_Cukup dengan beberapa lontar kata, kau langsung membuatku jadi salah tingkah. Mantra apa yang kau ucapkan, hingga pipiku saja tidak mau berkompromi bersama_
Teruntukmu, sang jingga.
Aku tak melihatmu, tapi aku berjumpa denganmu.
Melihat dengan mata, adalah penglihatan.
Melihat dengan hati, adalah perjumpaan.Orang lain memanggilmu cinta,
Tapi, kupanggil kau penguasa cinta.
Oh, kau yang lebih tinggi dari khayalan ini dan itu.
Jangan pergi tanpaku.~TulisanDirgantara
Kepekatan pagi ini punya kelainan tersendiri. Mentari seolah mati. Mendung makin lama makin pekat. Hari semakin kelam bumi bergerak bukannya menuju terang, namun menuju gelap.
'Apa ini?'
Naluriku semakin bertanya-tanya akan kejadian yang menimpaku dua hari yang lalu. Seringkali aku terdiam mencoba meneliti beberapa rangkaian kata yang tak asing bagiku, mencari informasi tentang siapa pengirim paket tersebut. Dan apa arti dari kata terakhir? Karena aku yakin hanya di situlah kebenaran itu akan terkuak.
"Dari kemarin kamu kemana-mana kayak bawa kertas itu terus sih, Ja. Yang ngasih spesial, ya?"
Mataku beralih menatap seorang wanita paruh baya yang menekan tombol remort tv di sampingku. Aku diam tak menanggapi pertanyaannya itu, dan kembali menatap lembaran kertas bertuliskan sajak indah di tangan kiriku. Hanya saja hatiku kini yang sedang menggerutu. Bagaimana bisa dikatakan spesial, sedangkan pengirimnya saja aku tak tahu.
Ting!
Sebuah pesan Whatsapp masuk ke dalam ponsel yang tengah kupegang ditangan kanan. Setelah kubuka, isi pesan itu membuatku mengkerutkan dahi.[Ja, bisa kita bertemu?]
Seribu pertanyaan muncul dalam pikiran. Mengapa lelaki yang Whatsappnya kunamai 'Abang Boyo' ini mengajakku untuk bertemu. Apa aku mempunyai kesalahan? Ah, tapi tidak semua seperti itu, kan. Apa yang ingin dibicarakannya?
Oke. Di mana?
[Cafe Syauqi. Jam 9.]
Aku hanya membaca pesan itu tanpa berniat untuk membalasnya.
"Nda, aku mau keluar satu jam lagi!"
"Kemana?" Tanya Bunda sambil mengganti saluran tv.
"Cafe Syauqi." Aku beranjak dari dudukku dan mulai berjalan menuju kamar.
"Tapi di luar mendung, mau hujan lho."
"Senja bawa mobil, Nda!" Pungkasku menoleh pada Bunda, kemudian masuk ke dalam kamar.
* * *
"Sekarang ini, apa kegiatanmu?"
Aku menatap lelaki berkopyah hitam di depanku, yang kini tengah menyesapi secangkir coklat panas.
"Jadi Sekretaris perusahaan, Bang. Abang sendiri?" Tanyaku balik.
"Aku kerja di perusahaan kelapa. Kamu kan tau, dulu aku kerjanya di daerahku. Sekarang aku dipindahin kesini, ya otomatis tempat tinggalku juga di sini. Kan, jauh kalau bolak-balik nyebrang pulau, Dek," jelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Terakhir
Short StoryTakdir akan mengubah segalanya. Di saat aku butuh dirimu kau menghilang entah kemana. Tapi aku percaya, jika kita memang ditakdirkan bersama di ujung senja kau akan datang dan hidup bersamaku hingga jannahnya.