Seokjin - I'm Totally Fine

460 68 0
                                    

Bukannya Seokjin membenci Yunhee, tidak sama sekali. Pemuda itu, hanya merasa tidak seharusnya kisahnya berakhir serumit ini. Yunhee adalah wanita yang baik, juga mudah mengambil hati orang tuanya.

Hanya saja, pernikahannya dengan Kim Yunhee hanyalah alibi agar sang ayah bisa mengambil alih perusahaan di tangan ayah Yunhee. Mulanya berkedok dengan penggabungan perusahaan, dan lama-kelamaan Dongmin akan melumpuhkan Hajoon dan mengambil perusahaannya. Atau lebih buruknya, memperalat Seokjin untuk mengambil alih jika perusahaan sudah diserahkan sepenuhnya pada Yunhee.

Seokjin jelas menentang rencana konyol ayahnya tentang pernikahan. Tapi keputusan mutlak Kim Dongmin tentu tidak terbantahkan. Maka dengan berat hati, Seokjin menerima perjodohan mereka.

"Apa yang kurang dari Yunhee, Seokjin? Kenapa kau bersikeras menentang perjodohan yang sudah kurencanakan?"

Seokjin menghembuskan napas, menatap ayahnya dengan tatapan sengit.

"Bisakah Appa berhenti mengatur segala hal dalam hidupku? Ayolah, aku ini bukan anak kecil lagi, apa urusan istri pun aku juga tidak bisa memilih?"

"Kau tahu, Seokjin. Aku banting tulang untuk menghidupimu, memberi kehidupan yang layak untukmu dan ibumu. Jadi, apa salah jika kali ini aku meminta balas budimu padaku?"

Lagi-lagi Seokjin dibuat tak habis pikir dengan lontaran kalimat yang keluar dari bibir sang ayah. Inikah sosok ayah yang selama ini ia kagumi dan ia banggakan? Inikah ayah yang selalu ia agung-agungkan? Beginikah?

"Berhenti, Appa. Aku tahu rencanamu, aku tahu niat busukmu. Kekayaanmu bahkan tidak akan habis tujuh turunan, dan untuk apa lagi menimbun uang?"

"Aku sudah menemui kekasihmu. Penjaga toko bunga? Apa yang kau lihat darinya, Seokjin? Apa kau tidak bisa melihat bahwa dia tidak sederajat dengan kita? Mau ditaruh dimana mukaku kalau kolegaku tahu bahwa aku punya menantu penjaga toko?"

Hatinya mencelos dengan penuturan itu. Jadi, hanya karena itu? Hanya karena Kim Dongmin menganggap Jisoo tidak sederajat, lalu seenaknya mendepak Jisoo dari kehidupan Seokjin? Dimana sebenarnya ia letakkan hati nuraninya?

Sejak diberitahu mengenai perjodohannya, Seokjin jelas menentang keras. Tidak peduli apa yang akan dijelaakan oleh ayahnya. Seokjin memilih Jisoo, tentu saja. Mengabaikan segala upaya pendekatan yang dilakukan kedua belah pihak. Memilih memperjuangkan haknya, memperjuangkan cintanya.

"Yunhee wanita yang berpendidikan, berwawasan luas, dan yang paling penting, dia cantik--"

"Jisoo juga cantik, Appa." Seokjin memotong.

"--Pernikahan akan terus dilanjutkan. Dengan, atau tanpa persetujuan darimu. Orangtua Yunhee akan datang, dan kau, harus hadir. Kalau tidak, aku tidak akan main-main dengan mencabut segala fasilitas darimu, izin usaha, dan saham yang kutanam di perusahaanmu. Silakan menggelandang bersama cinta yang kau agung-agungkan itu, Seokjin. Aku tidak peduli."

"Appa?! Itu keterlaluan sekali! Perusahaan itu hasil jerih payahku, hasil keringatku! Kau tidak berhak mencabut izin usahanya sesuka hatimu!"

"Kau yang memulai peperangan ini, Seokjin. Jadi, kalau kau tidak ingin itu terjadi, maka lakukan yang kukatakan."

Kim Dongmin menepuk pundak Seokjin dua kali. "Aku melakukannya demi kebaikanmu. Pikirkan baik-baik."

Ah, apanya yang demi Seokjin? Bukankah ini jadi seperti Seokjin yang berkorban demi ayahnya? Seokjin jungkir balik demi merintis perusahaannya sendiri, dengan sedikit campur tangan Jisoo di dalamnya tanpa sepengetahuan Dongmin. Seokjin mempersiapkan segalanya, untuk kehidupannya di masa mendatang bersama Jisoo. Hubungannya dengan Jisoo, tidak sedangkal apa yang dipikirkan oleh Dongmin.

Sekarang yang terlihat hanyalah Seokjin yang seperti boneka di tangan ayahnya. Seperti seekor burung yang terjebak di dalam sangkar emas. Setinggi apapun angan-angannya untuk terbang bebas, tapi di hadapannya jelas terbentang besi pembatas.

"Hyung, bagaimana? Sudah bicara dengan Paman?" Namjoon menutup pintu, menghampiri Seokjin yang duduk di tepian kasur.

"Sudah."

"Lalu bagaimana?"

Seokjin menghembuskan napas. "Tidak ada pilihan lain selain mengiyakan ucapan Appa, Joon. Ah, rasa-rasanya aku jadi ingin melompat dari jendela saja."

Melihat raut keruh sang sepupu, Namjoon langsung tahu apa yang telah terjadi. Kedua tangannya menyilang di depan dada dengan tatapan tak bersahabat.

"Ancaman apa lagi kali ini, Hyung?"

Seokjin hanya tersenyum singkat, melangkah menuju jendela kemudian menutupnya. "Kembalilah ke kamarmu, Namjoon. Tidak perlu pedulikan aku."

"Bagaimana bisa aku tidak peduli?! Paman sudah keterlaluan padamu, Hyung! Apa tidak cukup mengaturmu ini-itu sejak dulu?"

"Lalu aku bisa apa, Joon? Aku sudah berjuang mati-matian untuk cintaku. Tapi Jisoo yang justru memilih menyerah dan meninggalkanku hanya dengan sebuah pesan perpisahan. Jadi katakan padaku, bagaimana aku bisa mempertahankan kewarasanku sekarang?"

Namjoon tercekat. Seumur hidupnya tidak pernah ia dapati pandangan putus-asa dari Seokjin. Dan sekarang, melihatnya langsung dari mata kepalanya jelas membuat Namjoon ikut merasakan sakitnya.

"Kau terluka, Hyung. Tolong biarkan aku ikut membantu dan menyembuhkan lukamu. Jangan begini, jangan berpura-pura seolah kau bisa mengatasinya. Kau sudah banyak berkorban, jangan siksa dirimu sendiri begini."

"Keluarlah, Joon. Aku sungguh baik-baik saja."

Spring Day | JinsooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang