(2) Aneh?

886 44 0
                                    

"Ga." Aku mengintrupsi perkataan Ziana. "Lo ga ngerti gimana rasanya jadi gue. Oh my god. Baru aja HP gue rusak gara-gara dia. Terus dia jadi tetangga gue lagi."

Ziana menatapku pasrah. Lalu ia menepuk pundakku. "Sabar aja. Mungkin lo jodoh sama dia."

Jodoh? Tuhan..

Aku mengeleng cepat di depan Ziana. "Itu ga mungkin terjadi. ENGGA!"

Suara derap langkah kaki menarik perhatianku dan Ziana. Adit berjalan cepat menuju ke arah kami. Lalu memukul meja kami dengan keras, "Kenapa lo bareng sama cowo brengsek itu lagi?"

"Kemarin gue ketemu sama dia kebetulan, Dit." Ucap Ziana sedikit takut.

"Eh alien, berisik banget. Pagi-pagi udah bikin ribut aja." sindirku yang membuat Adit menatap horor ke arah ku.

"Diem lo."

Setelah mengucapkan itu, Adit kembali memfokuskan perhatiannya ke Ziana. "Kenapa lo mau sih di ajak sama dia?"

"Vando udah berubah, Dit. Kemarin dia udah minta maaf sama gue."

"Persetan dengan kata maaf, Zia. Gimana kalo dia ngejebak lo lagi?" Tanya Adit yang kini sudah sedikit lebih melembut.

"Terserah lo deh, Dit." Ucap Ziana sambil memalingkan wajahnya ke arah handphone di genggamannya.

"Zi.." Panggil Adit.

Dan kini terjadi keheningan diantara mereka. Ziana sudah sibuk dengan handphone-nya. Adit pun sudah duduk di kursinya dan membalikkan badannya.

"Gue begitu karena gue ga mau liat lo terpuruk kayak dulu lagi, Zi." Ucap Adit tanpa menoleh sedikit pun.

Ku tengok Ziana. Hendak melihat apa tanggapan dari gadis itu. Tapi yang kini ku lihat hanya pipi basah Ziana.

***

Sore yang indah untuk bersantai-santai. Ku petik asal gitar yang ada di pangkuanku.

Cklek.

Aku menengok ke balkon sebelah. Ternyata pintu kamar sebelah terbuka.

Alien itu keluar.

Aku pura-pura tidak memperdulikan kedatangannya dengan tetap memetik asal gitarku.

"Ngapain sih lo? Metik gitar yang bener 'kek." Ucapnya sambil bersantai memakan cemilan.

"Apaan sih lo? Ngapain coba di situ. Bikin pemandangan buruk buat gue tau."

"Serah gue dong. Kalo merasa keganggu mending situ masuk aja."

"Kan gue duluan yang disini. Lo dong yang nurut. Lagian lo 'kan pendatang baru."

"Lo harusnya ramah sama pendatang baru dong. Ga usah sok senior gitu."

Aku memandangnya horor. Dan dia balik memandang horor ke  arahku. Aku berdecak lalu melemparkan sandalku ke arahnya.

"Yes. Yuhu. Strike!!" Teriak girangku ketika sandal itu tepat mengenai wajahnya.

Dia memandang sandalku dan aku bergantian. 

Plak.

Secara tiba-tiba sebuah sandal juga mengenai wajahku ketika aku sibuk menertawakan Adit.

"Gue juga kasih hadiah tuh buat lo."

Aku berdiri dan berjalan menghampiri pembatas antara balkonku dan balkonnya.

"Sialan. Ga sopan lo sama gue." Aku mengepalkan tanganku lalu mengangkatnya ke udara.

Adit berjalan juga ke arah pembatas. Dia kemudian mengangkat alisnya sebelah. Setelah itu ia julurkan lidah sambil mengelus pipinya.

Andai pembatasku dan pembatasnya tidak ada jarak sejauh ini. Mungkin tanganku sudah sampai untuk memberinya pukulan.

Hidden LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang