Tangan kekar itu menyentuh dagunya, menggeser wajahnya ke kanan dan ke kiri, memandang dirinya yang kini terpantul di cermin. Raka tersenyum lebar, menunjukkan gigi, lalu mengerucutkan bibirnya sembari menghela napas. Ia merasa tak cocok dengan senyumnya.
Raka memandang lagi wajahnya, ia baru menyadari memiliki alis yang sangat indah. Raka memainkan alisnya, mengangkatnya satu per satu. Detik kemudian helaan napas terdengar lagi. Sekarang, Raka sedang merasa tidak percaya diri.
Raka keluar dari kamarnya, berjalan menuju pintu luar, memandang senja sore hari ini. Satu kata yang muncul di benak Raka saat melihat senja sore hari ini, 'menakjubkan'. Pantas saja Rasya selalu mengabadikannya.
Tiba-tiba, ia melihat seekor kucing yang lewat di depan gerbang rumahnya. Kucing itu terlihat sangat mempesona dengan bulu-bulunya yang lebat dan matanya yang besar.
Raka berjalan perlahan-lahan mendekati kucing itu, mencoba untuk tidak membuatnya takut. Ia ingin memegang kucing itu dan merasakan kelembutan bulunya yang halus. Namun ....
"Aduh!" rintih Raka, terjatuh ke tanah. Kucing tadi tidak sempat tertangkap. Dia lebih dulu berlari, kabur dari tangan kekarnya.
Raka merintih kesakitan sambil memandang kucing yang sudah berlari jauh, meninggalkannya yang tergeletak di tanah. Raka mencoba bangkit, tapi ia malah tersandung dan jatuh lagi.
"Aduh ... gue kenapa sih!" rintihnya lagi. Kali ini, ia jatuh dengan posisi yang lebih lucu, membuatnya terlihat seperti seekor kucing yang jatuh dari pohon.
"KENAPA LO? HAHAHAHAHAH!"
Raka mendongak, di depannya ada Rasya yang sedang tertawa puas melihatnya jatuh dengan posisi yang tidak etis. Raka langsung berdiri, menepuk-nepuk bajunya yang kotor terkena tanah, sambil sedikit meringis.
"Kasihan ...," kata Rasya, tawanya belum terhenti.
Raka hanya menelan salivanya, merasa sangat malu karena kegagalannya dalam menangkap kucing terlihat oleh Rasya. Pasti Rasya akan meledeknya hari-hari ke depan, pikir Raka.
"Mau nyoba gendong kucing? Gue ke rumah dulu kalo gitu, ngambil Peri."
Raka menghentikan langkah sahabatnya itu. "Gak. Udah mau malam. Balik aja lo."
Rasya menautkan alisnya. "Dih, rumah gue cuma sepuluh langkah dari rumah lo, ya!"
"Ya, tetep aja! Udah ah, gue sibuk."
Rasya tertawa lagi melihat Raka kesal. "Marah lo?"
"Nggak," jawab Raka cepat.
"Oh ... Malu ya? Ciee ... Raka ketahuan mau nyoba suka sama kucing, nih." Rasya mengarahkan telunjuk lentiknya pada Raka. "Cemburu ya, pas tadi siang?" lanjutnya.
Dada Raka berdetak kencang mendengarnya, ia membulatkan mata, sambil menepis telunjuk Rasya. "Apaan sih? Ngaco. Gue cuma iseng."
Rasya menutup mulutnya yang akan tertawa lagi. "Ouh ... Oke deh."
"Reynal ke mana?" tanya Rasya kemudian.
"Lagi keluar," jawab Raka. Rasya hanya mengangguk.
"Gue mau masuk. Sebentar lagi Maghrib, pulang sana." Raka berbalik setelah mengusir halus Rasya, ia berjalan masuk ke dalam rumahnya dengan alisnya yang tertaut, masih sedikit emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reynal; Dribble of Destiny √ [Terbit]
Novela Juvenil'Dribble of Destiny' mengisahkan perjalanan Reynaldi Aryasetya Prasetyo, remaja 16 tahun yang menemukan tujuan dalam permainan basket setelah kehilangan keluarganya. Di tengah hiruk pikuk lapangan dan semangatnya, Reynal mengungkap misteri masa lalu...