Prolog

516 61 55
                                    

"Jika ini mimpi, aku rela tidak bangun. Asalkan bisa selalu dekat denganmu."- Dara Narendra.

"Anaa! Tolong kalau ini mimpi, jangan bangunin aku! Sumpah gak nyangka banget!" sambil mengguncangkan gadis di sebelahnya, Dara berseru ria.

"Please, Dar, stop deh! Gue pusing dengernya," kesal Ana.

Dara Narendra, gadis polos dengan rambut tercepol bolpoin standard itu menatap sebuah kertas digenggamannya. Tersenyum penuh arti.

"Na, menurut kamu surat ini aku kasih ke dia gak?" ucap Dara meminta pendapat kepada gadis yang sudah menginjak 3 tahun ini menjadi sahabatnya. Anastasya Keira.

"Terserah lo aja deh. Lagian itu surat udah dua tahun yang lalu lo nulisnya kan?"

"Hmm, ia juga sih. Tapi, aku gak berani ngasih ke dia. Gimana dong?"

"Bodo Dar, bodo! Udahlah yuk ke kantin aja! Kelamaan di sini bisa mati kelaperan gue," sambil berlalu Ana menggelengkan kepalanya. Heran dengan tingkah sahabatnya yang terjerumus ke dalam lembah bernama cinta.

"Yeee, Jamilah ngambek. Main tinggal-tinggal aja." Dara menyusul Ana yang berdiri di depan kelasnya.

Mereka berjalan beriringan menuju tempat dimana penghuni SMA Permata sering menghabiskan jam istirahatnya. Yap, kantin tentunya. Surga dunia bagi para siswa.

Suasana kantin begitu ramai, keduanya memilih tempat duduk didekat stand seblak setelah memesan bakso beserta jus mangga kesukaan mereka.

Dara berdiri, hendak meminta sambel pada bapak penjaga stand bakso. Karena terburu-buru, ia tidak sempat memperhatikan sekelilingnya.

Brakkhh! Byurrrr!

Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Pantatnya perih karena mencium keramik. Sedangkan, seragamnya kuyub dengan milk shake bercampur sambal. Sudah sakit, kotor, basah, dingin, panas lagi. Lengkap sudah penderitaannya.

Dara mendongak mendapati Adella Aquilani, gadis cantik yang mendapat julukan Ranunculus itu tengah menatapnya. Indah namun berbahaya, begitulah anak-anak Permata menggambarkan sosok dirinya.

"Kalau jalan pake mata!" hardik Adella. Ia meninggalkan Dara yang masih diam pada posisinya.

"Yang ada jalan tuh pake kaki, ngeliat baru pake mata!" Entah mendapat keberanian dari mana kata-kata itu bisa keluar dari mulut Dara.

Samar, namun Dara yakin bahwa Adella masih bisa mendengarnya. Beruntung gadis itu tidak berbalik untuk menghabisi dirinya.

"Gak lama lagi hidup lo gak akan tenang," lirih Adella.

Dara merutuki mulutnya, menepuk bibirnya berkali-kali. Ia yakin bahwa sebentar lagi hidupnya akan terancam.

Duhh, Dara bego! Kenapa juga pake ngelawan Adella. Batin Dara.

Sebuah tangan terulur di depan wajahnya. Dara mendongak, terkejut mendapati seseorang sedikit berjongkok untuk membantunya. Ia sempat tenggelam dalam pesona seorang Aksa Adhitama.

"Mau sampai kapan lo lesehan di situ?" Dara tersentak, ia tertarik kembali ke dunia. Tanpa pikir panjang, ia menerima uluran tangan itu.

Sedangkan Ana masih terbelalak menatap cengo kejadian di depannya.

Gila emang si Dara. Beruntung banget tuh anak! Batin Ana.

Aksa melepas baju seragamnya, menyisakan kaus dalam berwana hitam yang memperlihatkan bentuk badannya. "Lain kali hati-hati," ucap cowok itu dingin. Ia memasangkan seragamnya pada tubuh Dara membuat cewek-cewek berseru histeris melihatnya.

"Tapi, kamu gimana?"

"Pake aja, daripada terekspos jelas. Gak malu?"

1 detik

2 detik

3 detik

Dara paham apa yang dikatakan oleh Aksa. Ia langsung terbirit-birit menuju toilet. Benar-benar malu.

* * *

TBC

Terima kasih sudah membaca dan jangan terfokus pada prolog ya

Vote dan komen biar aku semangat buat update cerita ini

Follow juga instagram author yang baru @Its.Ana05_

Salam hangat,

Nyonya Riskiy Adhitama:)

Aksa Dara [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang