Gempa.
-
LOSKI berencana untuk pulang kali ini. Semua masalah yang ia campuri bersama Awsten, ia serahkan kepada Gabe sepenuhnya.
Kondisi Jason bukan hanya sedang kritis, namun ia memang telah kritis dari sejak awal masuk ruang isolasi ini.
"Kau, berangkat kapan?" Tanya Gabe.
"Besok siang," jawab Loski.
"Terimakasih telah membantu, Mr. McCagall," Awsten menyambung.
"Hm, kuharap kakakmu, Eric, sudah berada disini saat aku kembali ke Washington,"
"Aku meragukan hal itu,"
"Dimana putrinya Jason?" Gabe celingukan sendiri.
"Ada di poli anak. Kurasa ia tidak mudah bersosialisasi, eh. Terbukti saat kami ajak bicara ia hanya diam." kata Loski.
"Mau tidak mau Eric-lah yang harus bertanggungjawab. Harus." kata Paquito penuh penekanan.
"Hm, ya. Masih ada sekitar 10 jam lagi, mau ngopi?" tawar Loski.
"Gratis, kan?!" Awsten berbinar, Loski mengangguk.
"Boleh. Tapi, aku akan membawa serta Riley."
***
"Berita dini hari. Gempa yang diperkirakan berkekuatan 2,4 SR baru saja mengguncang daratan Islandia barat. Diketahui, gempa dipicu oleh aktivitas vulkanik gunung Snæfellsjökull (baca : snifelsjoskul). Tidak ada korban jiwa dari peristiwa tersebut-"
Alan menonton tv dengan penuh rasa penasaran. Bagaimana tidak? Dirinya berada di ruang tengah sedangkan Ethan dan Caitlin sedang berdiskusi mengenai tardigrada itu tanpa dirinya. Ralat, Ethan mengusirnya. Bangkai, pikirnya. Rumah siapa, yang mengatur siapa. Tapi ada untungnya juga, Alan tidak mau ambil pusing atas mereka berdua.
"Perlu diwaspadai. Dilansir dari badan survei geologi Amerika atau USGS, gempa susulan terjadi dan mengakibatkan retakan parah disepanjang tebing tepi gunung dan berakibat longsor. Untuk lebih jelasnya kami juga belum tahu sih ya, catatan gempa berkekuatan 2,4 SR kini berubah dengan cepat menjadi 4.0 SR-"
"Perkebunan para petani buah dan sayur menjadi imbasnya. Banyak bebatuan longsor dan menghantam tanaman-tanaman yang sebentar lagi akan siap panen. Saat ini, USGS masih meneliti ada apakah gerangan dengan gunung yang sudah lama pasif ini? jeng jeng, sekian, berita dini hari. selamat tidur, yeay!" Si presenter menutup berita dengan melempar kertas naskah ke udara dengan gembira.
(just kidding, everyone.)
"Gila!" kata Alan, ia masih terjaga. Kantung matanya sudah tidak bisa dikondisikan. Bagaimana ia bisa tidur sementara ada 2 idiot dirumahnya, dan penelitiannya yang lagi-lagi menjadi wacana saja.
Alan menyeruput kopinya, terpikirkan sesuatu. "Islandia barat gempa, lagi?"
Lagi.
Sebenarnya Alan bisa saja tahu lebih dulu mengenai gempa ini jika ia berada di ruang kerjanya. Tapi dirinya sadar situasi. Perlahan, ia terlelap dalam kantuk yang luar biasa. Mengabaikan dunianya yang kacau menuju ke alam bawah sadar.
8.00 AM
"KAMPRET!"
Alan terbangun dan terduduk tiba-tiba. Ia mengucek kedua matanya yang masih sedikit merah. Ia menganati sekitar, oh, ini adalah rumahnya. Nyawanya belum terkumpul sepenuhnya.
Ia berjalan menaiki tangga dengan langkah gontai, sesekali menguap lebar dan menyandarkan kepalanya pada pegangan tangga.
"Than? Cat?" Panggil Alan dengan suara parau.
"woi," panggil Alan lagi. Butuh waktu kurang lebih 15 menit ia menaiki tangga dan sampai ke lantai dua.
Alan membuka pintu ruang kerjanya, dan hanya mendapati Caitlin tengah menggunakan laptopnya disana.
"Cat?"
"Hm. Aku pinjam laptopmu sebentar," katanya.
"HOAAAAHM, dimana Ethan?"
"Oh, dia pulang. Katanya, ia harus menjemput anak kadal? Begitu, deh!"
"Daniel," kata Alan, "kalian sudah akur? Bagaimana hasilnya?"
"Heh," Caitlin berbalik dengan memutar kursinya, "Ethan bilang, Eric mempunyai tardigrada yang ia beri dulu," jelasnya.
"Ok. Sedang apa kau? Tunggu, semalam kau tidur disini?!"
"Yep. Ethan menggunakan kamarmu. Benar-benar menyebalkan,"
"APA?!" Seketika kedua mata Alan terbuka lebar, "aku harus menyemprot disinfektan segera!"
Alan cinta kebersihan.
Di dunia ini tak ada yang melebihi rasa cintanya pada kedua orangtuanya, pengetahuan, dan kebersihan.
Pagi hari yang sangat puitis.
"Lebay," kata Caitlin, "aku sedang membuka data yang dikirim oleh BMKG, mencoba mencernanya, dan—"
"Apa apa?"
"Didit membenarkan spekulasimu. Dan parahnya, telah terjadi gempa di Indonesia, tepatnya di—Nooza—Nusa—the gala—tenggara barat," Caitlin menyipitkan matanya saat membacanya, lidahnya serasa terbelit.
"NTB? " Alan segera mengotak-atik komputernya. Benar saja, 2 kedipan merah terlihat di daratan muka Bumi, tanda terjadi bencana.
"Semalam Islandia Barat juga gempa," kata Alan, lalu ia menghadap Caitlin, "apalagi isi datanya?"
"Gempa ini berpotensi tsunami. Berkekuatan 6,1 SR."
"What?!"
"Itu bukan isi datanya. Itu berita yang disisipkan otomatis oleh web BMKG,"
"tai,"
"Didit bilang—hei, daerah mana lagi yang sedang gempa?" Tanya Caitlin saat melihat kedipan merah di komputer Alan.
"Indonesia, dan Islandia," jawab Alan.
"Satunya lagi?"
"Apa maksudmu? Dua daerah itu yang baru saja dilanda gempa sekarang,"
"Look, aku tahu itu daratan Islandia, dan itu adalah NTB. Dan kedipan merah yang satu itu—" Caitlin menunjuk kedipan merah yang baru saja dilihat oleh Alan.
"The hell, 3 gempa sekaligus?!" Alan sebenarnya merasa B saja. Tetapi kali ini ia harus dalam keadaan siaga, "gempa akibat aktivitas vulkanik juga baru saja melanda, Madagascar."
NASA
oya, di bab 'diatas triliun' itu maksud gue cuma candaan y gays. kayanya emg ga mungkin kalo 1 orang kekayaannya bisa segitu, kalo ada pun bisa jd faktor penyebab negara inflasi. but, u know this is just a story. kadang khayalan gue ketinggian, kadang ambles juga sampe palung mariana.
KAMU SEDANG MEMBACA
NASA : Tardigrada (3) | SUDAH TERBIT
Science FictionDiterbitkan oleh Erye Art, 2022 [𝗦𝗲𝗿𝗶 𝗸𝗲𝘁𝗶𝗴𝗮 '𝗡𝗔𝗦𝗔'] Ketika tim laboratorium NASA mendapat misi pencarian sebuah habitat mikro, perlahan menguak fakta mengenai hal yang selama ini mereka tidak ketahui. "You think you know, you know not...