Roni masih bekerja dengan biasa. Menjadi kuli angkut di gudang Nita dan suaminya Beni. Meski sekarang mungkin kekayaannya melebihi kedua suami istri itu.
Dia tak mau memancing kecurigaan orang-orang. Meski sekolahnya hanya sebatas STM, ia bukanlah orang bodoh yang bertindak sembrono.
Tempat tinggalnya pun masih di rumah kayu reot dipinggir kota itu. Begitupun motornya. Yang pasti ia merasa bahagia akhirnya bisa menolong orang-orang yang hidupnya dibawah garis kemiskinan.
Yang berbeda adalah wajahnya yang lebih berseri. Ia bekerja dengan semangat tanpa kenal lelah. Itupun membuat Nita dan Beni merasa senang melihat pekerja bekerja dengan bahagia.
"Semangat amat kerja kamu Kil. Udah dapat pengganti Marni." Ujar Nita disela kesibukannya mengecek barang-barang. Ia kadang memanggil Roni dengan Kil. Ujung dari 'Dekil'. Tapi Roni tak pernah marah. Karna Nita memang suka bercanda.
"Ah, Mbak. Nggak gitu juga kali." Balas Roni senyum-senyum
Ia memang telah mencicipi banyak wanita. Tapi, dengan Nitta. Ia sama sekali tak punya hasrat. Melihat Nita ia seperti memiliki kakak. Hanya mereka berdualah dulu yang memandangnya sama dengan orang lain. Pun begitu sampai ia bekerja dengan mereka dua tahun ini.
'Tinut Tinut'
Handphone jadul Roni berdering. Ia mengangkatnya.
"Ya Hallo." Jawabnya.
"....."
"Ok, siap Bos!" Lalu Roni mematikan handphonenya.
"Siapa Ron?" Tanya Nita.
"Sales wafer mau datang, Mbak."
"O, tempatnya udah ada kan?"
"Beres nyonya besar." Jawab Roni dengan sikap hormat komandan.
"Haha, dasar kamu Dekil." Nita tertawa dan melempar plastik bekas ditangannya.
"Oh ya, tu hp mu diganti kenapa. Jaman sekarang masih pakai hp tinat-tinut." Ucap Nita.
"Hehe, belum cukup uangnya Mbak." Jawab Roni sumringah. Padahal kalau ia mau. Iphone keluaran terbaru bisa ia beli sekarang juga.
"Yaudah hitung uangmu, ntar Mbak yang nambahin. Nanti Mbak bilang ke Mas Benimu."
"Ah nggak usah Mbak."
"Nggak papa. Kan nanti juga dipotong gajimu. Hahaha." Nita berjalan menjauhi Roni.
"Duh kan gitu, Mbak." Roni merajuk.
"Haha, nggak kok becanda." Nita pun pergi.
Roni kini begitu menikmati hari-harinya. Siang ia bekerja seperti biasa. Pada malam hari jika nafsunya mulai membara. Ia akan menemui wanita-wanita yang telah ia targetkan.
Pekerjaannya juga menguntungkan untuknya mencari target wanita. Wanita-wanita yang sengaja melecehkannya. Atau mereka yang membangkitkan birahinya. Ditambah kini Beni dan Nita memberikan kepercayaan untuknya membawa sebuah mobil pick up untuk mengantarkan barang pesanan pelanggan.
Dan malam ini, dikamar inilah dia. Perkataan Nita yang mengingatkannya tentang Marni. Membuatnya melakukan pembalasan dendam. Di Kamar pembantu ukuran kecil. Tak seperti kamar-kamar orang kaya yang selalu didatanginya.
"Ahh, ayolah aku mohon. Puaskan aku. Aku sudah tak tahan." Marni memelas minta dipuaskan.
Tubuhnya sudah telanjang. Payudaranya yang besar dengan puting kecoklatan tak diiringi dengan tubuhnya yang mungil. Perempuan itu mengusap-usap vaginanya yang berbulu lebat.
"Ahh, siapapun kau! Aku inginkan kau puaskan aku." Katanya lagi yang kini telah memeluk Roni sambil memainkan batang Roni yang sudah tegak.
"Hmmm, maaf aku tak mau. Aku harus pergi. Kau cari saja pria lain." Jawab Roni acuh.
Marni kemudian membuka lemari pakaiannya. Mengambil sesuatu dari dalam kaleng roti bekas.
"Ayolah, puaskan aku seperti kau memuaskan perempuan lainnya." Marni memberikan seikat uang pada Roni.
Kemudian ia berjongkok memainkan batang Roni dengan mulutnya.
"Agggghhh." Roni mengerang menerima serangan mulut Marni yang sepertinya sudah ahli dalam mengoral.
"Ayo cepat masukkan. Memekku sudah berdenyut dari tadi."
Marni kini tertidur telentang. Dengan pahanya ia kangkangkan lebar-lebar.
"Kau bukan hanya pembantu. Tapi juga seperti pelacur." Roni berjalan menghampiri lubang surgawi itu.
"Iya, cepat. Siksa memek pelacurmu ini. Aku rela menjadi pelacurmu."
"Ahhhhh."
Pekikan Marni ketika Roni dengan keras memasukkan seluruh batangnya kedalam vagina Marni. Tebakannya benar, perempuan itu sudah tak lagi perawan. Makanya menghentakkan penisnya dengan keras.
"Aahhh, ahhh, ssakkitthhh, ahhh ennhhaakk, ahhh, perriihh, aahh nikmathh." Marni meracau menahan sakit dan nikmat.
Roni menggenjotnya dengan brutal.
"Akhhh, ennakk, kontolmu sangat besshhaarr. Ahh, mmeemek ku jebol. Agghh."
'Plak'
Sebuah tamparan mendarat dipipi Marni.
"Awhhh."
Marni memekik dan merintih antara sakit dan perih.
"Kau suka Lonte?" Tanya Roni dengan geram.
'Plak'
Kembali tamparan mendarat.
"Ahh, yaahh, aku sukka ngentot. Apalagi dientot kamu." Jawab Marni dengan tubuh yang terguncang-guncang.
Tangan Roni kini beralih ke payudara Marni. Ia meremas dengan kasar. Jarinya mencubit puting coklat dan besar itu dengan keras.
"Argghhh, zzzhhh, sshhh." Marni tak tahu lagi apa yang dirasakan tubuhnya. Sakit, perih, nikmat bercampur jadi satu.
Roni dengan kasar membalikkan tubuh marni. Membuat perempuan itu menungging dengan pantat tinggi keatas.
"Aggghhhh."
Marni kembali terpekik ketika batang keras itu kembali menyodoknya dari belakang. Dengan kesetanan Roni kembali menggenjotnya.
"Ahhhhhhh."
Marni melolong, tubuhnya bergetar getar. Ia sudah mencapai puncaknya. Mata Roni tertuju pada sebuah lotian yang terletak dimeja kecil sebelah alamari. Timbul kegilaan lain diotaknya.
Ia pun mencabut batangnya. Berjalan mengambil lotion itu. Ia pun mengoleskan lotion itu ke batangnya. Sementara Marni masih dalam keadaan menungging dengan tangan terkulai ke depan. Nafasnya tak beraturan.
"Huuufftt."
Ia berguman ketika merasakan sedikit dingin dilubang anusnya. Roni mengoleskan lotion itu ke lubang anus Marni.
"Akkhhh."
Marni tersentak ketika sesuatu yang besar seperti merobek lubang anusnya.
"Jangan, jangan disitu, aku belum pernah. Akhhh."
Takut teriakan Marni akan terdengar. Roni menyumpal mulut Marni itu dengan celana dalam perempuan itu. Sementara tangan Marni ikatkan dengan tali kutang kebelakang.
"Mmmhh, mmmhhh."
Setengah batang Roni telah masuk ke dalam lubang sempit itu.
"Agghh, ahhh, agghh." Roni mengeram nikmat dengan lubang yang begitu sempit menjepit penisnya.
"Mmhhh, mmmhhh."
Marni mendesah tertahan. Sakit, nikmat, perih. Entahlah. Ia sudah tak tahu lagi. Yang jelas ia ikut menggerakkan pantatnya menerima sodokan Roni.
"Agghhh, agghhh, ahhh."
"Mmhh, mmhhh, mhhh."
Erangan dan desahan tertahan bersahut-sahutan.
"Mmmmhhhhh."
Marni mendesah panjang. Tubuhnya bergetar dan mengejang-ngejang.
"Argggg."
Roni pun sudah mencapai puncaknya. Ia menembakkan seluruh maninya kedalam anus perempuan itu.
Marni semakin kelonjotan menerima tembakan Roni. Kepalanya menengadah matanya melotot. Lalu ia jatuh terkulai dengan mulut masih tersumpal dan tangan terikat kebelakang.
Melihat korbannya sudah tak berdaya lagi. Roni tersenyum sumringah.
"Akhirnya kau terima pembalasanku. Perempuan jalang." Guman Roni.
Pagi hari, Marni hanya bisa terduduk lesu dipinggir ranjang. Seluruh tubuhnya terasa perih. Puting susunya yang memar, pipinya yang merah, apalagi lubang anusnya terasa sakit. Saperti saat ia melepas perawannya.
Bukan itu saja. Marni menatap kotak bekas roti yang dijadikannya tempat uang simpanannya. Semuanya sudah lenyap.
Marni menggelengkan kepalanya tak percaya. Mengapa Sempak Merah itu juga mengincar dirinya. Padahal dia bukanlah perempuan kaya yang slama ini jadi korban dedemit itu. Samar-samar ia masih mendengar gumaman dedemit itu sebelum ia menghilang.
'Akhirnya kau terima pembalasanku.'
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMPAK MERAH (Book 1) -End
FantasySosok perempuan dengan gaun tidur yang sudah tersingkap tak karuan terbaring. Tubuhnya menyamping sehingga bagian bawah gaun itu tertarik keatas. Menampakkan paha putih mulusnya yang padat. Jakun Roni turun naik melihat pemandangan yang baru pertama...