Terpecah Belah [2]

9 1 0
                                    

Aku masuk, lalu menggantungkan jaket musim dinginku di gantungan berdiri yang terbuat dari kayu meranti. Aku meluncur ke dapur melihat apakah Xiao Wu sudah menghabiskan makanannya. Seperti dugaan gadis cilik itu lahap sekali makannya. Mungkin, sekarang aku sudah bisa memikirkan menu apa yang harus aku masak besok untuknya.

Aku membawa piring yang sudah aku siapkan untuk Wu. Aku pastikan kali ini, wanita satu itu tidak akan mengeluh lagi soal rasa masakanku.

"Shushu, mau nganterin makanan buat Jiejie ya?" tanya gadis kecil itu membuatku menoleh.

"Iya, mumpung masih hangat." Aku melanjutkan langkahku.

"Shushu, biar Xiao Wu aja yang nganter!" Ia langsung turun dari kursi, dan menghampiriku.

"Kamu kan belum selesai makannya, biar Shushu aja."

"Udah kenyang." Ia menepuk-nepuk perut kecilnya yang gembul itu,

"Jiejie lagi sibuk nanti kamu dimarahin, mau?"

Aku mencoba melangkah lagi, tapi bocah kecil ini malah menarik-narik celanaku. Aku tak bisa membiarkan ia menariknya terus-menerus, pasalnya aku pakai celana olaharaga, ia tarik lagi bisa-bisa kedodoran. Kan malu.

Aku letakkan piring yang kubawa sementara di atas meja. Lalu, memberi ia penjelasan sekali lagi. "Shushu, mau anterin ini kasihan Jiejie belum makan," rayuku sambil mencoba melepas jemarinya dari celanaku. Bukannya malah lepas ia malah memeluk tungkaiku seperti saat tadi.

"Xiao Wu, dengerin."

"NGGAK!" bentaknya.

"Ta-"

"NGGAK! NGGAK! Pokoknya Xiao Wu yang nganterin makanannya ke kamar Jiejie."

Aku menggaruk tengkuk belakangku kebingungan. Tapi, mau gimana aku udah janji sama Wu. Jangan sampai bawa dia masuk ke kamar, dan memang untuk sementara ini memang lebih baik begitu.

"Jiejie hari ini sibuk, nggak bisa diganggu."

"Xiao Wu nggak ganggu, Xiao Wu cuma pengen nganterin makanannya."

Aku mulai sedikit khawatir kalau Xiao Wu mungkin saja mulai menyadari keganjilan ini. Alasannya biasa, mungkin karena kondisi ini belum pernah terjadi sebelumnya. Aku benar-benar kehabisan cara. Tapi, aku tak mungkin membiarkannya yang membawa makanan itu ke dalam.

"Xiao Wu, Jiejie lagi nggak mau ketemu kamu," tuturku.

Tiba-tiba, dia memalingkan tubuhnya dariku melangkah menjauh. Sempat kulihat wajahnya yang merenung sedu. Aku menekan tulang air mataku yang terasa ngilu. Aku kayaknya salah bicara. Bocah itu ngambek.

Aku membuntutinya. Ia masuk ke dalam kamarnya sendiri, naik ke ruang jendela yang menjorok ke depan seperti balkon. Kemudian ia duduk sambil memeluk kakinya, menatap ke langit gelap tanpa bintang.

Aku tak bisa hanya berdiri diam di depan pintu memperhatikannya merenung seperti itu. Rasanya dadaku ini juga ikutan sesak. Aku bersidekap sambil memikirkan cara yang aman. Kayaknya emang nggak ada pilihan lain.

"Xiao Wu, Shushu masuk ya."

Ia tak merespon, masih saja termenung.

"Xiao Wu marah ya sama Shushu?"

Ia menyingkirkan tanganku yang mencoba mengusap kepalanya.

"Shushu salah, Shushu minta maaf."

"NGGAK!" erangnya menolak tanganku yang mencoba untuk menyentuhnya, lalu ia menangis.

"Shushu, kenapa kayak gitu ke Xiao Wu," rintihnya sambil tersengut-sengut.

"Shushu jahat, Shushu minta maaf sama Xiao Wu, dimaafin nggak?" pintaku memelas.

Sayangnya, hasilnya nihil. Aku jadi bingung harus bagaimana, bisa-bisa ia akan memusuhiku jika kubiarkan terus seperti ini. Jelas, aku tak mau itu terjadi.

"Yaudah, Xiao Wu yang nganterin makanannya."

"BENERAN!!" desahnya menatapku.

Aku memalingkan wajahku darinya. Matilah aku.

"Tapi, Xiao Wu jangan nangis lagi!"

Gadis itu tersenyum merekah sambil mengusap-usap air matanya. "Xiao Wu nggak nangis!"

Bocah ini kecil-kecil tapi udah licik. Cepat sekali moodnya berubah. Aku membawanya berjalan keluar kamarnya menuju kamar kakak perempuannya. Aku sekarang pasti benar-benar gila. Sudah menipu Wu, memecahkan vas bunga, dan sekarang aku membawa Xiao Wu masuk ke kamarnya.

Ya Tuhan, tolong hambamu ini yang sudah buntu duit, buntu akal pula, batinku.

Kami sudah berada di depan pintu. Aku mengentuk pintu kamar Wu sebelum masuk.

"Siapa?" teriaknya dari dalam sana.

"Hmm ... itu, anu aku mau nganter makanan," ungkapku terbata-bata.

"Aih, kau ini tinggal masuk aja!"

Aku melirik ke arah Xiao Wu dengan tangan merenyukkan kaos sweater-ku. Ia mesam-mesem melihatku balik. "Eh, itu ... Xiao Wu yang mau nganter masuk ke dalam."

Tiba-tiba saja hening. Aku bingung, tak ada jawaban apapun darinya.

"Wu!" Aku mencoba memanggilnya.

"Xiao Wu! Jiejie lagi sibuk, kamu jangan ganggu Jiejie." Tiba-tiba ia berteriak seperti itu.

Aku mau melihat entah bagaimana respon gadis kecil yang saat ini tangannya sedang kugenggam, aku hanya tak mau sweater-ku jadi melar karena ia tarik-tarik.

"Jie, aku cuma mau nganter makanan, janji nggak ganggu."

Tiba-tiba hening lagi.

"Jie!" panggilnya dengan nada sedikit berteriak. "Jiejie, udah nggak mau Xiao Wu lagi?" gumam Xiao Wu.

Dan lagi-lagi hening. Aku semakin gelisah, tak tau apa yang sedang Wu lakukan di dalam sana. Tidak mungkin ia akan bunuh diri. Yang benar saja.

"JIEJIE, PASTI UDAH NGGAK MAU AKU LAGI KAN?!" erangnya pada pintu yang tertutup rapat itu.

"IYA! JIEJIE NGGAK MAU NGELIAT KAMU LAGI!"

Xiao Wu terhenyak setelah mendengar ungkapan itu. Jangankan dia, aku saja tak menyangka kata-kata itu bisa keluar dari mulut Wu. Gadis kecil itu melepas tangannya dari genggamanku. Dia berjalan pergi dengan wajah lemas sedu sedan. Hal ini harus terjadi lagi di depan mataku.

Aku mengintilnya dari belakang. Ia masuk lagi ke dalam kamarnya, bedanya sekarang ia menutup pintunya. Tidak hanya tidak mengizinkan aku masuk, ia juga mengunci pintunya dari dalam.

"Xiao Wu!" Aku mencoba memanggilnya.

Karena tak ada balasan, aku kembali ke kamar Wu meminta penjelasan.

"Wu!" panggilku, setelah mengetuk pintu tiga kali.

Wanita ini juga tak memberikanku tanggapan. Sial! Kenapa malah jadi begini sih! Tengkukku semakin terasa gatal. Aku jadi kalang-kabut memikirkannya. Apalagi ini semua gara-gara aku yang mulai, kalau saja aku tidak membawa Xiao Wu ke kamarnya, tentu tidak akan terjadi hal semacam ini.

Bersambung ....

oOo

Hiraeth(n)

Hiraeth(n)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hiraeth(n)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang