5. Senangnya

70 20 6
                                    

Bahagia itu sederhana, dapat hadiah duit seribuan dari hasil makan ciki aja udah bahagia, kan?

~Tulus~

Caca dan Radit sudah sampai di parkiran sekolah yang lumayan ramai karena memang waktunya pulang. Sebetulnya Caca enggan diantar oleh Radit, tetapi lelaki itu langsung menariknya saat baru saja keluar dari kelas. Banyak yang memberikan tatapan iri dan dengki pada mereka, bahkan Hana dan Killa masih tidak menyangka kalau lelaki yang sebelumnya tidak pernah memberikan notic pada Caca, sekarang benar-benar akan mengantar Caca pulang.

Setelah berbincang dengan dua temannya, Radit mengambil motor sport berwarna merah miliknya lalu berhenti di depan Caca.

"Woy, cepet naik!" pekik Radit yang mengenakan helm full face berwarna senada dengan motornya.

"Gi-gimana naiknya, motor lo, kan tinggi?" tanya Caca kebingungan sambil menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal, maklum selama ini ia hanya terbiasa naik motor matic.

"Cih, susah ya jadi orang pendek," ledek Radit.

Deg

Body shaming sudah biasa Caca terima, tapi jika orang yang melakukan body shaming itu orang yang disayang, tau kan gimana sakitnya bisa berkali-kali lipat.

"Emm, gue minta jemput abang gue aja deh," ucap Caca kikuk.

"Gak, lo harus gue anter. Lo taruh aja sebelah kaki lo di pijakan, terus tangan lo pegangan di bahu gue, gitu aja ribet banget sih," jelas Radit dengan nada tinggi.

Malu-maluin aja ni cewek, batin Radit

Setelah melakukan instruksi Radit, Caca berhasil duduk di jok motor lelaki yang baru beberapa jam berstatus pacar seraya menghembuskan napas pelan.

"Udah," kata Caca memberitahu Radit bahwa ia sudah siap. Lelaki itu melajukan motornya dengan kecepatan sedang, bersamaan dengan motornya yang keluar dari gerbang, ada Aldo yang mengayuh pelan sepedanya.

Bruk

Radit sengaja menyenggol sepeda Aldo dengan motornya. Aldo sempat oleng dan hampir jatuh. Caca yang melihat itu langsung panik, Radit tersenyum miring melihat ke arah spion lalu melajukan motornya dengan cepat membelah jalan raya dan menerobos lampu merah. Caca menahan napas saat Radit mencoba menyalip beberapa pengendara lain. Ia tak berani membuka suara bahkan ia meremas roknya menahan teriakan. Rasanya seperti uji nyali.

"Aduh." Caca mengaduh saat kepalanya kepentok helm Radit karena lelaki itu mengerem mendadak. Tubuhnya terhuyung ke depan, tangannya refleks memeluk lelaki bertubuh atletis didepannya, gerakan menepis tangan Caca langsung diberikan Radit.

"Lo, gak usah modus ya," peringat Radit sinis, ia terlihat risih.

"Sorry," lirih Caca kembali ke posisi semula.

Mereka sampai di depan komplek rumah Caca, di situlah Radit menghentikan motornya. Caca memang sudah memberitahukan alamat rumahnya saat diperjalanan menuju parkiran tadi.

"Turun!"

Caca melongo, jadi Radit benar-benar tidak mau mengantarnya sampai rumah, bermacam-macam pikiran mulai memenuhi otaknya.

TULUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang