Bab 4

5.4K 63 0
                                    

"Aaaaaa."
Pekikan melengking seorang perempuan terdengar dari rumah Meli pagi itu. Ia terkejut mendapati seikat uang yang berada dalam lacinya menghilang. Meli mencoba memeriksa sekeliling kamarnya. Tak ada tanda-tanda bekas dibongkar paksa.
Ia pun memeriksa lemarinya. Tak ada yang hilang. Pun lemari itu masih terkunci rapat. Barang-barangnya yang lain tak ada yang hilang. Hanya seikat uang itu.
Meli berusaha mengingat apa ia lupa menaruh uang itu dimana. Tapi seingatnya malam kemaren ia sendiri yang meletakkan uang itu di dalam laci disamping tempat tidurnya.
Ia pun teringat kejadian semalam. Ia rasa ia cuma bermimpi disetubuhi dengan sangat luar biasa oleh seorang pria tampan. Tapi, ia tak ingat bagaimana wajah orang itu sekarang.
Ia meraba selangkangannya. Bekas-bekas air mani pria yang tertinggal di vagina dan juga merembes ke pahanya adalah nyata. Ia pun bangun tidur tadi merasa heran. Mengapa ia tidur telanjang. Biasanya ia tidak pernah.
Meli berusaha mengingat kejadian yang dialaminya. Ia tertidur, seorang pria menindih tubuhnya, pria itu takut. Kemudian.....
'Oh, tidak!' Serunya.
Mukanya memerah ketika mengingat kejadian setelahnya. Betapa jalangnya ia memohon-mohon minta disetubuhi. Dan uang itu. Ia sendiri yang memberikannya.
Meli terduduk lesu dilantai kamarnya. Bagaimana caranya ia menjelaskan nanti kepada suaminya. Dan orang itu. Orang yang menyetubuhinya. Ia benar-benar tak ingat wajahnya. Hanya satu yang terbesit, ia tampan. Tapi, tak bisa dia menjelaskan bagaimana ketampanannya.
Setelah kejadian Meli itu. Silih berganti pekikan perempuan yang kehilangan terdengar di berbagai sudut kota. Uang dan perhiasan raib. Tapi barang yang lain tak ada yang hilang. Awalnya ini hanyalah desas desus. Tapi, semakin hari kabar ini semakin berkembang.
Istri pejabat pemerintahan, istri saudagar atau tauke. Mereka seperti dihantui ketakutan jika kejadian itu kelak menimpa diri mereka.
Lain pula dirumah-rumah kumuh ditepi kali. Atau orang-orang miskin pinggiran kota. Yang ada adalah pekikan kegembiraan terdengar setiap pagi. Karna di depan pintu mereka akan teronggok berupa beras dan sembako lainnya. Juga uang di dalam amplop. Mereka seperti kejatuhan rezeki.
Isu-isu itu pun semakin berkembang dengan liar. Tapi, polisi tak bisa membuktikan bahwa itu adalah kemalingan atau perampokan. Karna tidak ada jejak perusakan. Pun barang yang hilang tidak semuanya. Hanya tertentu saja. Salah satunya, antara uang dan perhiasan.
Pun begitu dengan si korban. Tidak ada yang benar-benar mengaku bahwa mereka menyerahkan sendiri dengan sukarela uang atau perhiasan agar hasrat mereka terpuaskan. Semuanya takut membuka aib.
Satu yang hanya membekas dibenak mereka. Pria dengan sempak merah. Tapi wajahnya tak ada yang bisa menggambarkan ciri-cirinya. Jadilah orang-orang menyebutnya, 'Si Sempak Merah'.

SEMPAK MERAH (Book 1) -EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang