9 - IT'S HIM

611 119 12
                                    

Irena menepikan mobil yang dikendarainya di depan mini market. Ia pergi keluar untuk memeriksa sesuatu yang salah dan ternyata benar bahwa ban mobilnya bocor.

Kepalanya ia tengokkan ke kanan dan kiri untuk melihat sekeliling. Jalanan tak terlalu padat, namun juga tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa pedagang kaki lima dan Irena sama sekali tidak melihat bengkel di dekat tempatnya saat ini.

Kembali masuk ke dalam mobil, segera saja Irena mengontak Viona yang kabarnya sedang ada makan malam tim.

"Tolong teleponin bengkel yang biasa kita datengin, Vi. Mobil gue bannya bocor. Gue baru sadar contact-nya nggak gue simpen di hp yang ini. Gak ada pulsa juga. Ini gue nelpon lo lewat WA." Irena membetulkan letak rambutnya yang tertiup angin.

Kebetulan sekali Irena baru saja mengganti ponselnya yang lama dengan yang baru sehingga beberapa data belum ia pindahkan.

"Gue? Sendirian. Di depan mini market kok, jadi mayan aman. Nanti gue shareloc." Irena mengetuk-ketukkan heelsnya ke aspal. Sungguh sial, pikirnya. Seharusnya Irena menuruti ayahnya untuk membawa mobil lain saat berkunjung ke Bogor dua hari lalu. Ini pasti karma.

Irena mengangguk-angguk mendengar Viona mengoceh disebrang sana. "Oke, gue tunggu. Thanks ya."

"Mobilnya kenapa, Mbak?" tanya salah seorang juru parkir dengan ramah.

"Bannya bocor, Pak. Di deket sini nggak ada bengkel ya?"

"Kebetulan jauh, Mbak. Agak susah memang di daerah sini."

"Oh gitu, makasih, Pak."

Irena memutuskan untuk kembali masuk ke dalam mobil setelah berbasa-basi dengan juru parkir. Ia pun memakai airpods di telinganya untuk mendengarkan lagu sambil menunggu Viona mengabarinya kembali.

Kegiatan menunggunya berlangsung cukup lama. Hampir setengah jam barulah sebuah ketukan di pintu kaca menyadarkan Irena yang sudah terbuai dengan ponselnya. Ada perasan lega ketika mendapati bahwa bantuan sudah datang karena jujur saja, Irena sudah sangat bosan menunggu. Ia hendak membuka pintu mobilnya namun matanya seketika memembelalak begitu melihat siapa gerangan yang ada di hadapannya.

Dengan cepat Irena turun dari mobil saat melihat atasannya itu datang. "Loh? Mas Aby? Kok ada di sini?"

Irena melirik sekilas mobil Range Rover Aby yang terparkir di samping mobilnya. Tidak ada orang di sana, yang artinya Aby datang sendirian.

Aby tersenyum menyapa. "Kebetulan bengkel yang Vio nelponin nggak ada respond. Jadi gue nawarin diri buat ke sini."

"Bukannya Vio lagi ada makan malem tim ya? Kok bisa ada lo?" tanya Irena dengan bingung.

"Udah hampir selesai kok acaranya. Kebetulan gue lagi bareng Rendra di resto yang sama. By the way, gue udah hubungin kenalan gue. Bentar lagi mereka ke sini." Aby melirik arlojinya sekilas.

"Jadi ngerepotin deh. Padahal gak perlu ke sini segala."

"Gapapa. Gue khawatir soalnya."

Irena hanya tersenyum tipis karena tak tahu harus bagaimana merespon Aby. Kemudian keduanya berada dalam keadaan canggung, Irena sendiri memilih untuk memainkan ponsel karena bingung harus melakukan apa. Aby pun melakukan hal yang sama.

"Eh, Mas. Gue ke mini market dulu ya. Lo mau nitip apa?" tanya Irena setelah selang beberapa lama keduanya kompak terdiam dan berteman dengan kecanggungan.

Aby tersadar lalu menggeleng pelan, "Nggak ada, Na." balas Aby singkat, membuat Irena segera masuk ke dalam mini market.

Kemudian Irena datang dengan satu buah es krim di tangannya. Irena sebentulnya tidak ingin beli apa-apa, ia hanya mencari pengalihan saja dari rasa canggungnya berdiri diam bersama sang atasan. Bagaimana pun juga, mereka baru saling mengenal.

Presumption Of InnoncenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang