12: Sebuah perjuangan dimulai

1.3K 98 38
                                    

Rafa mengukir senyumnya saat menemukan wajah damai Fadli yang tertidur persis di sisi kiri ranjangnya. Ia benar-benar beruntung memiliki uncle yang sangat menyayanginya dengan tulus.

Tangan Rafa kini mulai bergerak menuju kepala Fadli berada, sudah lama ia ingin sekali membalas usapan sayang sang paman padanya, dan inilah saatnya.

"Makasih ya, Uncle!" suara paraunya disertai elusan lembutnya pada ujung kepala Fadli sukses membuat Fadli sedikit bergerak dalam pejamnya.

Beberapa detik kemudian Fadli terbangun secara tiba-tiba.

"Ya Allah, Rafa! Maaf ya Uncle ketiduran. Kamu kenapa? Ada yang sakit? Apa kamu haus? Gimana pandangan kamu masih buram gak?" pertanyaan beruntun itu membuat Rafa tertawa. Sebegitu cemasnya Fadli padanya.

"Uncle, Rafa gak apa-apa kok." Rafa kembali mengulas senyum di wajah pucatnya dan meminta sang paman melepas oxygen mask yang terpasang di wajahnya.

"Tapi kamu masih harus pakai itu Rafa, nafas kamu masih agak sesak kan?" pertanyaan itu terpaksa Rafa jawab dengan anggukan kepala ragu.

Wajah sedih dan ekspresi tidak nyaman muncul bersamaan, membuat Fadli bergegas untuk bertindak.

"Uncle ganti pakai selang aja ya?" Fadli dengan sigap melepas oxygen mask itu dan menggantinya dengan nasal cannula.

"Uncle," panggil Rafa saat Fadli tengah sibuk memeriksa kondisinya.

"Hm?"

"Dokter Wahyu mana?"

"Uncle minta si Why--eh maksudnya Dokter Wahyu buat istirahat, karena pagi ini kalo kondisi kamu udah stabil kita bisa melakukan prosedur yang semalam kita bahas."

"Dokter Wahyu itu teman dekatnya Uncle ya?" Fadli mengangguk mendengar pertanyaan keponakannya.

"Iya, Dokter Wahyu itu dulu teman kuliah uncle waktu di Singapore."

"Ohiya? Wah, Rafa hampir aja lupa kalo uncle dulu kuliah di Singapore. Pasti seru banget ya bisa kuliah disana. Hm, andai aja kondisi Rafa gak seperti ini, mungkin kalian akan izinin Rafa kuliah di luar negeri." wajah sedih itu tergambar jelas di wajah Rafa, membuat Fadli mau tidak mau harus membesarkan hati Rafa.

"Dulu uncle itu disana sekalian berobat. Habis itu karena uncle udah sembuh jadi yaudah sekalian aja lanjut kuliah disana. Sebenarnya uncle lebih suka kuliah disini supaya bisa bareng sama Papa kamu, tapi--"

"Oh, hai Rafa! Sudah bangun?" sapaan itu terpaksa menghentikan kalimat Fadli.

Dokter Wahyu berjalan mendekati Rafa sambil membenarkan jas putih miliknya.

"Iya, Dok." Rafa ulas senyumnya di depan Dokter Wahyu.

"Gantian Fad, lo yang istirahat! Semaleman lo gak tidur karena jagain Rafa kan?" kalimat itu membuat Rafa mengarahkan pandangannya pada sang paman.

"Jadi uncle gak tidur semalaman karena jaga Abang? Kalo uncle sakit gimana? Abang gak mau nyusahin banyak orang cuma karena--"

"Iya iya uncle istirahat sebentar. Why, nanti kalo prosedurnya mau dimulai lo jangan sampe lupa bangunin gue, okay?" Fadli dengan cepat menghempaskan tubuhnya ke sofa yang ada di ruangan tersebut.

"Uncle kok tidurnya disitu?"

"Biar bisa tetep ngawasin kamu yang masih suka bandel!" Fadli tertawa setelahnya, detik berikutnya ia bersiap untuk memejamkan matanya.

Rafa cukup lama memandangi Fadli yang memaksakan dirinya untuk tidur, ia tahu betul pasti tidak nyaman tidur di sofa seperti itu tapi sang paman tetap berusaha untuk tidur disana.

AbyrafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang