Tunggu, kenapa sepedaku jadi berat begini??? Gak lucu, ini udah mau sampek...! Aku melihat jam tangan yang kupakai, aku membulatkan mataku. Kurang 5 menit lagi, aku tidak tau harus bagaimana, se-mau sampeknya aku ke sekolah kalau jalan kaki, ya jadi 15 menit sampeknya.
Haduh, gawat ini kalo aku sampek telat! Gak ada angkutan umum yang lewat lagi! Tamatlah riwayatku... aku melihat kanan dan kiri tidak ada angkutan umum sama sekali, apa mereka pada cuti bersama kali, ya? Aku segera menaruh sepedaku ke bengkel terdekat.
Sudah 1 menit terlewatkan, aku mulai mengeluarkan keringat dingin. Sesekali aku melihat jam tangan, aku sudah tidak bisa tenang, aku berdiri dan berjalan bolak-balik,
"Mas, masih lama nggak kira-kira? Soalnya 4 menit lagi saya sudah telat ini!" tanyaku pada mas-mas yang sedang melakukan sesuatu kepada ban sepedaku,
"Belum juga ketemu lubangnya mbak! Lagian ya mbak, benerin gini ini juga gak bisa cepet-cepet banget. Mendingan mbaknya cari angkutan umum aja dulu!"Jawab mas yang benerin ban sepeda biru-ku.
Nunggu angkutan umum dia kata?! Kalo ada ya, udah dari tadi aku pergi. Gimana sih, masnya ini?! Percuma debat di pagi hari gak berfaedah yang ada malah makin emosi nanti.
Aku mencari ponsel disaku rokku dan menyalakannya. Aku mencari kontak yang sekiranya bisa bantu aku, aku men-scroll kontak yang ada di ponselku dan hasilnya tidak ada satupun kontak yang bisa membantuku. Aku menepuk dahiku, karena sejujurnya aku baru ingat kalau aku hanya menyimpan nomor Zizi saja dari sekian banyak siswa disekolahanku.
Saat aku ingin menekan tombol telfon, aku berpikir sejenak "Zizi kan antar jemput pribadi, masa iya aku nanti dia suruh nunggu jemputan pribadinya yang sudah balik ke rumah Zizi dari tadi. Yang ada aku 1 jam kemudian baru sampek sekolah. Haduh... bagaimana ini?" Aku mulai bingung sendiri, aku berjalan mondar-mandir untuk mencari solusi, "Apa aku harus bolos aja, ya? Tapi gak bisa...!". Tiba-tiba,
....
Coba tebak siapa yang datang!
Sebenarnya aku juga tidak tau, karena wajahnya ditutup dengan helm fullface berkaca hitam. Jadi, mana bisa aku menebaknya. Asta? Tapi setahuku kemarin dia tidak pakai sepeda motor ini, atau Alfa? Tentu saja tidak mungkin. Lalu siapa?
"Cepetan naik! Atau mau aku tinggal disini?" suruh-nya dengan nada datar, ia membuka kaca hitam helm-nya.
Aku ragu untuk mau menerima tawarannya, kalau aku diculik bagaimana? Tapi mana ada penculik menculik anak sepertiku yang standarnya jauh berbeda dengan Zizi dan tak punyak uang berlebih pula!
"Ini sebenernya udah telat dan mendingan bolos terus cari alasan, tapi kalau dipikir-pikir memang kamu mau bolos? Kayaknya kamu anak yang gak bisa bolos sekolah. Jadi, mau aku tumpangi atau tidak? Aku bukan pangeran berkuda putih yang menyelamatkan seorang princess dan mau menunggu jawaban 'iya' darinya hanya karena dia belahan hatinya," ucapnya panjang lebar,
akhirnya aku memutuskan langsung naik ke sepeda motornya, toh dia bilang tadi gak mau menuggu jawaban 'iya'. Aku tidak peduli dengan penculik dan aku tidak peduli kalau dia Alfa ataupun Asta, masa bodo aku butuh tumpangan sekarang,
"Bagus, ternyata tanggap juga kamu. Pegangan! Nanti kamu jatuh aku yang susah," perintahnya, tapi aku tidak pegangan seperti apa yang dia perintahkan. Saat 'ia menancapkan gas, baru aku merasakan kenapa dia menyuruhku berpegangan? 'Ia tidak main-main saat mengendarai sepeda motornya,
"Kencang sekali! Percuma juga kalau aku berpegangan nanti aku jatuh juga salah dia mengendarainya dengan kecepatan tinggi, mana aku tidak pakai helm lagi! Haduh rambut ku, aku lupa tidak memakai jepit rambut biru kesayanganku. Setelah ini pasti rambutku berantakan hingga kedepan!" Rutukku dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
PHOSPHENES (RAYA'S SIDE)
Teen FictionHidup untuk akhir yang bahagia itu memang butuh perjuangan. Sebuah kebahagiaan hanya bisa diperjuangkan bukan dipaksakan. Hidup seperti sebuah puzzel yang menghilang sementara itu ternyata juga penting. -Raya- Menemukan bagian yang hilang itu, terny...