"Coba berkaca dulu siapa dirimu. Aku memang pembantu. Tapi, aku juga punya selera tinggi."
Roni duduk termenung dikamar tidurnya. Diatas dipan reot dengan tambalan sana-sini. Masih terngiang diingatannya ucapan Marni. Seorang pembantu yang coba ia pacari.
Bukan kata terima yang didengarnya. Tapi penolakan dan cacian.
Roni pun berdiri. Ia harus melanjutkan hidupnya. Pekerjaannya sebagai tukang pikul disebuah toko grosiran menuntutnya harus datang lebih pagi.
Ia mengorek-ngorek kardus tempat pakaiannya. Tak ditemukan apa yang dicari. Masih menggunakan handuk lusuh ia kembali ke belakang. Ia memandang deretan jemuran pakaiannya. Ia baru sadar. Semua sempaknya ia cuci. Tak ada yang kering yang mesti dipakai.
'Waduh! Cilaka ini. Masak ndak pakai sempak.' Roni bergumam.
Ia bisa saja memakai boxer atau celana pendek. Tapi yang ia takutkan. Jika adiknya berontak melihat perempuan-perempuan bening. Ia tak mau lagi ditampar karna dituduh pria mesum. Bisa dipecat ia jika sekali lagi ketahuan melototi pelanggan.
Roni membuka pintu belakang siapa tahu ada satu sempaknya yang lupa ia angkat dan sudah kering. Kosong! Deretan jemuran belakangpun hanya menyisakan tali yang sudah penuh sambungan.
Dengan kecewa Roni kembali masuk ke dalam. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah benda berwarna merah bergantungan pada pangkal daun pisan belakang rumahnya.
Roni mendekati batang pisang. 'Sempak siapa ini?' tanyanya dalam hati.
Perasaan ia tak pernah punya sempak merah ini. Bentuknya pun aneh. Ada kencing setengah lingkaran ditengahnya. Dia membaui sempak itu. Harum, tidak apek, apalagi bekas dipakai.
'Ah, persetan sempak siapa. Yang penting bisa nahan ngaceng!' Seru Roni.
Ia pun masuk ke dalam rumahnya. Rumah papan reot yang menjadi tempat tinggalnya.
Ia membuka handuknya. Memasang sempak itu. Sempak itu pas dibadannya. Sempak celana yang ngepas dibadannya. Yang membuatnya senyum-senyum sendiri adalah semacam kancing yang menjadi 'jendela' tepat ditorpedonya.
'Enak nih, kalo main bisa lansung buka kancing. Nggak perlu buka sempak lagi.'
Roni kembali mengaduk kardus kainnya mencari pakaian yangvakan ia pakai kerja. Tapi, sebuah perasaan aneh menjalari tubuhnya. Ada desiran hangat menyelimuti tubuhnya. Lama kelamaan sempaknya terasa sempit. Entah mengapa, torpedonya menegang dan membuat sakit karena terhalang sempak.
'Sial, kenapa jadi begini!'
Roni berdiri berusaha menarik nafas untuk menenangkan diri. Ia membuka 'kancing' sempak itu. Berusaha agar 'torpedonya' menjadi sedikit lega.
'Ha!'
Betapa terkejutnya ia ketika benda tumpul itu bebas melalui jendela sempak itu. 'Torpedo' nya memang cukup diatas rata-rata pria kebanyakan. Tapi, ini menjadi semakin besar. Ia tahu pasti ukuran torpedonya. Karna ia sendiri sering memainkannya.
Belum usai kekagetan dengan penisnya yang membesar tiba-tiba. Matanya kembali terbelalak melihat pantulan wajahnya di cermin kecil yang tertempel di dindingnya.
Ia lebih mendekat dan meraba-raba wajahnya. Benar itu wajahnya. Tapi, kemana perginya jerawat sebesar kacang yang memenuhi mukanya.
Wajah dicermin itu lebih puti, bersih, dan tentu saja sangat ia kagumi. Tampan! Tak mungkin ia setampan ini. Jika ia setampan ini, tak mungkin Marni menolaknya. Meski ia hanya tukang pikul.
Pnis yang membesar tiba-tiba, wajah yang menjadi tampan. Roni menggeleng-gelengkan kepalanya. Mimpikah.
"Kau terkejut. Hehehe!" Sebuah suara mengagetkannya.
Roni mengedarkan pandangannya ke sekeliling mencari asal suara. Tapi, tak ada orang di kamar ini.
"Aku adalah dirimu sendiri." Suara itu lagi.
Reflek Roni melihat cermin. Tubuhnya berkeringat.
"Jangan terkejut. Mulai sekarang kau harus terbiasa dengan tubuh barumu." Pantulan dirinya yang tampan dicermin berbicara.
"Tidak, aku tidak mau." Geleng Roni.
"Bodoh kau Ron. Dengan tubuh ini kau bisa dapatkan Marni. Pembantu sombong itu." Hardik Roni tampan.
Roni terdiam.
"Sekarang pakai bajumu dan berangkatlah kerja."
"Gila! Bagaimana mungkin aku kerja dengan kontol seperti ini!" Roni kesal.
Ia kemudian membuka sempak merah itu dan membuangnya asal ke sudut ruangan. Bergegas Roni mencari celana boxernya dan memakai celana jins. Setelah berpakaian ia pun mengambil kunci motor bebek tuanya. Dan berangkat kerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMPAK MERAH (Book 1) -End
FantasiSosok perempuan dengan gaun tidur yang sudah tersingkap tak karuan terbaring. Tubuhnya menyamping sehingga bagian bawah gaun itu tertarik keatas. Menampakkan paha putih mulusnya yang padat. Jakun Roni turun naik melihat pemandangan yang baru pertama...