(5) Sisi Lain?

580 32 0
                                    

Dari tadi aku hanya sibuk mengejar Adit kesana kemari. Berlarian membujuknya untuk mengikuti kemauanku.

"Key, jangan paksa Adit. Dia ga suka sama Sara." Ziana juga ikut membujukku agar berhenti.

Tapi aku yang sekarang bukan yang dulu. Yang diam menunggu sebuah keajaiban. Di depanku ada kesempatan, mengapa tidak ku coba?

Aku menggeleng di hadapan Ziana. "Engga Zi. Dia bakal untung kalo ikut kemauan gue."

"Gue ga yakin Key." Ucap Ziana kembali. Lu raih pundaknya agar ia percaya. "Ga Key. Lo bisa nyakitin dia." Lirih Ziana sangat kecil, tapi aku masih bisa mendengarnya.

Aku menatap mata Ziana dalam. "Apa yang gue lakuin sampai dia sakit? Gue cuma mau nyatuin dia sama orang yang dia suka."

Ziana menggeleng. "Lo salah kalo pake cara itu. Salah besar."

"Zi.." Aku kembali meyakinkannya. Dan kali ini ia mendesah pasrah. Dia menyerah untuk melarangku.

Aku tersenyum lalu memeluknya. Dia balas pelukanku hangat.

"Mm.. Key." Panggil seseorang di belakangku. Ku renggangkan pelukan dan menoleh.

Aku tersenyum melihat keberadaannya di sini. "Ada apa?"

"Mau temenin gue?" Aku mengangguk dan pergi meninggalkan Ziana yang masing memasang wajah kecewanya.

Kini ku pandang sosok yang sedang memakan makanannya di depanku. Dengan melihat cara makannya saja bisa membuatku menjadi sangat terpesona seperti ini.

"Kenapa liatin guenya begitu?"

Aku tersentak dan salah tingkah, lalu kembali melanjutkan makanku. Sesekali ku lirik dan tersenyum.

Semoga kamu bisa balas perasaanku nanti Din. Semoga.

***

Ku petik gitarku asal sambil menemani soreku yang jenuh ini. Sepi. Rumah masih sepi seperti tempo hari. Mama dan papa belum pulang. Sementara Bang Aldan kembali menelantarkan adiknya.

Huh, rasanya aku ingin memanggil Adit saat ini. Setidaknya dengan adanya Adit aku tidak terlalu jenuh dan bosan.

Brum.

Suara mobil itu dapat menarik perhatianku. Adit keluar dari rumahnya menggunakan mobil sportnya. Dan dia saat ini berhenti di depan rumahku, keluar dari mobilnya dan membukakan pintu untuk seorang perempuan.

Dan setelah perempuan itu masuk dan menutup pintunya, Adit menoleh ke arahku. Dan saat itu mata kami bertemu. Mulanya Adit memasang wajah meminta tolong, namun beberapa detik kemudian Adit memasang wajah dingin.

Mobil Adit mulai melaju meninggalkan ku yang masih melihatnya sampai mobil itu sudah tidak dapat terjangkau oleh mataku lagi. Aku menatap lurus dengan kosong.

Apa kemauanku itu salah? Menyuruh Adit berpacaran dengan Sara itu salah? Bukankah itu juga kemauannya?

Oh tuhan.. Kenapa bayang-bayang rasa bersalah kini hinggap pada diriku? Tidak! Aku harus tetap bertahan. Baru saja Adit pergi berdua dengan Sara. Jadi apa Salahku?

"Kak Key! Kak... Kakak.." Teriakan Arin membuyarkan lamunanku. Segera aku masuk dan menghampiri Arin yang berada di dapur.

"Ada apa Rin?" Tanyaku pada Arin yang kaget akan kedatanganku.

"Kak ngagetin aja. Temenin aku ke mall yuk. Aku mau nyari novel." Ucap Arin dengan nada memohon.

Aku berpikir sejenak. Yah, dari pada bengong-bengong di balkon. Mending nemenin Arin.

Hidden LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang