia sejak tiga puluh menit yang lalu.

Dalam jarak dua meter mereka saling berpandangan. Wajah sembab Olivia beradu dengan wajah dingin Devano. Menciptakan suasana yang benar-benar mencekam. Matahari bersinar terang, tapi keduanya meredup. Hujan tak kasar mata terasa menghunjam bumi di tengah sinar matahari yang benderang.

“Aku gak mau bicara sama kamu, Dev.” Suara Olivia tampak bergetar. Ia menahan rasa sakit di hatinya yang entah kenapa begitu terasa nyata.

Secara logika, Olivia harusnya tidak boleh merasa sesakit ini. Pertama, Devano bukan siapa-siapa. Dia hanya laki-laki asing yang tiba-tiba masuk ke dalam hidupnya. Kedua, mereka tidak saling mencintai. Rasa yang tidak ada itu harusnya menjadikan semuanya lebih mudah. Ketiga, Olivia sejak dulu ingin Devano pergi dari hidupnya. Lantas, kenapa ketika laki-laki itu benar harus pergi, ia malah marah?

Apa hatinya sudah berbalik arah?

“Jelaskan dulu maksudnya apa?”

Devano tidak mau beranjak dari ambang pintu gerbang. Ia tidak sejengkalpun memberi celah pada Olivia untuk masuk ke sekolah. Beberapa pasang mata siswa yang baru tiba di sekolah menatap mereka berdua. Dalam tatapan-tatapan ketus itu mereka mengumpat dalam hati, drama macam apa lagi ini?

Sebagai sosok yang dikenal dingin dan pintar Devano memang tidak pernah terlibat pertikaian sampai berlarut-larut seperti ini. Devano yang dulu adalah dia yang suka membawa kabur musuhnya lantas keesokan harinya musuh itu pindah sekolah, menghilang seolah ditelan bumi. Baru kali ini ia terlibat pertikaian yang berkepenjangan dan tidak jelas duduk perkaranya. Hanya gara-gara perempuan bernama Olivia Handani. Harga diri Devano sudah turun lima puluh persen sejak memutuskan untuk masuk ke dalam kehidupan perempuan itu.

PARAPHILIA (SUDAH TERBIT ❤)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang