Aku kaget ketika Wu tiba-tiba membuka pintunya dan menyuruhku masuk. Aku meletakkan piring makanan itu di meja belajar. Kemudian menarik nafas satu kali, lalu menghadapinya.
"Kau ini kenapa? Harus banget sampai bilang begitu ke Xiao Wu?!" Aku mencoba menegurnya.
"Udahlah, badanku masih nggak enak," keluhnya, lalu mencoba duduk dan menikmati makanan yang aku masak.
"Xiao Wu sekarang ada di dalam kamar, pintunya dia kunci! Kau nggak khawatir dia kenapa-kenapa?" tanyaku.
"Paling besok dia keluar lagi kalo laper," jawabnya dengan tangan yang masih sibuk menyuap nasi.
Kutatap wajahnya hingga berjarak beberapa centi saja. "Dengar! Dia itu cuman pengen ketemu kamu, alasan aja mau nganter makanan."
Wu berhenti mengunyah, lalu memuntahkan kembali ke piring. "KAU YANG DENGAR!" Ia bangkit sambil memukul meja hingga membuatku melangkah mundur.
"Karena aku tau dia mau ketemu aku, makanya aku NGGAK MAU! Kau tau virus ini reaksinya paling lambat dua minggu, dan aku udah ada gejalanya!" tegasnya dengan raut wajah yang masih pucat.
"Wu, kau itu harus bisa berpikir positif! Jangan gampang terbawa suasana!"
"Kurang positif apa aku? Kau tau aku sekarang nggak nafsu, tapi aku masih makan, karena apa?" Ia mendorong tubuhku dengan dengan telunjuknya.
"Ya, aku tau kau pengen sembuh, tapi kau nggak seharusnya bilang begitu!" Aku mencoba menasehatinya.
"Ini karena kamu NGGAK BISA DIANDELIN! Kau sudah janji sama aku buat nggak biarin dia masuk ke kamar ini, tapi KAU MALAH BAWA DIA!"
"Aku udah coba banyak cara, tapi tetep aja dia nggak mau kalo nggak dia yang nganterin makanannya," uraiku.
"Itu urusan kamu, aku cuman minta jangan biarin dia masuk ke kamar ini!"
"Kau pengen dia benci sama aku?"
"NAH, SEKARANG BIARIN DIA BENCI SAMA AKU! KELUAR!"
Ia mendorong tubuhku secara paksa keluar dari kamarnya, lalu mengunci pintunya.
"Wu, aku ...."
"PERGI!"
Bodohnya aku malah semakin memperkeruh suasana. Sepertinya kedatangan aku kemari hanya membawa sial bagi mereka. Kalo nggak ada aku, mungkin sekarang mereka baik-baik aja. Tapi, daripada mengeluh masih ada yang mesti aku lakukan sekarang.
Aku beralih ke kamar Xiao Wu, mencoba membujuknya untuk keluar. Kondisi seperti ini benar-benar membuatku gamang, membuatku mencemaskan hal yang tidak-tidak.
Aku mencari referensi di internet cara membujuk anak kecil. Pertama, karena anak kecil itu rata-rata doyan makan sesuatu, maka berilah makanan yang anak kecil itu sukai.
Otak di dalam kepalaku mulai berputar-putar menyelidiki makanan apa yang Xiao Wu suka. Aku ingat! Beringsut aku menuju gantungan jaket, mencoba mencari apa yang otakku berhasil pecahkan.
Aku menggerayah ke seluruh kantung jaket milik Wu. Mungkin saja aku bisa menemukan lolipop yang tersisa.
"Nah, dapet!"
Aku berjalan cepat kembali ke kamarnya.
"Xiao Wu nggak mau keluar nih? Yaudah kalo nggak mau Shushu makan sendiri loliponnya."
Aku mengemut satu permen lolipop itu, untuk menarik perhatiannya. Namun, Xiao Wu tak bereaksi sedikitpun. Dari hasil semua kantong yang kuperiksa tadi, total yang aku dapatkan ada lebih-kurang 10 permen.
"Shushu punya banyak nih, mmm ... enak!"
Hanya kesenyapan yang kudapat. Bodohnya kau ini, mana mungkin harga diri wanita bisa dibeli hanya dengan lolipop, batinku. Ya, walaupun ia masih kecil, tetap saja kalau sudah besar jadi "wanita".
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth(n)
قصص عامة[ Karya ini aku persembahkan untuk adik perempuanku yang sudah berpulang ] Alih-alih, cerita berawal saat aku memenuhi janji seorang perempuan bermarga Wu itu untuk mendatangi kota Wuhan--kota tempat tinggalnya. Tidak kusangka niat liburanku harus u...