Sorak-sorak bahagia terdengar menghiasi muda-mudi yang barusaja kelulusan. Coret-mencoret juga tak luput saat 12 tahun sudah mereka menempuh pendidikan. Ada yang membiarkan bajunya dicoret, ada juga yang tidak mau mencoret-coret karena merasa itu tidak ada gunanya.
Kaira yang menatap dari seberang itu tersenyum lemah. Seharusnya ia juga ada di situ bersama teman-temannya merayakan kelulusan. Tapi, di usia kandungan yang beranjak 8 bulan ini, mana mungkin ia diterima di sekolah mana pun juga.
"Kai, kalo nanti kita kelulusan, jalan-jalan, yuk." Mawar, teman Kaira selama SMP dan SMA itu memegang pundaknya.
"Boleh aja, aku juga udah lama nggak jalan-jalan. Tapi, kita mau ke mana?" tanya Kaira sembari menatap temannya.
"Ke Bali aja. Aku yakin, kita bisa liat pantai kuta, dan yang lainlah."
"Iya, yang penting kita nabung dulu dari sekarang. Masa mau minta ke orangtua."
***
"Jangan berharap banyak, Kai. Itu hanya masa lalu kamu. Untuk makan aja susah, mau ke Bali. Kamu harus kuat demi anak kamu, Kai," gumam Kaira pelan sembari menahan buliran-buliran yang akan jatuh.
"Kak?" Kaira menoleh saat seseorang memanggilnya. Gadis berseragam putih abu-abu itu nampak tersenyum.
"Loh, kak Kaira? Kakak jualan kue? Aku kira siapa yang jualan saat hamil besar, ternyata kakak. Aku nggak nyangka aja kakak yang pendiam bisa buat zina kayak gini."
Kalimat yang dilontarkan adik kelas Kaira itu sangat menohok hati. Ya, Kaira sehari-hari menjual kue untuk memenuhi hidupnya.
Adik kelas itu tidak terlalu Kaira kenal. Kaira semasa SMA memang terkenal karena juara umum.
"Kalau kamu mau beli kue, beli aja. Jangan hina aku," balas Kaira tanpa menatap adik tingkatnya.
Tampak adik tingkatnya yang berdiri menjulang berhadapan dengan Kaira itu mendecih, lalu pergi dari sana.
Sungguh, Kaira tidak ingin ke sini. Akan tetapi, di sinilah jualannya banyak laku karena ada TK di samping sekolahnya itu.
Dari seberang sana, tampak banyak kerumunan anak-anak berseragam SMA menatap Kaira dengan aneh, iba, serta jijik. Kaira tidak sadar jika ia sedang ditatap seperti itu.
"Nggak nyangka aku kalo kakak kelas yang kita impiin jadi kayak gini."
"Padahal pake jilbab, eh, nggak taunya buat nutupin perut buncitnya, hahaha."
"Ini orang yang dibangga-banggain guru?"
"Ini orang yang selalu dibilang guru, harus kita turuti? Jadi, kita boleh toh nuruti sikap dia yang ini. Kalo gitu, cus lah, hahaha."
"Orang kayak gitu mati aja."
"Hilang aja dari bumi. Planet lain sekalian, setata surya."
Riuh yang sengaja mereka besarkan volumenya itu bisa jelas terdengar oleh Kaira.
Mereka hanya bisa membicarakan orang lain tanpa tahu apa yang terjadi sebenarnya.
Kaira tidak bisa menahan buliran-buliran itu lagi, nyeri di perutnya sedikit terasa. Ia memegangi perut sembari sesekali terisak pelan tanpa suara.
"Diam kalian! Apa ini caranya kalian bersikap kepada orang yang lebih tua?!" Mendengar teriakan dari kakak kelasnya, mereka langsung berhamburan memasuki gerbang.
Kaira ikutan menoleh saat mendengar suara yang menggelegar itu. Ternyata, seorang pemuda sekelasnya datang menghampiri.
Rafka duduk mengikuti Kaira yang bengong. "Apa kabar, Kai?" tanya Rafka yang membuat Kaira semakin bingung.
"Hah?!" Tidak ada lagi yang bisa keluar dari mulut Kaira. Ini rasanya terlalu cepat. Rafka, termasuk teman akrabnya, menyapa seakan tidak terjadi apa-apa.
Rafka yang sudah lama tak terlihat saat kejadian 7 bulan lalu. Padahal, pria itu hampir setiap hari bertamu di rumah Kaira.
Pikiran Kaira, pasti Rafka ingin menjauhinya karena telah melakukan dosa.
"Kenapa liatin aku kayak liat setan?"
"Ah, enggak." Sungguh Kaira tidak tahu harus bereaksi apa.
Ia tak berani menatap Rafka.
"Aku udah tau semua kronologinya dari Mawar, Kai. Aku juga percaya, nggak mungkin Kaira yang aku kenal melakuin hal yang kayak gitu." Kaira refleks menoleh ke arah Rafka dengan teduh. Tak lama, dari sudut bibirnya melengkung walau tak jelas.
Di antara orang yang jahat padanya, masih ada orang baik seperti Rafka. Terima kasih Tuhan.
"Ayuk, pulang. Atau mau ke rumah sakit?"
"Enggak, pulang aja. Aku gapapa."
***
Seperti yang sudah dikatakan Rafka. Kaira diantar pulang dengannya tadi. Setelah mengantar pulang, dia ikut mengundurkan diri, meninggalkan Kaira sendiri di rumah kontrakan yang ia diami selama 7 bulan ini.
"Kai?" Suara sopran yang selama ini sering didengar Kaira, membuat ia menoleh ke arah pintu. Tampak Tantenya berdiri di ambang situ.
"Tante!" Kaira langsung memeluk tantenya dengan senang.
Disaat semua orang menganggapnya bersalah, disaat kedua orangtuanya mengusir, Tante Dahlia lah yang membawanya ke kontrakan ini. Dahlia memiliki satu balita, rumahnya pun kecil. Kaira juga tidak mau tinggal di rumah Dahlia, takut merepotkan katanya. Karena itu, Dahlia mencari kontrakan untuk keponakannya.
"Sayang, tante bawa makan malam buat kamu. Yuk, makan bareng."
***
"Kurang ajar! Kalian masa nggak bisa ngerjain kayak gini, doang? Udah berapa bulan aku suruh, masih nggak ada hasil. Mau aku pecat kalian semua?!" bentak seorang pemuda sembari memijat pelipis. Semua pegawai restorannya itu memang tidak bisa diuntung karena selalu gagal kalau disuruh.
Tidak ada yang berani menjawab omongan bosnya itu. Beberapa bulan terkahir memang, bosnya itu bersifat aneh, tidak seperti biasanya.
'Dimana kau Kaira?'
Gimana menurut kalian si Adit? Kenapa juga dia mencari Kaira, padahal dia udah tolak mentah2 perbuatannya? Ikutin, kuy, ceritanya.
Mangap, untuk keterlambatan up-nya. Cuma mau ngomong, jan lupa tinggalkan jejak.
Yang mau follback, silahkan tulis di sini.
Enjoy to the story. Thanks for reading.
Naylanba.
Mau akun fb-ku? Kita bisa ngobrol di sana. Tenang, aku baik kok.
@Nayla Nba Ar

KAMU SEDANG MEMBACA
Hilang Mahkota, Masih SMA (Terbit)
RomansaPLAGIAT DILARANG MENDEKAT! SEMUA CERITA BERLAKU PASAL UNDANG-UNDANG. Buku ini menceritakan tentang Kaira yang ditinggal kekasihnya hamil di luar nikah. 7 bulan dia mengandung sendirian, sampai Rafka, sahabatnya datang untuk melamar. Namun, semuany...