𝐓𝐡𝐢𝐧𝐤 𝐈'𝐦 𝐂𝐫𝐚𝐳𝐲 — 𝚃𝚠𝚘 𝙵𝚎𝚎𝚝
0:22 ━━❍─────── 3:03
↻ ⊲ Ⅱ ⊳ ↺
ᴠᴏʟᴜᴍᴇ : ▮▮▮▮▮▮▯▯▯"Apa aku harus menjauh dulu, biar kamu merasa baik-baik aja?"
༻❁༺
Andai kenangan yang berputar di memori Zerlin kurang lebih dua bulan ini adalah kenangan manis, tentu dia tak akan merasa keberatan. Tapi sayangnya, kenangan pahitlah yang justru menyakiti pikirannya setiap detik. Bahkan, saat dia terbangun pun—kejadian itu yang muncul di garda terdepan.
Was-was, hanya itu yang ia rasakan. Bagaimana kalau orang lain tahu? Yang dipojokkan, yang disalahkan, dan yang dipandang buruk adalah dirinya. Toh kalo orang lain menganggap cowok yang salah karena memperlakukan cewek seperti itu, pasti ada opini lain yang merujuk untuk menghakimi si cewek. Benar, 'kan?
Tapi, untuk hari ini Zerlin mencoba melupakan hal tersebut. Ya, walau hanya sementara.
"GAVIN."
Suara cempreng milik Zerlin selalu berhasil membut mood Gavin merosot. Saat Gavin ingin istirahat—cewek dengan rambut panjang yang ikal alami itu pasti membuntutinya. Padahal Gavin tak memberikan radar apapun. Tapi cewek itu akan tahu di mana Gavin berada.
Gavin menatap datar ke arah Zerlin yang sudah mengumbar senyum lebar. Senyum itu ... senyum yang membuat Gavin jengkel. Ia tahu, hal tak mengenakkan apa yang akan Zerlin lakukan kalau berada di dekat Gavin.
"BU, PESEN BAKSO SAMA ES TEH, YA. GAVIN YANG BAYAR," teriak Zerlin sambil bergerak menduduki kursi kosong di samping Gavin.
Si pemilik nama langsung melotot. Bola matanya hampir keluar dari tempatnya. Zerlin sering memesan makanan mengatas namakan Gavin. Memangnya Gavin ATM berjalan yang bisa ia kuras setiap Zerlin lapar?
"LIN, LO APA-APAAN? GAK! GUE GAK MAU BAYARIN LO!" sergah Gavin.
Zerlin langsung menutup kedua telinganya. "Berisik banget sih lo jadi cowok!" sungut Zerlin. "Eh, bentar dulu deh. Lo cowok bukan sih?"
"Kurang ajar emang lo, Lin." Satu toyoran mendarat di dahi Zerlin. "Cari cowok yang lebih kaya dari gue aja sana. Cape gue diporotin terus sama lo."
"Heh! Gak usah pegang dahi gue, ya! Phobia gue sama lo!"
"Ekhem ...." Satu dehaman keluar dari mulut perempuan yang sedang duduk di hadapan Gavin dan Zerlin. Gaya anggun dan terlihat lebih rapi dari Zerlin itu berhasil menarik atensi dua makhluk yang sedang beradu mulut itu.
"Eh? Ada Kekeyi. Apa kabar nih?" sapa Zerlin dengan nada mengejek.
Dia Keiona Mauryn, sosok pujaan hati Gavin selama setengah tshun belakangan ini. "Kaya yang lo liat. Gue gak baik-baik aja kalo ada elo di sini," ucapnya dengan tenang. Padahal dalam hati Keiona terdapat kobaran api yang siap membakar Zerlin.
Zerlin langsung mengubah ekspresinya seperti orang jijik terhadap sesuatu. Ia menatap Kei dari ujung kepala. "Dih, cakep lo gitu?"
"Lin, udah deh. Jangan mulai. Gue udah gak mau lagi jadi pawang kalo kalian berdua berantem." Gavin mengusap wajahnya dengan kasar. Seperti yang terlihat, dirinya sudah kapok kalau harus jadi penengah antara sahabat dan pacarnya.
Keionan menarik ujung bibirnya. Membentuk garis melengkung yang sempurna. Dia menyisir surai berwarna cokelat itu ke belakang. Kemudian kembali menatap Gavin. "Lo juga, Gav. Bisa-bisanya mau ditempelin sama makhluk kaya dia," sindir Kei.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mellifluous
Teen Fiction"Lo udah gue cari-cari selama ini. Lo cewek ukulele yang udah bantu gue beberapa tahun yang lalu," ucap lelaki tersebut dengan seringai khasnya. Siapa saja, tolong musnahkan cowok tengil yang masih setia berdiri di hadapan Zerlin ini. Dirinya muak j...