Jam kosong, jam yang tidak bisa dilewatkan untuk orang sepertiku. Aku mengambil novel dari dalam loker mejaku, dan membuka pembatasnya. Sungguh, tidak ada waktu senyaman setelah mengerjakan ujian menurutku. Aku paling tidak bisa membuang jam kosong dengan belajar untuk ujian nanti jika dihari ujian, aku akan belajar kembali saat jam istirahat datang.
Saat aku hendak membaca, tiba-tiba ada suara deretan kursi menuju ke arah samping bangkuku. Ternyata Asta yang tiba-tiba duduk disebelahku, aku melihatnya "Benar-benar anak tidak bisa ditebak," ucapku dalam hati.
Aku membaca lanjutanku kemarin membaca, tapi belum sampai aku membaca satu paragraf tiba-tiba bergantian sekarang. Murid didepanku tiba-tiba sudah tidak ada dan digantikan dengan Alfa yang menghadap ke belakang, wajahnya yang sudah condong ke arahku dengan melihat wajahku yang bingung. "Ada apa mereka ini?" tanyaku dalam hati.
Sekarang mau keluar dari sini saja tidak bisa, bangkuku sudah dikunci dari sekian sisi. Sudahlah, aku tidak peduli aku kembali mengangkat novelku dan melanjutkan membaca. Aku melirik sedikit untuk melihat apa yang mereka berdua lakukan, dan alhasil aku harus menutup bukuku dan menaruhnya kembali kedalam loker mejaku.
"Kamu mau apa?" tanyaku saat melihat Asta yang berusaha melepas salah satu love digantungan tempat pensilku yang aku beli kemarin dengan Zizi,
"..." tidak ada jawaban darinya, Alfa yang ikut melihatnya tiba-tiba mengambil alih gantungan yang ditangan Asta tadi. Giliran Alfa yang berusaha membuka gantunganku, dan akhirnya,
"Kalau aku bisa membukanya berarti aku ambil satu ya?" ucapnya
"Hah?" aku tidak paham dengan ucapannya, aku melihat satu love terlepas dari gantunganku.
"Aku ambil!" ucap Alfa sambil berdiri untuk kembali ke bangkunya,
"Tunggu!" teriakku yang membuat Alfa menoleh,
"Kembalikan!" peritahku,
"Tidak, wlekkk...!" Ejeknya tidak mau,
"Alll..." aku teriak frustasi, sepertinya tidak akan mempan jika aku menyuruhnya mengembalikannya,
"Awas saja ya kalau sampai hilang dan lusuh!!!" protesku,
"Iya-iya, Ra..." sahut Alfa.
Aku mengawasi Alfa yang membawa love tadi ia ambil, ia kembali ke bangkunya dan mengambil tasnya kemudian menggantungkannya diresleting tasnya. Setelah lega melihatnya menggantung gantunganku di tasnya, aku melihat Asta yang tiba-tiba berdiri dengan tangan yang mengepal seperti sedang menahan amarah saat melihat ke arah Alfa. Saat Asta hendak pergi menuju bangku Alfa, aku langsung menahan tangannya,
"Jangan!" cegahku pelan, tapi Asta bisa mendengarnya dengan jelas Asta kembali duduk kemudian melihatku,
"Kalau begitu berikan aku nomormu!" suruhnya dengan memberikan ponselnya dengan wajah kesal, sebenarnya ingin tertawa kalau ternyata dibalik Asta yang dingin ada Asta kecil disana.
"Baiklah," ucapku dengan tersenyum. Aku mengambil ponsel Asta dan mulai mengetikkan nomor ponselku disana.
Bel istirahat akhirnya berbunyi,
"Hmm... aku jadi tidak bisa baca novel deh..." keluhku, sambil mengambil buku mapel ujian selanjutnya.
* * * *
Kringgg... Kringg... Kringg...
Akhirnya bel pulang sekolah sudah berbunyi, aku memasukkan semua alat pensilku kedalam tas biru-ku.
BRAKK...!!!
Baru saja aku ingin keluar kelas dengan Zizi, tiba-tiba ada yang mendobrak bangku Kiki sebelahku. Aku dan Zizi seketika kaget, aku langsung melihat kea rah siapa yang mendobrak tiba-tiba. Dan ternyata dia adalah Dinda si onar nomor satu dikelas kami, tidak tahu kenapa dia tiba-tiba tertarik dengan anak-anak sepertiku sampai-sampai harus dobrak meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
PHOSPHENES (RAYA'S SIDE)
Teen FictionHidup untuk akhir yang bahagia itu memang butuh perjuangan. Sebuah kebahagiaan hanya bisa diperjuangkan bukan dipaksakan. Hidup seperti sebuah puzzel yang menghilang sementara itu ternyata juga penting. -Raya- Menemukan bagian yang hilang itu, terny...