"Mama mohon, kamu pulang ya." Elisa berkata penuh harap pada seseorang di sebrang telpon. Ia mengigit bibir, merasa gelisah. Akhir-akhir ini banyak hal yang mengganggu, membuat dirinya merasa tak aman.
"Tapi, Ma, aku 'kan udah kelas 12, tanggung kalau pindah tiba-tiba gini."
"Ini penting, Dava. Kamu harus segera tinggal di sini, mama sudah bicara sama paman kamu, dia gak masalah kamu di sini."
"Hal sepenting apa yang buat mama maksa banget aku pulang? Apa gak bisa dibicarakan lewat telpon saja?" Dari seberang telpon Dava dibuat bingung. Baru dua hari dia kembali dari rumah mamanya, kini mamahnya menyuruhnya untuk menetap di sana. Ada apa sebenarnya?
"Ini juga menyangkut papa kamu." Elisa mau tak mau mengatakan itu agar bisa membujuk Dava. Dava yang mendengar pun langsung menegang, ternyata benar ada yang mamanya sembunyikan.
"Apa ini tentang kematian papa?" Dava menebak. Suaranya bergertar.
Elisa menelan ludah. "Biar mama jelaskan di sini."
"Semuanya?"
"Iya, tolong pulang ... Mama butuh kamu."
"Baik, Ma. Aku akan urus kepindahan dulu," balas Dava yang langsung memutuskan sepihak sambungan telpon mereka.
Elisa menghela napas kasar. Dia menunduk dalam sampai helai rambutnya menghalangi wajah. Mulai sekarang dia harus segera meluruskan segala masalah yang dia kubur selama ini sebelum semuanya benar-benar terlambat.
Harap-harap dirinya masih punya waktu.
***
"Kak Alvin!"
Alvin menoleh ketika mendengar seruan di belakangnya. Mendapati seorang gadis yang tersenyum malu dengan pipi bulatnya yang memerah. Alvin mengerjap dengan mata berbinar. Gadis di depannya ini sangat menggemaskan.
Gadis itu mengulum bibir bawahnya. "Emm anu, kak, aduh gimana ya?"
Alis Alvin terangkat melihat gadis itu salah tingkah sendiri. Alvin masih menunggu gadis itu berucap sambil menahan kegemasan dalam dirinya.
'Lama-lama gue karungin nih anak!' batin Alvin mulai jengkel, karena gadis itu malah memainkan jari tangannya grogi.
"Mau apa?!" Alvin menyentak.
"Aku minta nomer hape!" latah gadis itu.
Alvin sebenarnya juga kaget mendengar latahannya, hanya saja dia dengan cepat menguasai diri dan tersenyum ramah. "Boleh, sini hapenya!" ucapnya sambil menengadahkan telapak tangannya.
Gadis berpipi cubby itu mendelik.
"Ih ... bukan nomer kakak! Tapi nomor Kak Dani," selanya cepat, tapi kemudian malah menciut malu karena merasa terlalu blak-blakan.Alvin langsung tertohok, rasanya lebih memalukan daripada ketahuan kentut di tengah rapat. Tahu begini, harusnya dia membaca pikiran gadis itu tadi, bukannya malah sibuk merasa gemas.
Alvin berdehem pelan. Bersikap sok cool padahal sedang menahan malu mati-matian. "Ouh, kalo gitu kenapa gak minta langsung aja?" tanyanya kalem.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARKSIDE
Mystery / ThrillerKesalahan yang dibuat orang tuanya di masa lalu menjadi penderitaan bagi Alvin di masa depan. Sisi gelap yang selama ini ditutupi akhirnya terbongkar. Alvin benci hidupnya kini. Setiap langkah yang dia pijak terasa sangat berat. Bahaya mengancam dan...