#2

63 47 6
                                    

Sudah tiga bulan Ica bersekolah di sekolah barunya. Tidak hanya dekat dengan teman satu kelas, ia juga memiliki teman dekat di kelas lain.

Ketika lonceng istirahat berbunyi, muncul seorang anak perempuan bertubuh kecil sedang berloncat-loncat dari balik jendela, memanggil Ica. Tentu saja mengajak Ica bermain. Siapa lagi gadis kecil itu kalau bukan Ipit, adik kelas Ica, kelas 3s. Ipit terlihat sangat senang setiap bermain dengan Ica, entah mengapa ia sudah menganggap Ica seperti kakaknya sendiri.

"Kak Ica, ayok main." Ajaknya sambil terus meloncat-loncat dari bilik jendela.

Ica selalu merasa bingung mengapa Ipit tidak pernah memanggilnya lewat pintu kelas, selalu saja dari jendela. Ica yang melihat Ipit selalu bersemangat setiap harinya tidak tega untuk menolak ajakannya bermain, hal inilah yang selalu membuat mereka bermain bersama. Kecuali pada hari Kamis, hari dimana kelas 4s akan menyetor hapalan surah pendek beserta artinya yang akan diperdengarkan di mesjid. Selain itu, mereka tidak bermain bersama jika keduanya sibuk dengan urusan pelajaran masing-masing hingga tidak bisa keluar main.

"Ica main dulu ya," pamit Ica pada teman-temannya yang sedari tadi mengobrol.

Teman-teman sekelas Ica heran, mengapa Ia selalu bermain dengan anak itu. Ketika mereka bertanya kepada Ica, ia hanya menjawab karena ia senang. Lagi pula Ica selalu mendapatkan kebahagian ketika bermain bersama Ipit, ia menemukan hal baru dan rasa humornya selalu meningkat. Mereka sangat cocok dalam mengobrol, berbagi pengalaman dan pengetahuan satu sama lain. Begitulah mereka setiap harinya.

Tidak terasa, hari sudah semakin sore. Jam sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB, waktunya pulang. Seperti biasanya, Ica menelepon ibunya untuk meminta jemput. Begitu pula dengan teman-teman Ica, namun ada juga yang pulang dengan menggunakan sepeda atau bahkan berjalan kaki apabila rumah mereka tidak jauh dari MDA. Berbeda dengan teman-teman Ica yang lain, ia akan menunggu selama 1 jam setengah menanti ibu menjemput dirinya, karena urusan bisnis online di rumah. Sudah menjadi langganan ia dijemput terakhir di MDA.

Sambil berkemas untuk pulang, guru-guru yang mengelola kantin MDA segera membereskan jualan mereka. Ica duduk di depan kantin, memperhatikan keadaan sekitar. Lalu dari kejauhan tampaklah istri kepala sekolah bersama seorang gadis yang masih kecil memakai seragam MDA, Ica tebak kira-kira ia dari kelas 0 besar. Bu guru itu pun berjalan ke arah Ica.

"Zalisa, tolong main sebentar sama anak ini yaaa, dia belum dijemput orangtuanya. Ibu mau bantu beresin kantin dulu." Pintanya.

"Putri, main dulu sama kakak ini yaaa. Bentar lagi mamanya jemput kok, jangan bandel yaa," sambung bu guru.

Zalisa mengangguk, lalu ibu guru memberikan Putri padanya dan masuk ke dalam kantin. Awalnya Putri terlihat malu-malu, ia hanya menggoyangkan badannya ke kiri dan ke kanan. Kemudian ia mencoba mengajak Ica bermain tos-tosan dan juga suit. Ica yang canggung terhadap anak kecil hanya mengikut saja apa keinginannya, daripada ia menangis, batin Ica.

Permainan mereka ternyata semakin seru, Putri sesekali menari-nari di depan Ica untuk menghidupkan suasana humor di antara mereka. Apabila Ica kalah dalam permainan, Putri akan menjentik jari-jari Ica, begitu pula sebaliknya. Mereka berbagi keceriaan bersama, hingga mereka dijemput satu persatu oleh orangtua mereka dan melambaikan tangan.

**

Pada hari berikutnya, seperti biasa Ipit manggil Ica dari bilik jendela. Namun matanya tidak menemukan Ica disana, langsung saja ia menuju pintu kelas 4s, kemudian bertanya pada murid yang ada di dalam kelas tersebut.

"Kak, kak Ica mana ya?"

"Udah keluar tadi," kata salah satu dari mereka menjawab.

Ipit langsung berlari menuju lapangan bermain, dalam pikirannya menebak Ica pasti berada disana. Sesampainya disana, Ipit terpaku, ia diam sejenak tepat di tempat ia berdiri. Hatinya tiba-tiba panas, ia kesal melihat Ica bercanda tawa bersama orang lain. Seharusnya ia yang berada disana, gumamnya dalam hati. Segera ia menghampiri Ica.

"Eh kakak, kok udah disini?" Ipit bertanya pada Ica dengan wajah sumringah, mimik wajahnya tiba-tiba saja berubah.

Ica hanya cengar-cengir membalas pertanyaan Ipit dan mengajak Ipit bermain. Sebelumnya ia mengenalkan Putri terlebih dahulu kepada Ipit, lalu mereka mencoba bermain bersama-sama.

Ica tampak kewalahan bermain dengan adik-adiknya itu. Bagaimana tidak, saat Putri ingin bermain pelosotan, Ipit mau bermain kejar-kejaran. Ica yang tidak ingin mengecewakan mereka pun menyanggupi keduanya dengan bermain bergantian. Sifat Ica yang satu ini yang membuat Ipit senang sekali bermain dengannya, karena semua teman Ipit sifatnya egois, ingin menang sendiri. Sedangkan Ica sangat baik hati dan polos.

Putri mulai merengek ketika melihat Ica dan Ipit bermain kejar-kejaran. Melihat hal itu Ica langsung mendekat pada Putri dan mengelus kepalanya yang tertutupi jilbab. Ipit menjadi sangat kesal, lalu ia mengajak kakaknya itu untuk bermain suit saja. Saat sedang asik-asiknya bermain, Putri mengacau lagi, ia menarik-narik tangan Ica.

Ica melihat jam tangannya, waktu istirahat tersisah 7 menit lagi. Ia tidak ingin melihat adik-adiknya beradu mulut dan bertentangan satu sama lain lagi, jadi kali ini dia yang memutuskan akan bermain apa di sisa-sisa terakhir jam istirahat.

"Ayo main pesawat terbang, udah sepi tuh," ajak Ica pada Ipit dan Putri, karena sedari tadi pesawat tersebut penuh di naiki oleh siswa/i MDA secara bergantian.

Mereka bertiga naik ke atas dengan tangga yang sudah disediakan. Sesampainya di dalam pesawat mainan, tentu saja Ica duduk di tengah, jika tidak mereka pasti sudah berkelahi lagi. Kali ini pilihan Ica tepat, mereka bermain seolah-olah berada di atas langit menggunakan pesawat terbang sesungguhnya. Tidak ada lagi suara rengekkan maupun keluhan dari mulut mereka hingga waktu istirahat selesai.

Ting ting ting ting. Pertanda jam istirahat sudah selesai.

"Kak, udah bunyi lonceng. Ayok cepet ke kelas." Kata Ipit.

"Ipit duluan aja, kakak harus nurunin Putri dulu,"

Cih! Gumam Ipit sinis dengan suara pelan, hanya dia sendiri yang dapat mendengarnya, sambil mengarahkan bola mata dengan tatapan tajam kepada Putri. Tampak raut wajah yang begitu tidak senang, ia tidak suka Putri merepotkan kakaknya. Ipit langsung berlari pergi menuju kelas.

***Bersambung***

Kita Masih Dalam Masa PertumbuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang