TUJUH PULUH SEMBILAN

34.7K 1.3K 700
                                    

Gombalan kemarin langsung dibuat sama Dedev yaa..
😊😊
Udah mesem-mesem kan digombalin, eh.. ujungnya gak enak 😭

Btw, tanggal 26 Agustus emang si doi ultah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Btw, tanggal 26 Agustus emang si doi ultah. Tadinya di naskah cuma mau merayakan tahun baru, berhubung primadona kita ulang tahun, jadi aku selipkan saja 😂 ngaco dikit yaa ultah 26 agustus jadi 1 januari.

~~
Happy reading
And
Stay with me until the end
~~

.

.

Langit sudah mulai terang ketika Olivia pulang ke rumah. Tubuh yang masih terbalut gaun itu turun dari mobil dan melambai pada Devano. Laki-laki itu memutar balik mobilnya dan pulang. Malam yang terasa panjang dan menyenangkan.

Setelah merayakan ulang tahun di atas puncak batu besar mereka banyak berbincang dan tidur bersama di dalam mobil lantas memutuskan untuk pulang pada dini hari. Olivia bahkan tidak lagi peduli pada amarah ibu yang bisa saja memuncak ketika tahu anak gadisnya tidak pulang selama dua hari. Tapi pagi itu, ketika matahari menyorot jendela kamar Olivia dengan cahaya yang begitu hangat Olivia melihat ibu ada di kamarnya.

"Ibu?"

Selama hidup dengan ibu Olivia tidak pernah mendapati ibu menggeledah kamarnya, apalagi menyentuh barang-barang Olivia yang bersifat pribadi. Meskipun telah di angkat menjadi seorang anak, Olivia juga punya privasi yang harusnya berhak ia simpan sendiri. Hubungan mereka tidak akan pernah bisa seterbuka Olivia dengan mamanya. Dan, sejak dulu Olivia membatasi itu. Ada dinding yang ia bangun untuk menjadi pembatas antara ibu dan Olivia, berisi rahasia-rahasia yang harusnya tetap tersembunyi.

"Ibu kenapa masuk kamar aku? Dan ini apa maksudnya?"

Tatapan Olivia tertuju pada dua buah koper yang berdiri di samping ranjang Olivia. Meja belajarnya yang selalu berantakan dengan buku dan alat tulis yang berserakan kini kosong melompong, berpindah pada sebuah tas jinjing besar yang disandarkan di samping koper. Ibu yang tengah terduduk di atas ranjang menggenggam erat sesuatu yang selama ini Olivia simpan sebagai kenang-kenangan.

Memang, perempuan itu terlalu bodoh untuk menyimpan benda itu. Tapi, hanya itu yang Olivia punya untuk mengingat pernah ada seonggok daging di dalam perutnya tanpa pernah sempat diberi nyawa.

"Bu-"

Suara Olivia tercekat. Tubuhnya merosot ke lantai, bersimpuh di hadapan ibu yang kini menatapnya dengan sorot mata lelah sekaligus nanar.

"Ibu tadinya ingin mempertahankan kamu jadi anak ibu, Olivia. Ibu ingin melindungi kamu dari Hasan, tapi ternyata kamu sudah mengecewakan ibu. Dengan siapa kamu melakukannya? Devano?"

"Bu, enggak. Bukan seperti yang ibu kira. Biar Olivia jelaskan dulu, ya?"

Ibu menggeleng. Tangannya yang keriput menggapai telapak tangan Olivia dan menyimpan sebuah testpack dengan hasil positif di tangan mungil itu lantas bangkit berdiri seraya berkata, "Hasan akan menjemput kamu sebentar lagi. Mulai hari ini kamu resmi jadi anak mereka. Ibu sama ayah gak mau punya anak seperti kamu."

PARAPHILIA (SUDAH TERBIT ❤)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang