2

19 4 1
                                    

Sepagi ini kota New York sudah ramai, padahal udara masih terasa dingin karena matahari belum mau menampakkan diri. Beberapa gelandangan yang tertidur di depan pertokoan harus terusir karena pemiliknya sudah datang, mereka mau tak mau harus menyingkir ke St. Lukas dan mulai memanjatkan doa atau mungkin dengan tak tahu malunya kembali tertidur. Tidak ada yang penjaga yang mengusir, pikir mereka untuk apa mengurangi eksistensi diri jika harus berpacu dengan suara pendeta saat mengusir para gelandangan itu.

Eris memperhatikan semua itu sambil membersihkan meja kasir. Ia tau tentang mereka-para gelandangan itu, karena ia pernah mencari informasi dari seseorang dan harus membaur bersama mereka, para gelandangan penyimpan informasi. Ya, jangan anggap remeh orang sekitarmu karena kau tak tau mereka membawa apa dibalik baju mereka, atau terkadang pikiran anak kecil tak sepolos penampilannya. ia sudah menemui bermacam-macam para pelaku kejahatan termasuk dirinya sendiri yang dianggap gadis yatim-piatu dengan kisah hidup menyedihkan.

Hidup adalah rahasia, dan menjalaninya hanyalah satu-satunya cara untuk mencari jawaban dari rahasia itu.

"Selamat da-" Eris menghentikan kalimatnya begitu melihat bahwa yang membuka pintu kafe adalah Leto.

Jenny, pekerja yang seumuran dengannya mengernyit ketika Eris menghentikan kalimatnya, setelah meletakkan pesanan disalah satu meja pengunjung ia melihat siapa yang masuk dan ingin melanjutkan sapaan Eris, tapi setelah mengetahui siapa itu Jenny bersikap sama seperti Eris.

Leto berjalan masuk seraya menyapa pengunjung, beberapa wanita yang sempat melihat ke arahnya langsung berteriak kegirangan.

"Astaga tampan sekali"

"Ia seperti model pria yang ada di majalah"

"Kudengar ia pemilik kafe ini dan belum memiliki pacar"

Itulah yang Eris dengar dari percakapan orang-orang disana. Beberapa wanita menanyakan hal itu kepada Jenny, namun Jenny hanya menjawab itu adalah privasi bos mereka.

Leto melangkahkan kakinya menuju dapur, sedangkan Jenny yang selesai mengantarkan pesanan segera ke tempat kasir.

"Sangat ramai ya" ucap Leto seraya keluar dari dapur dan menghampiri mereka, namun tak ada sapaan balik dari dua orang yang pura-pura sibuk itu. "Astaga! Kalian benar-benar mendiamkanku seperti ini?" Leto bersuara lagi.

Eris meliriknya, "maksudku ya kau memang biasa--tapi Jenny?"

'Aku ini Bos Kafe' sudah bukan kalimat yang ampuh bagi Eris dan Jenny. Keduanya tak bereaksi apapun.

"Oke..Baiklah, sebenarnya aku sudah memesan Golden-"

Jenny menghentikan sikap pura-pura sibuknya lalu menatap wajah Leto dengan berbinar-binar.

"Benarkah? astagaaa. Kami mencintaimu Bos" Jenny memeluk Leto dengan senang.

"Ya ya, kau mencintai traktiranku dan sesuatu yang gratis"

Jenny melepaskan pelukannya lalu mengangguk membenarkan, wajahnya memasang senyum manis. Eris bisa menebak ia sudah membayangkan rasanya pesta di Golden, sebuah tempat yang mirip bar tapi punya ruangan-ruangan kecil yang bisa di pesan. Harganya sangat mahal, tapi pelayanannya setara.

Leto kemarin berjanji akan mengajak mereka merayakan ulang tahun Kafe, tapi nyatanya ia bilang ada keperluan mendadak dan itu batal, padahal semua pekerja sudah bersiap. Karena itulah Jenny marah, tapi bagi Eris biasa saja karena ia sudah terbiasa mengabaikan Leto.

Keduanya yang paling akrab dengan bos, karena Jenny sudah mengenal Leto sejak lama dan dia juga yang memberitahu Eris jika Leto sebenarnya adalah anak orang kaya yang kelebihan uang jajan lalu menggunakannya membangun kafe untuk mengisi waktu luangnya selain sebagai seorang mahasiswa di kampus terkenal. Semua pekerja disini sudah berumur, makanya Jenny akrab dengan Eris.

Wings Of FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang