5. Satu fakta tentangnya

10 4 0
                                    

Laresya Adia Kinanti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Laresya Adia Kinanti

Ig:Zannisaaa_ & its.zannisa
Twitter:itsZannisa
Wp:Znsaaa

_____H a p p y R e a d i n g_____

Sesampainya di rumah sakit, Laresya langsung berlari menuju ke kamar tempat ibunya di rawat. Sedangkan Marvel dan sepupunya hanya memilih menunggu di luar ruangan. Marvel sadar jika ini adalah privasi Laresya maka dari itu dirinya tidak ikut masuk kedalam ruangan.

Sedangkan di dalam sana, Laresya memegangi tangan ibunya yang tidak sadarkan diri itu. Ia menintikan air matanya karena merasa tak tega kepada sang ibu. "Kenapa mama bisa gini, dok?" tanya Laresya pada dokter yang baru saja selesai memeriksa ibunya.

"Sepertinya bu Rina akhir-akhir ini tidak pernah meminum obat-obatannya dan juga absen untuk menjalankan kemoterapinya membuat perkembangan sel kankernya menyebar dengan cepat," kata dokter itu membuat Laresya terkejut bukan main. Lemas, itu yang di rasakan Laresya saat ini. Nafasnya memburu, air mata mulai berkumpul di pelupuk matanya. "Dan sangat berat hati saya katakan jika penyakit leukimia yang di derita oleh ibu Rina memasuki tahap akhir atau stadium empat. Sebaiknya bu Rina menjalankan operasi tulang sumsum sebelum semuanya terlambat."

Deg.

Rasanya dada Laresya seperti dihantam ribuan beton. Kakinya melemas. Sesak di dadanya semakin menjadi setelah mendengar pernyataan dari dokter tersebut.

Oh tuhan, darimana ia harus mendapatkan uang untuk biaya operasi ibunya? Bagaimana ia mencarikan pendonor sumsum di waktu yang menurutnya sangat mepet ini? Mencari pendonor tidak segampang itu. Biayanya pun mahal juga. Darimana ia bisa mendapatkan uang jika sebulan saja pendapatannya hanya 2 juta. Tidak lebih. Ia harus apa sekarang.

Selama ini Laresya kecolongan, biaya ibunya untuk kemoterapi saja ia mengambil tabungannya selama 9 tahun lamanya. Dari kecil Laresya memang suka menabung, karena ibunya pun mengajarkannya untuk menyisihkan sebagian uang jajannya untuk kepentingannya di masa depannya. Padahal dulu ia berkeinginan untuk membuka sebuah restoran dengan uang tabungannya itu, tapi takdir siapa yang tahu? Sekarang uang itu tinggal tersisa sedikit karena digunakannya untuk biaya pengobatan ibunya.

Apa yang harus dilakukannya sekarang? Bagaimana ia bisa mendapatkan banyak uang?

"Saya permisi dulu," kata dokter itu, Laresya hanya diam sambil menganggukkan kepalanya sebagai respon.

Ia menatap bi Ila yang ada di sampingnya dengan tatapan kosong. "Gimana bisa mama tidak meminum obatnya dan absen kemoterapi, bi?" tanya Laresya pada bi Ila karena selama ini ia selalu mempercayakan ibunya pada wanita paruh baya itu.

Bi Ila menatap Laresya dengan tatapan bersalah. "Maafin bibi, nak. Demi tuhan, bibi selalu menanyakan pada Rina sudah meminum obatnya atau belum, tapi mama mu itu selalu menjawab sudah. Tetapi malah sebaliknya. Bibi juga selalu mengajak mama mu itu ke rumah sakit ketika jadwalnya, tapi mama mu itu selalu menolak dan selalu berkata dia akan ke rumah sakit denganmu. Maafkan bibi ya, nak. Bibi tidak pernah tahu jika kenyataannya seperti ini." kata bi Ila penuh sesal membuat Laresya merasa bersalah dan sedih bersamaan. Ia menunduk, merasakan air mata yang menetes di pipinya. Sungguh, ia takut kehilangan mataharinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LaresyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang