Chapter 17

31 6 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌈🌈🌈

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌈🌈🌈

Writing by: Astriavrilia_& Day_Ey1

***

Saat masa dimana semua masalah datang, bak sungai yang mengalir tanpa hentinya, haruskan aku mengeluh? Atau menyalahkan takdir?

Nathalia_

***

Thalia mengerjapkan matanya pelan, guna melihat dimana dirinya berada dan sedang apa dirinya sekarang. Saat semuanya mulai jelas satu persatu Thalia mengernyitkan kepalanya bingung, dimana dirinya dan mengapa dirinya terikat pada sebuah ruangan tanpa pencahayaan?

Ingatannya melayang pada kejadian terakhir kali. Pada saat bersama dengan Vita di pantai itu. Dia berusaha menggapai sosok Vita, namun kegelapan yang lebih dulu menyeretnya.

"Sial!" umpat Thalia pelan, saat mengetahui bahwa dirinya di culik oleh seorang dengan ukuran badan yang cukup besar pada saat itu.

Thalia mencoba membuka ikatan di kedua pergelangan tangannya. Namun, kemalangan berpihak padanya saat melihat ikatan itu terbuat dari rantai, yang tak mungkin baginya untuk melepaskan diri sekarang.

Belum sempat Thalia bisa memutar otak untuk melepaskan ikatan tangannya, pintu di sudut ruangan terbuka dan masuk banyak cahaya, pada ruangan yang di tempati oleh Thalia.

Ah, ternyata gudang, pikir Thalia. Saat melihat banyak tumpukan barang-barang tak terpakai di sudut bagian lain. Terdengar juga suara bariton yang tidak asing dari gendang telinganya, dingin dan datar itu intonasi yang di gunakan olehnya.

"How are you, Natha?" pecah sebuah suara disudut pintu.

Suara dentingan jam terdengar di ruangan sunyi itu, lelaki dengan berbadan tegap dengan seringai di wajahnya berjalan, sembari membawa benda berkilat cerah.

Dia tampan, dengan bentuk mata yang tidak terlalu besar ataupun kecil, rahang tegas dan sedikit kumis tipis menghiasi fitur keseluruhan wajahnya, jangan lupakan hidung yang terlewat mancung itu.

Badannya juga tak kalah indah dengan otot yang besar dan dada bidang miliknya, jika di buka kaos hitamnya, pasti terdapat enam atau bahkan delapan roti sobek disana, di jamin yang melihat pasti akan ileran ditempat.

Bukan Thalia namanya, jika tak mampu menahan godaan fisik seperti itu dihadapanya. Sorot matanya sekarang, hanya ada kebencian dan kekecewaan yang  lebih mendominasi.

"Mau lo, apa Sergio?" tanya Thalia dingin.

"Well, kepribadianmu tak berubah sama sekali, Natha," kekeh Sergio pelan.

"Jawab gue, sialan!" teriak Thalia murka.

"Menjadikanmu milikku selamanya, honey," jawab sergio dengan seringai di bibir yang mulai terlukis.

***

"GIMANA BISA LO BAWA THALIA KESANA!" teriak Erlan menggelegar pada cewek yang saat ini menunduk. Erlan menghembuskan napasnya panjang, saat mengetahui bahwa dirinya telah kecolongan.

"JANGAN BENTAK-BENTAK CEWE GUE, SIALAN!" balas Rey tak kalah keras, sembari menarik kerah kemeja yang dikenakan oleh Erlan.

Sedangkan, yang menjadi bahan debat hanya diam sembari menunduk gemetaran. Vita tidak tau, bahwa nyawa sahabatnya sedang dalam incaran sebuah bahaya besar, Ia merasa sangat bersalah untuk saat ini.

"Udah udah, kita lebih baik cari solusi biar semuanya selesai," sela Raga mencoba menengahi pertengkaran sengit saat ini.

"Gue setuju sama usul Raga, dari pada berantem nggak jelas, mending kita bersatu cari Thalia"  Graha juga ikut menimpali.

"Kita susun rencana!" teriak Erlan yang terdengar ke seluruh penjuru ruangan saat itu. Ya, mereka semua tengah berada di dalam markas kebesaran milik Worldhell.

***

"Rumah itu terdiri dari tiga lantai, berlokasi   di tengah hutan, yang tak jauh dari jalan raya utama kota Semarang, dan Thalia berada di lantai dua pintu pojok, lebih sepesifiknya di gudang,"

"Rumah itu cukup ketat dengan anak buahnya Sergio, mereka semua anak Mozarchel, geng yang di dirikan oleh Sergio saat itu,"

"Mereka cukup cerdik tidak memasang camera cctv di ruang gudang itu, supaya kita semua tidak mengetahui apa yang terjadi sama sekali disana,"

"Tapi, gue punya rencana buat menyergap mereka semua dalan satu kali penyerangan,"

Erlan menjelaskan dengan tegas, namun terselip nada santai didalamnya. Penjelasannya didengarkan dengan baik oleh anak buahnya.

"Kita bagi tugas saat ini, ada empat kelompok yang akan menyerang di beberapa titik di deket rumah itu, tujuanya buat ngalihin perhatian para penjaga,"

"Aiden bakal rentas camera cctv dan pantau kalian semua dari arah hutan,"

"Saat mereka sibuk buat beresin masalah itu, tim selanjutnya masuk lewat atap rumah tentu lewat loteng,"

"Tim selanjutnya juga bakal masuk lewat pintu samping, rumah deket kolam ikan,"

"Gue nggak mau sampe gagal, karena ini misi nyelametin ibu negara lo semua!"

"SIAPP!" kompak mereka menjawab dengan semua lantang.

Erlan terus saja berucap sembari melingkari denah rumah tempat penyekapan Thalia. Namun, terdapat nada geli di akhir kalimatnya.

"Tenang aja boss, Ibu negara adalah pemimpin kedua kita!"

"Keselamatannya tanggung jawab kita!"

"Semangat!"

"Kita berangkat sekarang!"

"Gue harap lo baik-baik aja tapir," lirih Erlan yang menyimpan banyak harapan besar.

***

WARNING❗

TYPO BERTEBARAN❗

Mohon saling mengingatkan:)

LaThaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang