#2

15 17 9
                                    

"Turun!"

Seketika jantung mereka ingin copot, mereka kira guru memergoki kelakuan mereka. Pohon ini cukup jauh dari ruang guru dan jarang sekali untuk dilewati. Tidak disangka guru akan melewatinya dan menangkao basah mereka semua.

Ketika semua melihat kepada sumber suara, mereka sedikit tenang. Syukurlah bukan guru, tetapi Saka. Jantung Sisil yang copot kali ini. Mati! Umpatnya dalam hati.

Sisil turun dengan perlahan dan hati-hati. Ia bergidik dari pandangan mata Saka. Sedangkan perempuan-perempuan IPS 4 malah kegirangan karena Saka datang.

"Ini kenapa?"

"Ini loh kak, kakak-kakak ini maksa ngambil jambu kami. Gak sopan amat." Celetuk salah satu siswi perempuan.

"Pelit amat! Tengok tuh jambu masih banyak kali, lo pada habis emang makan segitu banyaknya, selak busuk baru tau rasa." Balas Fira

"Kalian kantong plastik besar?" Tanya Saka kepada kelas IPS 4.

"Untuk apa? Mau ngambil jambu kami juga? Hah! Dasar sama aja," sinis ketua kelas IPS.

"Lo jangan sembarangan ngomong yaa," sahut Sisil, kali ini dia sudah tidak bisa menahan kalau Saka harus diperlakukan seperti itu.

"Udah Sisil." kata Saka meminta Sisil mengakhiri emosinya yang tak perlu.

"Kalian yang perempuannya boleh tolong ambilkan plastik besar?"

"Boleh-boleh kak," siswi-siswi itu langsung saja berlarian ke kelas mengambil apa yang diminta Saka. Saka pintar sekali membaca situasi.

Cih! Ucap Sisil sinis melihat kelakuan perempuan-perempuan itu.

"Nih kak, kami bawa semua biar kakak bisa milih," kata salah satu siswi dengan senyum lebar di wajahnya.

"Bagus, kita pake semuanya aja,"

"Kalian yang laki-laki tampung jambunya di bawah, ambil tuh satu-satu plastiknya," sambung Saka.

Saka memanjat pohon jambu dengan cepat, agar tidak ada yang melihat, karena sudah terlalu lama mereka berada di bawah pohon jambu itu.

"Sil, berikan kayu tadi," pinta Saka. Langsung saja Sisil memberikan kayu tersebut.

Jambu-jambu itu berjatuhan dan segera di sambut oleh plastik-plastik yang sudah siap sedia menampungnya di bawah. Mereka berteriak kegirangan, baik laki-laki maupun perempuan. Ada saja yang menyantapnya duluan.

"Woi, kok kau makan duluan sih."

"Ini kan jambu bersama, emang kenapa? Kakak itu aja gak marah," kata salah satu anak kelas IPS menunjuk Saka, dengan mulut sedikit manyun mengunyah jambu.

Semua tertawa mendengar per-cekcok-an kecil di antara kelas mereka sendiri, begitu pula dengan Sisil dan Fira. Meski kelas mereka terkenal dengan kebobrokannya, ternyata ada juga anak yang manja dan menye-menye tidak terkira.

Setelah selesai menjatuhkan jambu-jambu itu, Saka turun ke bawah. Mereka tampak senang. Namun, bukan siswa samawa (SMA N 1 Wawasan Nusa) jika tidak banyak maunya. Tentu saja mereka akan membuat rujak di sekolah, tanpa meminta izin.

"Manisnyaaa, ada juga yang masih asam. Enak banget di rujak-in," kata Sisil.

Tanpa sadar mereka semua sudah berbagi jambu itu satu sama lain, tidak lagi bertegang urat seperti tadi. Memang tepat sekali Saka dijuluki "manusia pemersatu bangsa".

"Pada mau di rujak-in?" Tanya Saka.

"Terserah kakak ajaa, gimana enaknya." Jawab salah satu siswi dengan senyum centilnya.

Kita Masih Dalam Masa PertumbuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang