6.Lingkungan Baru

12 3 0
                                    


Bandung, 13 Juli 2018

Sudah satu bulan lebih Sheila dan keluarganya menetap di Bandung. Ia juga sudah mengurus kepindahannya di sekolah yang baru. Dan tepat pada hari ini, ia akan menjadi siswi baru di SMAN 1 Kota Bandung.

Sejujurnya ia rindu pada teman-temannya di Jakarta. Namun, jika ia lebih memilih menetap di Jakarta dibanding ikut dengan keluarganya di Bandung, itu akan membuatnya menangis terus tanpa henti setiap malam.

Sheila menatap dirinya dalam pantulan cermin. Ia sedang memoles bibirnya dengan liptint –tidak tebal, yang penting bibirnya terlihat merah muda.

“Gue baru sadar kalo gue cantik,” pujinya pada diri sendiri.

Setelah dirasa sudah selesai berdandan, gadis itu mengambil tasnya dan melangkah keluar kamar. Ia menuruni anak tangga satu persatu. Dilihatnya Ayah Sheila yaitu Pandhu dan Mawar sudah berada di meja makan.

“Nak, sini sayang. Kita sarapan bareng,” ucap Mawar.

Sheila mengangguk antusias dan menarik kursi untuk ikut sarapan bersama keluarganya.

-oOo-

“Shei, nanti pulangnya naik ojol gapapa, kan?” tanya Pandhu setelah menepikan mobilnya di dekat gerbang sekolah putrinya.

“Iya, Pa. Gak apa- apa kok,” jawab Sheila seraya tersenyum. Gadis itu kemudian mencium punggung tangan Pandhu dan segera turun dai mobil, “Sheila sekolah dulu ya, Pa.”

“Iya, Nak. Belajar yang bener, ya.”

“Iya. Dah, Pa,” pamitnya lantas menutup pintu mobil.

Sheila memasuki halaman sekolah dengan tenang. Ia menyusuri koridor sekolah yang nampak sudah ramai.

“Eh eh, itu siapa?”
“Anak baru kali.”
“Cantik banget.”
“Ih, ada saingan gue dong.”

Bisikan-bisikan itu terdengar jelas di telinga Sheila. Semua anak kini tengah menatapnya. Dan yah, Sheila tak terlalu ambil pusing dengan hal itu. Ia tetap berjalan tanpa memedulikan ucapan orang-orang di sekitarnya. Gadis itu memilih merogoh saku sweater navy favoritnya yang ia kenakan saat ini, lalu mengeluarkan sebuah earphone putih yang sudah terhubung dengan ponselnya dan ia sumpalkan di kedua telinganya.

Gadis dengan rambut yang dikucir kuda itu menghentikan langkah tepat di depan sebuah pintu.

Ruang Kepala Sekolah.

Sheila menarik napas sejenak lalu mengetuk pintu.

“Masuk,” ucap seseorang dari dalam.

Gadis itu membuka pintu dan menutupnya kembali. Ia berjalan mendekati seorang pria paruh baya yang menjabat sebagai Kepala Sekolah di sekolah itu.

Pria itu tampaknya asyik berkutat dengan lembaran-lembaran kertas di hadapannya. Sadar ada seseorang di depannya, pria patuh baya itu mendongak menatap Sheila.

“Kamu… Sheila Rusell?” tanyanya seraya membetulkan letak kacamatanya yang tadinya turun hingga pangkal hidung.

Gadis yang ditanya itu mengangguk, “Iya, Pak.”

“Baik. Saya akan suruh seorang guru untuk mengantarkan kamu ke kelas,” ujarnya lantas menelepon seseorang.

Tak lama kemudian, seseorang mengetuk pintu dari luar dan saat pintu terbuka, muncullah seorang wanita muda berparas cantik tersenyum dan masuk ke ruangan yang tak terlalu besar itu.

Sheila membalas senyumannya kala wanita muda itu tersenyum padanya. Kemudian wanita itu menatap pria di depannya yang Sheila lihat pin di dada kirinya bernama Prawira itu.

NubeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang