11. 다시

236 50 11
                                    

Bagian Dua belas : Lagi
-밤 A Night-



Suara air kran mendominasi ruangan. Aku terus berpacu dengan beberapa gelas dan cangkir kotor untuk membuatnya bersih kembali lalu menempatkan pada rak dan melepas sarung tangan karet yang menyelimuti kedua tanganku. Berada pada ruang serba putih ini membuatku sudah terbiasa.

krincingg...

"Eoseouseyo," aku membalikkan badan sembari menyapa pengunjung.

"Choi Sungyoon-ssi.." suara yang tidak asing, ia berjalan mendekatiku.

Manik mataku terpusat pada sosok gadis yang berdiri di depan kasir. Aku terdiam menatapnya dingin, entahlah aku sungguh kecewa karenanya.

krincingg..

"Ah Nuna, akhirnya kau sampai." kataku pada seseorang yang cukup berlari kecil dan meminta alih kasir.

"Eo, aku sedikit terlambat..." ujarnya.

"Maaf, bisakah kau menyebutkan pesananmu lagi?"

Aku mendengar perbincangan samar mereka kemudian menjauh dan duduk di tempat favorit. Membolak-balik halaman dari tumpukan kertas yang merekat menjadi satu dan menggaris bawahi kalimat penting dengan pena.

"Lama tidak berjumpa..."

Suara itu lagi-lagi terdengar. Aku memandangnya sekilas lalu melanjutkan membaca tanpa menghiraukan dirinya. Situasi ini membuatku tidak nyaman.

"Kau tidak pernah membalas pesan dariku, apa kau mengganti nomormu?" ujarnya sembari menyeret kursi di depanku lalu duduk.

Ia menatap mataku dan mengatakan "Aku merindukanmu."

Aku berpaling memusatkan pikiranku pada bacaan yang berbaris, sesekali membacanya lirih dan membuka ponsel. Tidak ada notifikasi sama sekali jadi aku meletakkannya lagi dan mulai membaca.

"Jangan membuat ini menjadi rumit..."

"Waktuku tidak banyak, jadi cepat katakan." jawabku ketus.

"Um.. apa kau sangat marah padaku?"

Pertanyaannya membuatku menghentikan pikiran dan tanganku dari buku ditanganku. Aku menatapnya dan mengeluarkan smirk.

"huh.. pertanyaan bodoh, apa kau kemari hanya untuk ini?" aku menutup buku dan meletakkan pena disela-selanya.

"Tapi, aku ha..."

"Aku bilang aku sibuk, jadi tinggalkan aku!" aku memotong dan menatapnya tajam.

"Sungyoon-ssi..."

"Baiklah, aku saja." Aku merapikan buku lalu memasukkannya dalam tas dan berjalan keluar dengan cukup cepat kemudian menghentikan langkahku.

Aku berdiri di depan kedai, membenarkan tas ransel yang bertengger di pundakku. Suara lonceng pintu kembali terdengar. Dia keluar dengan mata yang berkaca-kaca. Beberapa kali menggosokkan punggung tangan kanannya, sepertinya ia tengah menangis.

"Ada apa denganmu?" tanyaku.

"Aniya, sesuatu masuk ke dalam mataku." ia mengelak. Dia tidak handal dalam mengelabuiku.

"Jangan membuatku merasa bersalah," ujarku.

Aku berjalan menjauh dan memasukkan kedua tanganku pada saku jaket lalu mendapati sesuatu di dalamnya.

"Kau menjatuhkan ini saat pertama kali aku melihatmu..." aku menyodorkan keychain yang kutemukan saat itu.

"Ah iya, berhentilah berpikir jika kata maaf-mu akan cukup." kataku.

"Kau bisa membalasku," ia sedikit berteriak.

"hhh.. Aku tidak bodoh jadi aku tidak akan melakukan hal yang sama." aku berikir untuk meneruskan perjalanan.

"Aku mengakhirinya, taruhan itu sudah berakhir." ia memutar cup americano ditangannya.

"Untuk apa mengatakan itu sekarang?"

"Aku hanya ingin kau tahu, itu saja." lalu menunduk seperti orang yang telah melakukan kesalahan.

"Aku bahkan tidak peduli soal itu." kataku dengan memalingkan pandangan. Keadaan hening sekarang, kita hanya berdiri berhadapan dan saling menatap.

"Sungyoon-ssi, kupikir kau mendengar kalimat terakhir yang kuucapkan malam itu,"

Perkataan itu sukses membuatku berdiri mematung, seolah otakku berhenti. Aku menatap nanar langit malam. Rembulan yang menghilang dibalik awan kelabu. Aku tidak bisa berbohong pada diriku sendiri. Ya, aku mendengarnya. Mungkin, perasaan sederhana inilah yang menjadi segalanya bagiku.

"Aku harus mengatakannya sekali lagi untuk malam ini..."

"Aku... benar-benar mencintaimu, Choi Sungyoon-ssi." Ia mengatakannya dengan cukup lantang.

"Kau tahu? aku ingin menghilangkanmu dari ingatanku, ingin sekali. Jadi, aku mencoba untuk menjadi dingin dan itu tidak mudah." aku mencoba memberitahu.

"Mianhae, jebal..."

"Apa kau tidak akan memaafkanku?" ia bertanya.

"Sudahlah, aku bahkan melupakan semuanya." aku menatapnya dengan sedikit terseyum dan membenarkan tas ransel.

"Langkah kita mungkin tidak sama, tapi aku ingin berjalan di jalan ini bersamamu." ia meraih tangan kananku.

"Aku juga sangat menginginkannya..."

Aku juga meraih kedua tangannya lalu menggenggamnya. Dengan latar belakang langit dan angin malam yang menerpa beberapa pohon disekitar dan juga surai hitamku membuat semua terasa indah. Gadis didepanku juga mulai mengembangkan senyumannya.

"Tapi sekarang sudah tidak lagi." aku meneruskan kalimatku yang belum usai. Menghentikan senyuman di wajahku dan juga melepas genggaman ini.

"Geundae.. Sungyoon-ssi, kenapa? ada apa denganmu? apa kau tidak bisa memaafkanku?" ia melontarkan beberapa pertanyaan dengan ekspresi cukup terkejut.

"Hanya saja, perasaanku telah pudar." aku menjawabnya dengan wajah datar.

"Kalau saja aku tahu akan berakhir seperti ini, aku pasti akan menyimpan lebih banyak tentang hari-hari itu." ia berkata dengan mata yang berair.

"Baiklah, selamat tinggal." aku melangkah menjauh darinya dan juga tempat ini.




-밤 A Night-

Terima kasih, telah tinggal
sebagai memori di kepalaku,

Telah membiarkanku mengingatmu
tepat sebelum aku pergi tidur,

Untuk tetap berada di foto itu
dengan senyum cerah.

a night | Y Golden Child √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang