#3 - Debaran Aneh

25 2 0
                                    

Angin bertiup lumayan kencang saat Arcana memarkir motornya di parkiran belakang perpustakaan. Parkiran tidak sepenuh saat siang. Senja hampir turun. Langit sudah berubah dari jingga menjadi lembayung merah muda. Pasti para pengunjung sudah banyak yang pulang.

Pemuda berwajah lembut itu meraih ponselnya dari dalam tas selempangnya. Dia memberitahu Arlette, dia sudah sampai.

Dengan senyuman terukir, Arcana melangkah cepat-cepat dan langsung menaiki tangga tak jauh dari pintu belakang perpustakaan. Tak dia pedulikan lantai satu yang sepi karena layanan di lantai itu sudah tutup satu jam yang lalu. Dia terus naik, dan sesampainya di atas dia berbelok ke arah kiri. Sekitar dua puluh langkah setelahnya, dia sampai juga.

Ruang literatur utama, begitulah tulisan besar-besar yang ditempel di dinding, sederhana namun menarik perhatian. Arcana melepas sepatunya dan memasukkannya ke kantong hitam yang tersedia, lalu membawanya masuk.

Diam-diam dia bersyukur dia suka kebersihan.

Pemuda itu mencari-cari sosok Arlette di barisan bangku lesehan di pojok kanan. Di salah satu bangku itu dia temukan adiknya; gadis yang memunggunginya dengan rambut diikat tinggi ekor kuda. Di sebelahnya ada Devito, sibuk membuka-buka buku sementara Arlette mencatat. Arcana mendekat. Kemudian menepuk bahu Arlette pelan.

" Dek. " katanya setengah berbisik. Adiknya terlonjak.

" Astaga Kak Arc! " sergahnya sebal, merasa sudah dikageti.

Gadis itu kembali melanjutkan tugasnya, sementara Arc menoleh ke sana ke mari. Dia mengernyit.

" Dek. "

" Apalagi sih Kak? Aku belum kelar nih. "

" Iwan sama Nawas? Kamu bilang perginya sama mereka juga. Nah mana? Kok nggak ada? "

" Oh. " jawabnya pendek. " Di ruang literatur 2, tadi mereka diusir gara-gara ribut. "

Arcana terkekeh tanpa suara. Memang, adik bungsunya itu yang paling riweuh di antara kelima anak-anak Maheswara. Apalagi sejak awal Nawas terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya pada Iwan. Dia bisa menebak, pasti Nawas berusaha 'mengusir' Iwan dan akhirnya malah berdebat tidak jelas, menimbulkan kebisingan hingga petugas perpustakaan mengusir mereka berdua.

" Kamu nggak disuruh keluar juga tapi? Padahal kalian barengan? "

" Pas mereka mulai ribut, aku sama Devo pura-pura nggak kenal sama mereka. Ya gimana, malu sumpah punya adik begitu amat. "

Arcana menyibakkan rambutnya. Dia duduk di sebelah Arlette, memperhatikan adiknya itu belajar. " Aku bantu ngapain nih? " dia bertanya.

" Euleuhhh, orang dulu Kakak di IPA. Ini tugas Sosiologi, aku nggak yakin Kakak ngerti. Lagian ini udah hampir kelar kok. " jawab Arlette singkat sambil masih terus menulis. " Done. Akhirnya. "

" Oke, oke, apa pun deh asal kamu seneng. " tukasnya. Tangannya mengacak-acak kepala Arlette. " Yuk balik. "

Arlette mengemasi buku-bukunya. Lalu mengembalikan buku-buku milik perpustakaan ke rak asal. Dia menjawil lengan Devo yang masih sibuk membaca.

" Dev. " panggilnya. Adiknya menoleh. " Hmm? Loh, udah kelar Kak? "

" Udah. Aku balik duluan. "

" Sama sia--oh, udah dijemput Kak Arcana? Kapan nyampe? "

Arcana geleng-geleng, " Fokus banget ya sampe nggak nyadar kakaknya dateng? Dasar. "

Devo nyengir saja.

" Kamu bareng Nawas ya. Dah~. "

Devo melambai, kemudian melanjutkan bacaannya. Sementara Arlette mengikuti kakaknya berjalan keluar ke area parkir. Keduanya lantas menaiki motor Repsol biru muda milik Arcana, dan meninggalkan gedung perpustakaan, ke arah utara.

Let's Getting Old Together Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang