Lima belas (a)

3.9K 261 35
                                    

Devano menghembuskan nafas lega saat semua urusannya beres. Perjalananya kali ini ke negeri daun mapple itu adalah untuk menemui salah satu investor besar yang telah memutuskan untuk menetap di kota Quebec.

Sebenarnya bisa saja Devano menyuruh orang lain mwakilinya. Toh dirinya sudah cukup saling mengenal dengan investor tersebut. Tapi entah kenapa, Devano sama sekali tidak melakukan hal itu. Ia merasakan seperti ada dorongan untuk turun tangan langsung. Dan seperti yang diduga, hasil pekerjaannya tidak ada yang mengecewakan.

Kini, waktunya untuk Devano pulang. Sayangnya ketika dalam perjalanan menuju bandara, mereka terjebak badai salju yang kencang. Belum sampai di situ, pilot pesawat pribadinya mengatakan keberangkatan mereka terpaksa ditunda. Karena sangat tidak memungkinkan jika mereka tetap bersikeras untuk terbang.

Devano sebenarnya tidak masalah dengan ditundanya keberangkatan mereka. Yang jadi masalahnya sekarang adalah mereka baru saja keluar dari hotel tempat mereka menginap. Dan kini untuk kembali ke sana sudah tidak memungkinkan lagi. Badai yang sangat besar ini mengakibatkan salju menumpuk hingga membuat mereka terjebak di jalanan.

Dengan segera Dani segera keluar dari dalam mobil mencari pertolongan ke rumah para penduduk sebelum mereka mati kedinginan.

Tak lama kemudian, Dani mengetuk kaca pintu mobil.

"Pak, ayo turun. Kita telah menemukan rumah yang mau mengizinkan kita tinggal semalam. Kebetulan pula pemilik rumah tersebut adalah orang Indonesia." Beritahu Dani kepada Devano.

Mendengar hal itu Devano menjadi lega. Paling tidak mereka bisa aman malam ini.

Devano merapatkan mantelnya saat merasakan hawa dingin langsung menyerbunya begitu ia turun dari mobil. Dari tempatnya sekarang ia dapat melihat sang pemilik rumah menunggu mereka di depan pintu. Devano menyipitkan matanya untuk melihat lebih jelas lagi sosok pria yang berdiri itu. Sayangnya pandangannya terhalangi oleh derasnya salju yang turun.

Saat langkah mereka hampir sampai ke rumah, tiba-tiba degup jantung Devano berdetak sangat keras. Ia sama sekali tidak tahu apa penyebabnya. Namun enrah kenapa Devano merasa gugup dan gelisah.

Devano langsung memasang senyumnya ketika telah berada di depan sang pemilik rumah. "Terima kasih telah mengizinkan kami untuk menginpa malam ini, pak. Perkenalkan nama saya Devano." Devano menyebutkan namanya sambil mengulurkan tangannya kepada pria di depannya.

Namun Devano sedikit heran saat melihat perubahan ekpresi pria itu menjadi kaku. Setelah dapat melihat dengan jarak lebih dekat Devano merasa pernah mengenal wajah pria di depannya sekarang.

Belum sempat Devano mengajukan pertanyaannya, dirinya dikejutkan dengan kedatangan seorang wanita yang keluar dari dalam rumah.

"Siapa Arman?"

Tubuhnya berubah menjadi tegang saat melihat sosok wanita yang tetap mengisi hatinya hingga saat ini berdiri di depannya.

"Laura..." bisiknya lirih hampir tak terdengar.

***

Laura merasa cemas karena merasa Arman sudah terlalu lama di depan. Meninggalkan kedua putrinya, yang masih sibuk menghias pohon natal, Laura memutuskan untuk melihat apa yang terjadi di depan. Ia tak ingin terjadi sesuatu yang buruk terhadap suaminya itu.

Mendengar suara orang bercakap-cakap dari arah pintu depan, Laura semakin bergegas menghampiri suaminya itu.

"Siapa Arman?" Tanyanya mendekati Arman, yang sedang berdiri membelakanginya.

Langkahnya seketika terhenti saat melihat sosok seseorang yang tidak pernah dilupakannya selama lima tahun belakangan ini berdiri di depannya.

"Vano..."

Demi Tuhan, Laura tidak pernah menyangka akan kembali di pertemukan dengan orang yang paling dicintainya sekaligus sumber kesakitannya.

***





Lanjutannya ada di karyakarsa ya...

LAURA & DEVANO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang