“Aku mungkin tidak pulang malam ini.”
Seokjin mendongak, menatap Yunhee yang sedang berkutat dengan berkas-berkas di tangannya. Sepagi ini perempuan itu sudah rapi dalam balutan blazer dan rok spannya.
“Mau ke mana?”
“Ada beberapa masalah yang harus kuurus di kantor. Aku mungkin menginap di apartemen saja yang lebih dekat dari kantor,” jawabnya. “Bukankah kau juga sama sibuknya?”
Seokjin mengangguk. “Ya, tapi aku menyelesaikan pekerjaanku di rumah malam ini,” katanya. “Kau mau bermalam dengan kekasihmu, ya?”
Terdengar dengusan dari sang lawan bicara. Seokjin terkekeh, hubungannya dengan Yunhee memang hanya hitam di atas putih, tetapi Seokjin tidak menyangkal bahwa Yunhee adalah sosok yang menyenangkan untuk berteman. Gadis itu punya wawasan yang luas dan bisa diajak bicara kapan saja.
“Aku juga akan pergi malam ini,” ujar Seokjin tiba-tiba. Yunhee yang tengah mengemasi dokumennya sontak menoleh pada Seokjin.
“Kau bilang bekerja dari rumah?”
“Aku ingin soju,” balasnya. “Tidak ada teman bicara di rumah kalau kau tidak pulang. Dan di saat seperti ini, kurasa aku butuh sesuatu yang memabukkan.”
Yunhee tidak lagi menjawab. Ia tentu tahu ke mana arah pembicaraan Seokjin. Bukan sekali atau dua kali Yunhee mendapat telepon dari Namjoon, mengatakan kalau Seokjin tidak akan pulang ke rumah karena terlalu mabuk. Dan Yunhee memakluminya. Barangkali Seokjin memang hanya membutuhkan sesuatu untuk melupakan sejenak perihal masa lalunya yang hingga kini entah di mana.
“Kau akan segera menemukannya, Seokjin-ah,” ucapnya tulus.
Seokjin tersenyum. “Iya, kuharap juga begitu.”
****
Seokjin tersenyum ketika pantofelnya beradu dengan lantai keramik toko bunga milik Jisoo. Perempuan itu ada di sana, ikut tersenyum menyambut kedatangannya.
“Kukira kau tidak akan datang hari ini,” sambutnya. Jisoo berjalan menghampiri Seokjin dan pemuda itu kemudian mengangkat tangannya untuk mengusap puncak kepala Jisoo.
“Mana mungkin aku tidak datang, kan?” balasnya.
“Pernah minum peppermint tea? Aku membuatnya, kau mau mencoba?”
Seokjin mengangguk. “Boleh saja.”
Jadi ketika punggung Jisoo berbalik untuk meracik minuman tersebut, Seokjin memanfaatkan kesempatan itu untuk lebih leluasa memandangi Jisoo. Ia menghela napasnya pelan dan kembali teringat percakapannya dengan Yunhee tempo hari.
Lagi-lagi kemelut tidak menyenangkan itu mengusik hatinya. Menatap punggung Jisoo dari belakang saja seolah adalah hal paling menyesakkan bagi Seokjin, apalagi jika nanti dia benar-benar meninggalkan Jisoo?
Setelah menyetujui pernikahannya dengan Yunhee, Seokjin seperti menghindar dari segala urusan dunia. Tidak lagi menghadiri pertemuan-pertemuan keluarga, mengurung diri di kamar setiap kali pulang dari kantor, dan tidak lagi mau bertegur sapa dengan ayahnya. Hanya sesekali mau menemui Namjoon dan bicara dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spring Day | Jinsoo
Fanfic[HIATUS] Salju pertama. Mengurai kata, mengukir rasa, meninggalkan hampa. Tentang aku yang tidak berani melawan ketidakberdayaan diri. Memilih terkungkung dalam sangkar, menolak melawan garis. Kisah klasik yang tak berujung. Tentang dua hati yang ta...