Seokjin - How Much I Miss You

574 83 4
                                    

Sekali lagi Seokjin terbangun dengan rasa hampa di dasar hati. Seolah telah hilang sesuatu amat berharga dalam dirinya, atau memang sudah hilang. Selalu seperti ini, semenjak Jisoo menghilang tanpa jejak. Bahkan meski presensi sang istri ada di sampingnya, Seokjin tetap tidak bisa mengenyahkan bayangan Jisoo sedikitpun.

Pernikahannya dengan Kim Yunhee hanyalah perjanjian hitam di atas putih. Sah di mata hukum dan agama, tapi tidak dalam kehidupan sebenarnya. Jangankan menyentuh, mereka bahkan tidur di kamar yang terpisah. Seolah menegaskan bahwa; rumah besar itu hanya sekadar formalitas. Lantaran yang sebenarnya terjadi adalah Seokjin dengan dunianya, dan Yunhee juga dengan kisahnya.

Seokjin menuruni satu-persatu anak tangga, disambut bungkukan badan dari seorang maid yang dipekerjakan di rumahnya.

"Yunhee masih di rumah?" tanyanya.

"Tidak, Tuan. Nyonya sudah pergi pagi-pagi sekali, titip pesan untuk disampaikan pada Tuan jika Nyonya akan pulang malam."

Seokjin mengangguk paham. Terlahir sebagai putri tunggal membuat Yunhee memegang peran besar dalam perusahaan konveksi yang dirintis oleh ayahnya.

Mengingat itu membuat Seokjin mendengus. Lagi-lagi terbesit dalam ingatannya bagaimana sang ayah menyeretnya masuk ke ruangan pribadi, memaksanya menikah dengan Kim Yunhee untuk kemudian pelan tapi pasti mengambil alih perusahaan dari tangan Kim Hajoon, ayah Yunhee.

Benar, setamak itulah Kim Dongmin di mata Seokjin. Sosok Kim Dongmin sebagai kepala keluarga yang amat disegani, seketika musnah terbawa desau angin.

Hanya demi harta dan jabatan, ayahnya rela memakai cara licik. Dongmin terlampau paham tentang perusahaan yang akan diberikan pada Yunhee kelak. Perusahaan milik Hajoon, adalah satu dari lima perusahaan konveksi terbesar di Korea. Dan Dongmin, jelas ingin memilikinya. Mengambil alih perusahaan Hajoon, untuk kemudian semakin membuatnya kaya raya.

Pandangan Seokjin beralih pada secangkir peppermint tea yang baru saja disuguhkan di hadapannya. Seulas senyum terbit di bibirnya, meski sedetik kemudian tatapannya menyendu.

Jisoo menyukai peppermint tea. Membuat Seokjin mau tak mau menyukainya juga karena Jisoo selalu minta dibuatkan teh itu. Menyesapnya, hanya membawa kembali kenangan lama yang muncul ke permukaan.

Membuat sesak di dada terasa semakin mencekik, seolah berperan sebagai pembunuh otomatis.

Suara ketukan berirama itu membuat Seokjin menolehkan kepala. Didapatinya Yunhee yang kini duduk di depannya sembari mengipas-ngipas wajahnya.

Seokjin mengernyit. "Eoh, Yunhee? Kau bilang akan pulang malam?"

"Tidak jadi. Kukira masalah di kantor akan menjadi panjang, tapi ternyata tidak," jawabnya.

"Memangnya ada apa?"

"Penggelapan dana."

"Hei?! Bagaimana bisa terjadi?"

"Semua orang butuh uang, Seokjin. Jadi apa yang tidak bisa dilakukan oleh orang yang terdesak?" Yunhee melepas wedges yang terpasang apik di kedua kakinya.

"Siapa pelakunya?"

"Song Wonshik. Kepala bagian keuangan. Semalam aku merasa ada yang janggal dengan neraca keuangannya. Setelah kuteliti, rupanya ada main tangan dibaliknya. Dia memanipulasi data, sangat disayangkan keterampilannya disalah-gunakan," ujar Yunhee.

Seokjin mengangguk-anggukkan kepala. Ini serinf terjadi. Tikus-tikus berdasi yang bermain rapi di belakang. Kalau beruntung, bisa selamat sampai pensiun. Tapi kalau memang tidak mujur, jeruji besi sudan mengantri.

"Kau membawanya ke jalur hukum?" tanya Seokjin.

Yunhee menggeleng. "Tidak. Aku menyuruhnya mengganti sebesar dua kali lipat. Dia ada di bawah pengawasanku sekarang, tidak akan ada celah untuk melarikan diri."

Lagi-lagi Seokjin hanya bisa mengangguk. Sedikitnya merasa kagum melihat ketangkasan Yunhee. Lalu sedetik kemudian ingatannya kembali lagi pada Jisoo. Kekasih yang merangkap sebagai asisten sukarelanya dalam mengurus masalah perusahaan.

"Yunhee-ya, katakan padaku, kenapa aku tidak bisa mengenyahkan Jisoo dari ingatanku?" Seokjin mengusap wajahnya, diliriknya peppermint tea yang kini sudah dingin.

"Karena dia bukan wanita yang harus dienyahkan. Seokjin-ah, kau mencintainya. Itu kesimpulannya," jawab Yunhee. Ditatap lekat manik mata sang suami yang kini sarat akan keputus-asaan.

"Tidak lama lagi, Seokjin. Tidak lama lagi kau akan kembali padanya. Kita hanya butuh waktu sebentar lagi. Percayalah padaku, dan lanjutkan rencana kita," lanjutnya.

Dengan kalimat itu, Seokjin akhirnya mendongakkan kepala. Rindunya benar-benar tak bisa disembunyikan. Tumpah ruah selaik salju pertama di depan rumah.

Jisoo-ya, aku akan berjuang sekali lagi.

Spring Day | JinsooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang