Elisa menghilang.
Sudah tiga hari berlalu sejak hari itu dan Elisa sama sekali belum kembali pulang ke rumah. Alvin dan Dava dibuat uring-uringan kembali mencari keberadaan Elisa, sampai rela tak sekolah hanya untuk fokus mencarinya.
Lokasi pertama yang mereka datangi tertunya adalah lokasi terakhir mereka melihat mamanya. Namun, anehnya tak ditemukan jejak Elisa sama sekali, bahkan bukan hanya Elisa mereka juga tak bisa menemukan mayat vampir yang berhasil Alvin bunuh juga. Satu-satunya hal yang bisa mereka temukan di lokasi hanyalah bekas-bekas pertarungan. Pohon yang hampir tumbang, batang pohon yang retak, dan bercak darah yang masih menempel di dedaunan kering.
Setelah dari tempat itu mereka mencari ke tempat-tempat lain yang pernah atau biasa Elisa kunjungi. Namun, tetap tak ada satupun petunjuk yang mereka dapatkan. Mereka dibuat semakin frustasi, hingga pada akhirnya mereka melapor kepada polisi dengan alasan penculikkan.
Namun, sampai detik ini masih belum ada perkembangan dari pencarian Elisa sama sekali. Hingga pada akhirnya mereka membuat dugaan bahwa Elisa dibawa kembali ke tempat para vampir itu berasal. Tapi itu hanya dugaan semata, Alvin dan Dava harus segera mencari cara untuk mendapatkan informasi lain.
Hari ini mereka memutuskan untuk masuk sekolah. Mereka sadar kalau mereka tak bisa terus-terusan membolos dengan alasan mencari Elisa, bahkan mama mereka tersebut juga pasti tak ingin jika anak-anaknya seperti ini. Apalagi Dava yang saat ini sudah kelas 12, dia mulai sibuk dengan ujian kelulusan dan persiapan tes masuk ke universitas, tak seharusnya dia terganggu dengan beban masalah mereka saat ini.
"Kak, sambil tunggu kabar pencarian mama usahakan lo fokus ke sekolah dulu. Jangan terlalu mikirin yang lain, masa depan lo lagi dipertaruhkan soalnya," ucap Alvin tiba-tiba setelah Dava menghentikan motornya tepat di samping motor Alvin.
Dava tertawa hambar lantas melepas helmnya. Menatap Alvin yang berdiri di samping motornya. "Mana mungkin gue gak kepikiran, Rey. Bahkan meskipun gue gagal dalam pendidikan gue, gue gak masalah karena masih ada kesempatan yang bisa gue dapat. Tapi kalau gue gagal dalam melindungi lo dan menemukan mama, gue gak akan punya kesempatan lagi buat memperbaikinya."
"Gue gak perlu dilindungi."
"Iya, gue tau kalau lo udah kuat, tapi apapun itu gue akan usahakan buat jagain lo."
Alvin mendecih sebal. "Terserah deh, capek gue ngomong sama lo. Bebal banget," ungkapnya sebelum kemudian pergi begitu saja.
Suasana sekolah ini tak pernah berubah, tapi anehnya Alvin justru malah merasa semakin asing. Rasanya seperti tempat ini bukanlah tempat untuknya lagi. Bahkan Alvin juga seringkali berpikir kalau keberadaannya di dunia ini pun tak pantas.
Alvin menghentikan langkahnya tak jauh dari pintu kelasnya. Ia mematung sejenak, dari tempatnya sekarang dia bisa mendengar suara gaduh dari kelasnya. Pemuda itu tersenyum geli, sekarang dia baru menyadari betapa sangat berisik kelasnya tersebut, pantas saja mereka sering sekali mendapat protes dari tetangga kelas dan guru-guru.
"Kayaknya hobi lo sekarang itu bolos ya?"
Suara tersebut membuat Alvin dibuat sedikit terkejut. Pemuda itu menoleh ke samping kanannya, melihat seorang gadis yang tiba-tiba sudah ada di dekatnya dan memberikan tatapan yang begitu sinis.
Alvin membalas dengan tersenyum lebar. "Kangen ya?" candanya. Berbeda dengan waktu itu, Alvin berusaha sebisa mungkin tak menunjukkan kesedihan dan rasa frustasinya. Seperti kata Rania, dia harus lebih baik dalam berakting.
Rania tak merespon candaan tersebut. Raut wajahnya masih terlihat serius. "Minimal kalau mau ngilang itu kasih kabar dan kasih alasan. Lo pikir gak ada yang nyariin lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DARKSIDE
Misteri / ThrillerKesalahan yang dibuat orang tuanya di masa lalu menjadi penderitaan bagi Alvin di masa depan. Sisi gelap yang selama ini ditutupi akhirnya terbongkar. Alvin benci hidupnya kini. Setiap langkah yang dia pijak terasa sangat berat. Bahaya mengancam dan...