Pohon Jambu Di Sekolah #1

28 21 9
                                    

Matahari terbit dari arah timur, menyongsong pagi yang amat cerah, sinarnya begitu terik disambut oleh kokok-an suara ayam pertanda hari sudah berganti dan harus bergegas dini hari.

"Sisil, bangu...n! Tengok udah jam berapa, masih aja bangkong. Telambat pergi ke sekolah," suara ibu begitu nyaring di telinga, membangunkan sisil yang tidak pernah bisa bangun sendiri.

"Iya....," Jawab Sisil. Ia bergegas mandi, bersiap-siap untuk pergi kesekolah, dan tidak lupa sarapan pagi seperti biasanya.

Sekarang Sisil sudah naik ke kelas 12, kelas 12 IPA 4 lebih tepatnya. Ia melihat ke arah teman-temannya, melamuni waktu-waktu yang telah berlalu, tanpa sadar mereka akan segera lulus dari sekolah dan melanjutkan kehidupan masing-masing.

Sisil bukan termasuk siswa/i yang teladan di sekolah, apalagi yang suka belajar di dalam kelas memangut-mangut perkataan guru, jauh sekali dari ekspetasi anak-anak yang berkaca mata pada umumnya. Kacamatanya lebih sering digunakan untuk mempertajam penglihatan dalam melakukan tindak kejahilan dan kenakalan yang selama ini ia perbuat. Namun, bukan berarti Sisil siswi yang bandel di sekolah, bisa dibilang ia hanya titisan di antara remaja yang nakal saja.

Hal yang tidak terduga dari Sisil ialah, meskipun sering tidak masuk jam pelajaran, tugas-tugasnya selalu selesai dan nilai ujiannya selalu sempurna. Kepintarannya seolah warisan turun temurun dari keluarganya yang telah mendarah daging, impian anak-anak sekolah yang malas belajar bak keajaiban bisa pintar. Namun sayang, kelakuannya menutupi kecerdasan yang ia miliki. Seharusnya hal tersebut dapat menjadi kebanggaan pihak sekolah terhadapnya. Bahkan siswa-siswi di sekolah salah kaprah dengan memandang Sisil sebelah mata. Saat di rumah, Sisil gemar membaca buku dan menonton film yang menambah wawasan serta ilmu pengetahuannya.

Sisil teringat kegiatan rutinnya bersama teman-teman sewaktu ia masih kelas 10, yaitu memetik buah cermai yang tumbuh di halaman sekolah. Pohonnya tinggi sampai ke lantai dua. Jika sudah berbuah, diam-diam mereka akan turun ke koridor lantai dua untuk menghabiskan cermai dengan sekejap mata. Tentu saja pada waktu jam pelajaran mereka melakukannya, sebab pada jam istirahat semua siswa berkeliaran termasuk guru-guru yang siap menampung mereka di ruang BK. Setelah itu mereka kembali ke kelas mereka di lantai tiga, dengan wajah polos tanpa dosa, padahal sudah melanggar peraturan tidak tertulis di sekolah.

Terdengar aneh memang, tetapi peraturan tidak tertulis di sekolah memang ada selain peraturan tertulis, seperti bersikap dan beradab. Berbeda dari sekolah lainnya, di sekolah SMA 1 Wawasan Nusa, ada peraturan tidak boleh memetik/mengambil bunga dan buah yang ada di sekolah. Lalu akan di kemanakan buah-buah itu bila sudah matang? Pikir siswa/i tersebut.

Selain sisil dan teman-temannya, banyak juga di antara murid-murid sekolah yang melanggar peraturan ini, bahkan peraturan yang lainnya. Tak heran setiap hari ada saja yang keluar masuk ruang BK, jika bukan siswa pintar pasti siswa badung.

Ohiya, fyi
Kelas 10 (kelas 1 SMA) berada di lantai 1
Kelas 11 (kelas 2 SMA) berada di lantai 2
Kelas 12 (kelas 3 SMA) berada di lantai 3

Sudah tidak terhitung kenakalan yang dilakukan oleh Sisil dan teman-temannya. Kelakuan lainnya, seperti nongkrong di kantin terlalu lama, meskipun jam pelajaran telah dimulai mereka masih saja duduk santai di kantin. Menyembunyikan barang teman, tetapi tidak sampai mengambil yaa. Main lari-lari atau berkejar-kejaran di kelas, hingga kelas terasa pengap dan dipenuhi bau tak sedap dari keringat-keringat yang bercucuran di lantai kelas. Mereka tertawa lepas saat itu.

"Sil," panggil teman sebangku Sisil sambil menepuk bahunya.

"Eh kaget gue,"

"Ada apaan sii, ngelamun ajee."

"Gapapa Pil, udah ah yuk cabut. Mumpung masih ada 5 menit lagi," cengirnya.

"Capcusssss."

Ketika mereka berdiri dari tempat duduk, seseorang menghampiri Sisil.

"Sil," panggil laki-laki berparas tampan, idaman perempuan-perempuan di sekolah. Saka Adrian, ia pacar Sisil yang juga satu kelas dengannya.

Saka memang bukan siswa yang pintar di sekolah, namun ia jago dalam pelajaran olahraga. Tidak ada yang bisa menyandingi nilai olahraganya di sekolah. Sifatnya yang cuek dan dingin seakan menambah tingkat ke-keren-an dalam dirinya. Bicaranya singkat dan hanya yang penting-penting saja.

Satu hal lagi peraturan tidak tertulis sekolah yang dilanggar Sisil, pacaran. Namun, ia tidak pernah pacaran melewati batas saat di sekolah, bahkan tidak banyak yang tahu jika mereka berpacaran. Melihat sikap Saka yang begitu cuek, siswi di sekolah menganggap Saka masing single dan banyak yang menyatakan perasaannya kepada Saka. Tetapi tidak pernah digubris.

"Mau kemana?" tanya Saka.

"Mau keluar bentar sama Pil, kamu ngapain? Bawa hp?"

"Iyaa, mau main game. Aku duduk di tempat kamu yaa,"

"Yaudah, dadah sayang." kata Sisil sambil menyentuh wajah Saka.

"Jangan lama-lama,"

"Iyaaa."

Saka memang sering membawa handphone ke sekolah, ia tahu hari-hari apa saja yang rawan dan leluasa untuk membawa hp. Namun tidak ada yang melaporkannya, sebab rata-rata anak sekolah juga membawa hp ke sekolah. Peraturan satu ini yang selalu dilanggar Saka. Ia tidak tahan bila harus termenung ketika guru tidak masuk saat jam pelajaran, lelaki itu lebih memilih main game daripada bergosip ria dengan teman-temannya demi mengisi waktu kosong. Hobi Saka hanya olahraga dan bermain game, itu saja.

Kali ini Sisil pergi ke kantin berdua saja bersama temannya yang bernama Fira. Sebelum mereka akrab, Sisil suka mengejek nama Fira dengan penyebutan anak kecil yang belum bisa berkata "r" dengan jelas, jadi dia membuat nama panggilan sendiri untuk Fira, yaitu Pil atau Pila.

Mereka tidak melewati jalan yang seharusnya atau yang sering disebut dengan "jalan keliling" oleh murid-murid, agar memperlambat tujuan mereka sampai ke kantin, sebab kantin akan sepi jika sudah bunyi bel pertanda jam pelajaran dimulai. Melewati Jalan keliling samping gedung sekolah, alhasil membuat mereka melihat pohon jambu yang sudah berbuah dan matang di halaman.

"Pil, tengok tuh!"

"Waw, keberuntungan!" Jawab Pil dengan mata berbinar.

"Ayok ke situ," mereka langsung menuju pohon tersebut.

"Gimana nih ngambilnya, kok jadi tinggi amat. Kalo manjat kotor deh baju kita."

"Entar ambil kayu dulu. Gue aja yang manjat, kan gue pake jaket, lu tampung di bawah."

"Sip."

Pohon jambu itu tepat bersebrangan dengan kelas 10 IPS 4. Yang terkenal bar-bar dan selalu antri bergantian keluar masuk ruang BK, karena sifat dan sikap degil anak SMP-nya yang masih terbawa hingga SMA.

"Woi, tengok kakak itu ngambil jambu kita," kata salah satu dari anak kelas 10 IPS 4. Kemudian mereka semua melihat ke arah jendela memandangi perbuatan Sisil dan Fira. Langsung saja mereka serbu, keluar dari kelas menuju pohon jambu.

"Woi kak, itu pohon jambu kami!" Seru salah satu dari mereka.

Sisil dan fira diam saja, karena memang ada beberapa pohon atau tanaman yang ditanam perkelas. Tidak disangka kelas 10 IPS 4 menanam pohon jambu, biasanya perkelas hanya menanam bunga atau tanaman obat saja.

"Yaelah dek, bagi napa. Sebanyak itu merah-merah masak gak diambil sih." Fira angkat bicara. Mereka semua melihat ke atas, ke arah jambu yang sudah ranum meminta untuk segera di santap.

"Enak aja, ini kan pohon jambu kami!" kata ketua kelas yang tidak bersedia membagi buah jambu itu pada siswa lain selain IPS 4.

"Aduh Pil, merah banget lagi jambunya, enak banget buat rujak," bisik Sisil yang matanya masih melihat jambu yang merah di atas pohon.

"Udah ah, males banget ngeladenin ni bocah pada. Mending gue langsung manjat aja deh." kata Sisil.

Seluruh kelas IPS ribut karena Sisil tetap memaksa mengambil jambu itu. Mereka menggoyang-goyangkan pohon agar Sisil segera turun dan menangkap jambu-jambu yang berjatuhan karena pohin tersebut goyang. Tiba-tiba datang seorang laki-laki,

"Turun!"

***Bersambung***

Kita Masih Dalam Masa PertumbuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang