(7) Hujan...

623 33 0
                                    

"Adit.."

Adit menatapku. Untuk beberapa saat mata kami bertemu.  Yah, mata kami bertemu. Setelah sekian lama aku menunggunya menatapku.

Dapat ku lihat matanya menatap sendu. Adit sedang terjebak dan meminta tolong.

"Gue cuma mau ngehindarin lo dari Sara." Ucapnya sambil melengang pergi.

Hanya itu saja kah? Apa tidak ada alasan lain menarikku sejauh ini? Apa hanya itu?

Aku menatap kepergiannya dengan pasrah. Terus ku tatap punggungnya sampai pungungnya tak dapat lagi terlihat lagi olehku.

Ada apa ini? Kenapa aku seperti menyesali alasannya tadi? Alasan singkat yang mulanya memberiku harapan tinggi yang aku sendiri tidak tahu harapan apa itu.

***

"Lo berdua kenapa sih?" Ziana menatap kami--aku dan Adit--dengan tatapan heran.

Aku tersenyum lalu menggeleng. Meyakinkan tidak terjadi apa-apa. Dan nyatanya memang tidak terjadi apa-apa 'kan?

"Gue sama si pendek? Engga kenapa-napa kali. Mungkin dia cape kemarin abis berduaan rangkul-rangkulan sama Adin."

Aku menoleh ke arah Adit. Pendek? Oh kata-kata itu baru ku dengar lagi.

"Jangan ngelamun deh." Ucap Adit lalu menoyor keningku. Aku yang tidak punya persiapan pun hampir terjungkal kebelakang.

"Dih. Jangan ngagetin kali." Kesalku yang membuat Adit dan Ziana tertawa puas.

"Lagian ngelamun ga jelas sih lo." Ucap Adit sambil menyeruput es tehnya.

"Eh. Gue mau nanya dong ke kalian. Sempet ga sih dipikiran buat sekolah di luar?" Ziana memasang wajahnya pada aku dan Adit.

Aku menoleh ke arah Adit. Dia seperti memikirkan sesuatu.

Hm, sekolah di luar? Seru tuh. Oh iya, papa pernah tawarin aku sekolah di luarkan waktu papa dapat surat dinas ke Korea.

"Gue punya." Aku tersenyum manis membayangkan. "Gue pingin sekolah di korea. Sekolah seni gitu. Yang bisa bikin gue jadi penyanyi ataupun aktris."

Adit menoyor keningku. "Mimpi! Kerjaan lo kok ngehayal terus sih?"

Aku menatap horor ke arah Adit yang ia tanggapi dengan santai. Alien ini.

"Oh gue tau, Adit juga mau sekolah di luar. Tapi luar angkasa. Biar ketemu sama sodara-sodaranya sesama alien." Sindirku sambil menyeruput es teh.

Aku kembali mendapat dorongan pada keningku. Aku menatap geram ke arah Adit.

"Hih. Ga bisa apa kalo ga noyor-noyor jidat gue? Alien."

Adit menatapku horor yang kubalas dengan keluarnya lidahku. Adit langsung mendekatiku dan langsung mengunci leherku sampai aku tidak bisa bernafas. Ia mengunciku sambil menjitaki kepalaku berkali-kali.

"Sakit Adit!! Woi alien! Lepasin!!" Teriakku masih pada posisi yang sama.

Adit melepaskanku yang kini sedang memegangi dada karena sedari tadi sulit untuk bernafas. Aku menoleh ke arah Adit yang kini sedang memasang wajah 'rasain lo!'.

Seketika aku langsung memukulinya. Dan kali ini pukulanku tidak main-main. "Alien! Rasain nih."

"Eh. Eh. Udah dong. Malu-maluin gue tau. Nanti disangka gue disini sebagai obat nyamuk." Ucap Ziana mencoba melerai kami.

Aku dan Adit berpandangan sinis lalu kembali pada posisi semula kami.

"Emang lo obat nyamuk Zi."

Hidden LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang