Giyuu merasa ada yang aneh dengan Tanjirou. Tanjirou seolah sedang menjaga jarak dengannya. Walaupun masih sering pulang bersama, ia merasa hubungannya dengan Tanjirou merenggang. Bahkan tak sekali dua kali bantuannya ditolak oleh Tanjirou. Selama berbicara pun, Tanjirou tak menatap lurus pada matanya. Bahkan, berbincang saja dan bertemu pun, benar-benar singkat. Seolah dirinya tidak ada, walaupun saling berpas-pasan.
Apakah dia melakukan kesalahan? Sesuatu yang fatal terhadap Tanjirou?
Tidak! Giyuu yakin itu.
Karena selama ini dia tak pernah melakukan hal yang membuat si adik kelas kesayangan itu merasa risih.
"Tanjirou." Panggil Giyuu ketika tak sengaja bertemu dengan Tanjirou di lorong kelas, yang mana Tanjirou sedang membawa beberapa buku tebal. Kemungkinan akan dibawa ke ruang guru atau ke kelasnya.
"Ah—Giyuu-senpai."
"Biar ku bantu."
Baru saja ia melangkahkan salah satu kakinya untuk mendekat. Tanjirou menggerakkan kedua tangannya yang memegang beberapa buku tebal ke samping, kemudian menggeleng pelan. Senyuman terpancar dari parasnya.
"Tidak perlu, Giyuu-senpai. Aku bisa melakukannya sendiri." Ujarnya, "Terima kasih atas tawarannya. Sampai jumpa."
Tanjirou melewati Giyuu begitu saja. Sedangkan Giyuu sendiri terpaku di tempatnya.
Bantuannya ditolak lagi oleh Tanjirou?
Yang benar saja?!
.
.
.
.
.
.
.
"Tanjirou."
Si empu pemilik nama menoleh ke arah si pemanggil. Agatsuma Zenitsu, kawan pirangnya yang berisik dan sangat menyukai adiknya, Kamado Nezuko.
"Kenapa?" sahut Tanjirou. Masih dengan suara ramah dan hangat.
"Apa tidak apa-apa?"
Tanjirou tidak mengerti. Keningnya mengernyit. "Apanya?"
"Maksudku—Tomioka-senpai. Kau menjaga jarak dengannya, kan?" Zenitsu bertanya dengan wajah penuh selidik, "Aku tidak tahu apa yang terjadidi antara kalian. Tapi, bila diam begini. Bukannya masalah akan semakin rumit?"
Zenitsu benar. Tapi, Tanjirou sebenarnya tidak harus memulai dari mana. Ia masih terpikir ucapan Zenitsu tempo hari mengenai pemuda itu penasaran dengan apa yang terjadi di antara dirinya dan kakak kelas beriris biru tersebut.
"Tidak ada apa-apa, kok." Tanjirou menggeleng pelan dan memberi senyuman hangatnya, "Memang waktunya selalu tidak tepat untuk bertemu Giyuu-senpai."
"Jika kau ada masalah, kau bisa bercerita padaku, lho." Ujar Zenitsu.
"MONITSU! KENTAROU!" Suara Inosuke memanggil dengan keras disertai pukulan pada meja Tanjirou, membuat Tanjirou dan Zenitsu terkejut bukan main.
"GEHHHH?!" Zenitsu menatap sengit sekaligus terkejut. "Apa maumu, Inosuke?!"
Inosuke melirik pada Tanjirou, kemudian Zenitsu secara bergantian. Inosuke tidak tahu apa yang terjadi, hanya saja, ia merasa raut wajah Tanjirou tidak bersinar biasanya.
Inosuke menatap Zenitsu sengit.
"Apa yang sudah kau lakukan pada Monjiro?!"
Tanjirou yang mendengar hal itu terkejut. Apa Inosuke melihat raut wajahnya yang tidak sesemangat biasanya? Ah, mana mungkin.
"HAHHHHHHH? AKU TIDAK MELAKUKAN APA PUN!"
"KAU BOHONG!" teriak Inosuke. Kemudian salah satu kursi di dekatnya ia angkat tinggi-tinggi; bersiap melemparkan ke arah Zenitsu. Sedangkan Zenitsu yang menjadi korban langsung berlari menjauh. "RASAKAN INI KARENA MEMBUAT TENTAROU SEDIH!!!"
"AKU TIDAK BOH—AAAAA! JANGAN KEJAR AKU! SIMPAN KURSI ITU, KUSO! ITU BERBAHAYA!!!" teriaknya. "SIAPAPUN! SIAPAPUN TOLONG AKUUUUUUUUU!!!"
Zenitsu berlari mengitari kelas dengan Inosuke yang mengejar sambil mengangkat kursi.
"GAHAHAHAHA!" tawa Inosuke menggelegar di ruangan kelas karena senang.
Sedangkan Tanjirou, ia masih berada dalam lamunannya. Memikirkan apa yang Inosuke katakan padanya.
.
.
.
.
.
.
.
Giyuu duduk menyendiri di bawah pohon besar, tepatnya di belakang sekolah sambil membaca novel. Ia sudah terbiasa sendiri, selain karena sulit untuk bersosialisasi, ia juga terkadang sulit mengekspresikan apa yang dia rasakan. Angin menghembus menyejukkan wajahnya.
Salah satu halaman, di ujung atas dilipat untuk menandakan sampai mana ia membaca, kemudian menutupnya. Tak lama, mengehela nafas cukup panjang.
Giyuu masih memikirkan apa yang terjadi antara dia dan Tanjirou—tidak, lebih tepatnya pada Tanjirou.
"Tomioka-san."
Kepala Giyuu terangkat, menatap salah satu teman satu kelasnya yang paling menyebalkan. Kocho Shinobu, gadis yang menyukai serangga, bahakn sampai memeliharanya. Giyuu hanya menatap tanpa berniat membalas.
Shinobu berjongkok di hadapan Giyuu.
"Tidak biasanya kau berada di sini." Shinobu memulai percakapan, "Biasanya kau bersama Tanjirou-kun."
"Memang kenapa?"
Shinobu hanya tersenyum kesal, namun juga maklum. "Tidak, kok. Aku hanya bertanya."
Giyuu terdiam. Shinobu berpindah posisi; duduk di samping Giyuu.
"Kau bisa bercerita denganku jika ada masalah."
"Aku tidak punya masalah."
Shinobu memukul pelan pundak Giyuu dengan terkikik. Giyuu menatap sengit.
"Jangan berbohong. Inilah kenapa kau dibenci banyak orang." Ujarnya, "Aku tahu kau sedang ada masalah dengan Tanjirou-kun. Biasanya jika jam istirahat seperti ini, kau akan menghabiskan waktu dengannya di sini."
Giyuu terdiam. Benar juga.
Tidak ada salahnya dia bercerita pada Shinobu, kan?
Selanjutnya, Giyuu mulai menceritakan awal bagaimana Tanjirou mulai menjaga jarak dengannya. Setelahnya, tawa menggelitik menjadi sambutan pertama dari Shinobu. Sedangkan Giyuu menatap sengit. Seolah percuma bercerita dengan Shinobu.
Namun tanpa disadari keduanya, sepasang mata memperhatikan dengan raut kecewa. Seolah tidak rela mereka berdekatan satu sama lain.
"Entah kenapa aku tidak suka keduanya dekat." Gumamnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
MODUS [GiyuuTan: END]
RandomDemon Slayer Belongs to Koyoharu Gotouge. [ AU: TAMAT. ] Ini adalah cerita dimana Tomioka Giyuu, siswa kelas 3 yang selalu dekat dengan siswa kelas 1, Kamado Tanjirou. Ingat, hanya dekat. Tidak berpacaran. -------- [ High rank ] Rank #1 dalam cerita...